Jumat, 04 April 2014

Sejarah KB

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Indonesia merupakan jumlah penduduk yang banyak. Dapat dilihat dari hasil sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya.
Pada saat ini keluarga berencana telah dikenal hampir di seluruh dunia. Di negara-negara maju, keluarga berencana bukan lagi merupakan suatu program atau gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakatnya. Sedangkan di negara-negara berkembang keluarga berenacana masih merupakan program yang pelaksanaannya harus terus ditingkatkan.
Di Indonesia, tujuan Program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah :
1.      Tujuan demografis, yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan penduduk. Sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan suatu target demografis berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1971 menjadi 22 permil pada tahun 1990.
2.      Tujuan normative, yaitu dapat dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia.

B.  Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Konsep Kependudukan dan  Sejarah dan Perkembangan KB di Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Kependudukan
1.      Pengertian Penduduk
Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap) – lahir secara turun temurun dan besar di negara itu.
2.      Dasar Pemikiran Kependudukan
Masalah Kependudukan adalah masalah yang sangat penting bagi semua negara,karena seluruh program pembangunan bagi mata bangsa berdasarkan atas kenyataan,kependudukan dari suatu bangsa.
Aspek-aspek kependudukan yang amat penting itu adalah antara lain :
1.              jumlah besarnya penduduk
2.              jumlah pertumbuhan penduduk
3.              jumlah kematian penduduk
4.              jumlah kelahiran penduduk
5.              jumlah perpindahan penduduk
a.      Teori Malthus
Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824.Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus.Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
1)      Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
2)      Nafsu manusia tak dapat ditahan.
Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung).
Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
a)      Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain
(1)   Penundaan masa perkawinan
(2)   Mengendalikan hawa nafsu
(3)   Pantangan kawin
b)     Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk didalamnya antara lain :
(1)   Bencana Alam
(2)   Wabah penyakit
(3)   Kejahatan
(4)   Peperangan
Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju. Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
(a)    Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.
(b)   Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
(c)    Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
(d)   Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara
Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah.Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
b.      Beberapa Pandangan Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
1)      Teori Malthus salah sama sekali
Golongan ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi,penanaman modal, perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju,Malthus menjawab bahwa :
a)      Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara
b)      Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.
c)      Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
d)     Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana
e)      Taraf pendidikan rakyat tidak sama
f)       Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan
g)      Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya
h)      Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
i)        Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.
j)        Masih banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan produksi bahan-bahan sandang pangan Teori Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
Teori Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa.Penganut golongan ini setuju dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak mungkin.Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Pengikut-pengikut teori Malthus antara lain :
a)      Francis Flace (1771 – 1854)
Pada tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.
b)      Richard Callihie (1790 – 1843)
Ia menulis buku yang berjudul “What Is Love”, apakah cinta itu menurut dia
1)      Mereka yang berkeluarga tidak perlu mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat dipelihara dengan baik.
2)      Wanita yang kurang sehat tidak perlu menghadapi bahaya maut karena kehamilan
3)      Senggama dapat dipisahkan dari ketakutan akan kehamilan
c)      Pengikut yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap tingkah laku dan moral manusia”
d)     Pengikut yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun 1825 – 1904. Ia berpendapat bahwa keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut anggapannya kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.

B.     Sejarah Lahirnya Ide KB
Keluarga Berencana sebagai salah satu usaha untuk mengatasi masalah kependudukan  seperti dikemukakan diatas, pada umumnya orang berpendapat bahwa ide keluarga berencana tersebut adalah suatu hal yang baru.
Pendapat yang demikian ini adalah tidak benar, sebab keluarga berencana (yang  dimaksud disini mencegah kehamilan) sudah ada sejak jaman dahulu. Memang di Indonesia adanya keluarga berencana masih baru (abad XX) dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat jauh sebelum itu sudah ada usaha-usaha unruk mencegah kelangsungan hidup seorang bayi/anak yang karena tidak  diinginkan, atau pencegahan kelahiran/kehamilan karena alasan-alasan ekonomi, sosial dan lain-lain.
1.      Perkembangan cara-cara manusia untuk menolak anak yang tidak diinginkan.
Pada zaman dahulu cara-cara untuk menolak anak yang tidak diiinginkan ada 3 cara yaitu :
a.       dengan membunuh anak yang sudah lahir
Cara yang demikian ini adalah paling kuno dan paling biadab, karena orang membunuh anaknya sendiri. Latar belakang orang mau melakukan pembunuhan hidup-hidup terhadap anak sendiri adalah :
1)      untuk menutup malu ;
2)      karena tekanan ekonomi ;
3)      karena kepentingan lain (mengambil yang diperlukan dan membuang yang tidak perlu)
Negara-negara yang mengalami peristiwa ini antara lain Yunani purba,Arab Jahiliah, Tiongkok kuno dan Mesir kuno.
b.      Dengan cara pengguguran kandungan (abortus provacatus)
Cara ini lebih lunak bila dibandingkan dengan cara membunuh anak yang sudah lahir. Namun cara ini banyak mengakibatkan ibu-ibu yang melakukan pengguguran kandungan juga ikut mati, karena menjadi korban dari pernbuatan yang dilakukan. Cara yang dipergunakan untuk menggugurkan kandungan yaitu dengan jalan meminum ramuan atau dengan jalan dipijat oleh seorang dukun. Karena perkembangan jaman dan juga karena ditentang agama atau adat maka kedua cara tersebut di atas sudah ditinggalkan orang dan merupakan suatu perbuatan yang dilarang
c.       Dengan cara mencegah atau mengatur kehamilan
Dalam mencegah dan mengatur kehamilan ini dengan menggunakan alat. Ada dua cara yang dilakukan orang untuk mencegah dan mengatur terjadinya kehamilan yaitu :
1)      Dengan alat kontrasepsi
2)      Dengan tanpa alat, misalnya dengan azal, pantang berkala.
Dari uraian di atas ada tiga perkembangan usaha manusia untuk menolak anak yang tidak diinginkan.Dilihat dari resiko yang menimpa pada diri para ibu maupun diterima/tidak usah tersebut oleh agama,adat, masyarakat /negara maka usaha ketigalah yang banyak dilakukan orang sampai sekarang,yaitu dengan cara mencegah atau mengatur kehamilan.

2.      Margareth Sanger (1883-1966)
Dari uraian yang dikemukakan di atas timbullah pertanyaan “Kapankah terjadinya tanggal sejarah permulaan didudukkannya alat kontrasepsi sebagai sarana yang bersifat medis dan dilandasi keilmuan (ilmiah) ? Sebagai jawaban dari pertanyaan di atas marilah kita ikuti uraian dibawah ini.
a.      Perintis KB di Inggris
Keluarga berencana mula-mula timbul dari kelompok orang-orang yang menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada awal abad XIX di Inggris, keluarga berencana mulai dibicarakan orang.
Pada masa abad XIX sebagian besar kaumpekerja buruh di kota-kota besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat buruk. Mereka sangat kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat dari adanya undang-undang perburuhan yang belum sempurna., jaminan sosial buruh tidak mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehingga hal ini menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita. Disamping itu yang sangat menyolok adanya waktu untuk istirahat dan rekreasi/hiburan pada buruh sama sekali hampir tidak ada. Salah satu hiburannya diwaktu istirahat dirumah hanyalah ketemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika itu satu-satunya hanyalah dengan istri.
1)      Marie Stoppes (1880-1950)
Keadaan keluarga kaum pekerja buruh seperti diatas banyak dijumpai oleh seorang yang bernama Marie Stoppes. Marie Stoppes banyak mengetahui keadaan keluarga kaum buruh di Inggris itu karena ia seorang bidan di Inggrisdan pekerjaannya mengadakan kunjungan-kunjungan rumah keluarga untuk memberikan pertolongan pada keluarga buruh-buruh, sehingga ia benar-benar mengetahui dan mengalami sendiri keadaan keluarga yang sangat menyedihkan itu ditambah lagi banyak anak. Melihat kenyataan ini timbullah ide dari Maria Stoppes untuk memperbaiki keadaan keluarga-keluarga buruh tersebut. Salah satu jalan yang ditempuh untuk memperbaiki keadaan keluarga buruh tersebut adalah dengan jalan mengatur kelahiran. Mengatur kelahiran yang berarti membatasi kelahiran atau juga yang berarti membatasi jumlah besar kecilnya keluarga sesuai dengan kemampuan dan kesadarannya sendiri. Sedang cara-cara yang dipakai waktu itu di Inggris telah dikenal dengan kondom, pantang berkala atau cara-cara yang sederhana ada waktu itu jika dibandingkan dengan masa sekarang. Di samping itu pada masa abad yang bersamaan dengan Maria Stopes, di Amerika Serikat ada seorang lagi sebagai tokoh atau pelopor sejarah KB. Ia adalah bernama Margareth Siregar,lahir di Corny, New York pada tahun 1883, anak keenam dari seorang tukang batu yang mempunyai sebelas orang anak. Pada mulanya ia berkeinginan menjadi pemain panggung (drama) tetapi kemudian memutuskan untuk menjadi juru rawat, Ia kawin dengan William Sanger, seorang arsitek dan mempunyai tiga orang anak. Tidak lama kemudian pernikahannya putus dan ia bekerja padaRumah Sakit Bersalin sebagai perawat kandungan.

b.      Pengalaman Margareth Sanger sebagai juru rawat
Sebagai seorang perawat kandungan, Margareth Sanger banyak menjumpai keluarga-keluarga atau ibu-ibu yang menderita hidupnya karena banyaknya/seringnya melahirkan. Salah satu pengalamannya Margareth Sanger sebagai seorang perawat kandungan di Rumah Sakit di New York adalah seperti dibawah ini :
1)      Peristiwa Saddie Sachs
Pada tahun 1912 Margareth Sanger mendapatkan pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya. Waktu itu ia menghadapi seorang ibu muda berumur 20 tahun yang bernama Saddie Sachs. Karena adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya kehidupan dan juga ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekat melakukan pengguguran kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth Sanger), maka Saddie Sachs sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan hamil lagi, sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan, pada hal ia sudah tidak ingin hamil lagi.
Suatu ketika Saddie Sachs memberanikandiri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai bagaimana caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau dokter menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap. Mendengar jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanyakepada Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Singer tidak dapat memenuhi permintaanserupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang sangat kritis. Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia gugur/ meninggal dunia diatas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekat.
Dengan rasa sedih haru dan kecewa Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang sempat ia kumpulkan, lebih kurang demikian : “Wahai para dokter yang budiman, lihatlah dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang ibu, seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari ketidak mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih mengerti terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan melakukan perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi oleh suatu motif yang kuat. Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu kehamilan/kelahiran yang ia tidak ingini. Hal ini ia telah kemukakan pada waktu persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia berhak untuk mengatur sedemikian rupa.
Namun ketidak acuhan dan ketidak mengertianlah akhirnya merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter, berbuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”. Kiranya kata-kata diataslah merupakan “api” dari sejarah Margareth Sanger. Dan sejak peristiwa tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan cita-citanya dibidang emansipasi wanita khususnya disektor pengaturan kehamilan.

c.       Perjuangan Margareth Sanger
Dari pengalaman-pengalamannya sebagai juru rawat, Margareth Sanger mengetahui benar-benar hausnya ibu-ibu akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial. Dengan segala resiko yang menunggunya, ia terjun kedalam gerakan Brth Control America pada tahun 1912. Tetapi karena ia sendiri tidak mempunyai pengetahuan mengenai metode-metode kontrasepsi, maka ia pergi ke Eropa untuk mempelajari pengetahuan di bidang kontrasepsi, yaitu pada tahun 1913. Sekembalinya dari Eropa, ia menerbitkan bulanan “The Women Rebel” (Pemberontak perempuan). Tulisannya tentang keluarga berencana,pertama kali diterbitkan dalam “The Women Rebel” tahun 1914, ia menggunakan istilah Birth Control, dan bulanan ini dilarang beredar yang dikirim melalui pos (persatuan Comstock).
Buku Margareth Sanger yang berisi metode-metode kontrasepsi adalah berjudul “Family Limitation” (Pembatalan Keluarga) yang terbit tahun 1914 sesudah bersusah payah mencari orang yang berani menerbitkannya. Penerbitan dan penyebarannya direncanakan dengan rapidan rahasia, tetapi segera juga tertangkap. Namun perkaranya masuh ditangguhkan, dan sementara itu Margareth Sanger pergi ke Eropa, dimana ia menambah pengetahuannya mengenai metode kontrasepsi yang terakhir. Buku Family Limatationsegera menjadi populer, ratusan ribu diterbitkan di Amerika dan Inggris yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Sekembalinya dari Eropa (1915) ia tidak segera diadili. Kesempatan ini dipergunakan Margareth Sanger untuk memberikan ceramah-ceramah dan penerangan-penerangan mengenai Birth Control. Sebaliknya beberapa orang telah tertangkap karena bukunya Family Limitation itu.
Sewaktu ia di Eropa, suaminya (Wiliam Siregar) di penjarakan 30 hari karena mmberikan buku Family Limitation kepada seseorang yang katanya memerlukan. Enam orang lainnya ditahan di Portland karena dituduh menjual Family Limitation tersebut.
Kemudian Margareth sanger menentang peraturan yang berlaku yaitu dengan membuka “Klinik Birth Control” yang pertama di Brooklyn, New York pada tanggal 16 Oktober 1916. pada hari pembukaan pertama lebih dari 150 wanita antri diluar, dan diantaranya ada yang bermaksud mengguugurkan kandungannya. Didalam membuka klinik tersebut ia dibantu oleh saudaranya Ethel Byrne (juru rawat) dan seorang lagi yang bernama Fania Maindell. Pada hari kesepuluh, kliniknya disergap dan ia ditangkap. Namun ia dilepaskan kembali dengan dengan memakai jaminan, tetapi tidak lama kemudian ditangkap kembali karena klinik itudibukanya lagi dengan segera. Dalam bulan Nopember 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Salah satu hasil konperensi tersebut adalah pendirian American Birth Control Leaque, dan Margareth Sanger diangkat sebagai Ketuanya.
Dan ini adalah lanjutan dari pada National Birth Control League yang didirikan pada tahun 1917. Pada tahun 1923 New York Birth Control Clinical Research Bureau di buka sebagai bagian dari American Birth Control League, dan ini membuka jalan ke arah pembukaan ratusan klinik di Amerika Serikat, dan seterusnya kerjasama dengan para dokter bertambah erat
International Planned Parrenthod Federation
Margareth Sanger tidak membatasi perjuangan didalam Birth Control di America saja, tetapi ia mengembangkan dan mengorbankan gagasannya dengan terus menerus ke seluruh dunia. Di samping keberaniannya yang luar biasa sebagai pembaharuan sosial, ia mempunyai pandangan jauh ke depan dan kemampuan mengorganisasi yang besar. Terbukti ia mengorganisasikan konperensi internasional pada tahun 1925 di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control Leagues. Atas inisiatifnya juga mengadakan World Population Conference di Jenewa pada tahun 1927. Dari konperensi yang bersejarah ini timbul dua organisasi keilmuan, yaitu ;
1)      International Women for Scientific Study for Population
2)      International Medical Group for the Investigation of Contraception.
Didalam tahun 1948 ia turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood. Sebagai kelanjutannya di dalam konperensi di New Delhi dalam tahun 1952 diresmikanberdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) di bawah pimpinna Margareth Sanger dan Lady Rama Rau dari India.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa gerakan keleuarga berencana yang kita kenal sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh atau pelopor-pelopor di bidang itu.
Misalnya pada tahun 1921 Marie Stopes membuka klinik keluarga berencana yang pertama di Inggris (London). Dan kira-kira sembilan puluh tahun sebelum itu pelopor-pelopor gerakan keluarga berencana Inggris, Francis Place (1771 – 1953) menulis dan menyebarkan pamplet-pamplet keluarga berencana dengan sembunyi-sembunyi. Lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1916 Margareth Sanger membuka klinik keluarga berencana (Klinik Birth Control) di Brooklin, New York yang kemudian segera disergap polisi itu, dan masih banyak lai tokoh atau pelopor-pelopor keluarga berencana yang lain baik di Amerika ataupun di Inggris yang kesemuanya juga tidak lepas dari tantangan-tantangan seperti yang dialami oleh Margareth Sanger maupun Marie Stopes dan Francis Place. Sekarang kalau direnungkan, mengapa Margareth Sanger namanya lebih semarak dan banyak dikenal orang dari pada Marie Stopes, padahal keduanya sama-sama pelopor pejuang dari keluarga berencana. Hal ini disebabkan Margareth Sanger terus berusaha mencapaitujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para bidan-bidan sampai dokter yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebaliknya Marie Stopes tidak demikian, sehingga namanya makin tenggelam. Dengan demikian tepatlah kalau dikatakan bahwa sebagai tonggak permulaan sejarah keluarga berencana adalah Margareth Sange.

C.    Perkembangan KB di Indonesia
1.      Periode Perintisan dan Kepeloporan
b.      Sebelum 1957
1)      Pembatasan kelahiran secara tradisional
Di dalam bab II telah dikemukakan bahwa sebagai salah satu usaha untuk mengatasi pengendalian bertambahnya penduduk yang telah dikemukakan oleh para pengikut Maltus adalah Birth Control. Disamping itu Birth Control ini jugatelah dikembangkan oleh Margareth Sanger di dalam usahanya untuk membatasi kelahiran sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dipelihara dengan baik.
Usaha membatasi kelahiran (Birth Control) sebenarnya secara individual telah banyak dilakukan di Indonesia. Diantaranya yang paling banyak diketahui adalah cara-cara yang banyak digunakan di kalangan masyarakat Jawa. Oleh karena penelitian mengenai hal ini banyak dilakukan di Jawa. Tetapi bukan berarti daerah-daerah di luar Jawa tidak melakukannya, misalnya seperti di Irian Jaya, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.
Jamu-jamu untuk menjarangkan kehamilan juga banyak dikenal oleh orang, meskipun ada usaha untuk menyelidiki secara ilmiah ramuan-ramuan tradisionil itu. Salah satu diantaranya yang banyak dipakai dipedesaan di Jawa adalah air kapur yang dicampur jeruk nipis.
Khususnya di daerah Temanggung dikenal ramuan yang terdiri dari laos pantas yang dicampur gula aren dan garam, jambu sengko dan sebagainya.
Dari penelitian di Temanggung, diperoleh keterangan-keterangan tentang cara-cara pencegahan kehamilan lainnya seperti absistensi (asal dan juga cara semacam doucke atau mobilas liang sanggama setelah persenggamaan yang disebut wisuh.
Namuan dikenal juga cara seperti urut, yang dimaksud untuk menggugurkan kandungan. pantang), Juga semacam rumusan seperti ragi, tapai, pil kina atau minuman keras yang dikenal sebagian ramuan-ramuan untuk menggugurkan.
Sementara itu ilmu pengetahuan berkembang terus. Termasuk juga ilmu kedokteran. Apabila tidak menghendaki lagi kelahiran bayi, maka proses kehamilan itulah yang harus lebih dahulu dicegah.
Angka kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi. Begitu pula dengan kematian ibu-ibu pada waktu melahirkan, hal mana kiranya tak akan terjadi seandainya orang sudah mulai merencanakan keluarganya dan mengatur kelahiran.
Inilah yang telah menyebabkan sejumlah tokoh-tokoh sosial menjadi lebih bertekad untuk berusaha mengatasi keadaan yang menyedihkan itu. Dan niat itu memang sudah lama terkandung dalam hati banyak orang di kalangan masyarakat Indonesia, terutama para ibu rumah tangga, yang menganggap penjarangan kehamilan itu sangat penting demi kesehatan mereka

2)      Perkembangan Birth Control di daerah-daerahdi Indonesia
a)      Di Yogyakarta
Di Yogyakarta, Birth Control ini telah menimbulkan reaksi yang hebat berupa kecaman-kecaman dari masyarakat. Masalah itu telah disinggung oleh Dr. Sulianti yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak pada Kementerian Kesehatan di Yogya, dalam wawancaranya dengan wartawan harian Kedaulatan Rakyat. Harian tersebut kemudian dalam terbitnya tanggal 16 Agustus 1952, menulis sebagai berikut :
“BIVOLKINGSPOLITIEK PERLU DI INDONESIA BERANIKAH KAUM IBU LAKUKAN PEMBATASAN KELAHIRAN ?
Kira-kira sebulan yang lalu, 2 orang utusan dari Headquarters UNICEF di Bangkok, Dr. Sam Keeny dan Hayward mengunjungi Indonesia untuk membicarakan rencana yang diajukan kepada UNICEF. Pada pokoknya rencana itu diterima Dr. Sulianti, pemimpin Jawatan Kesejahteraan Ibu dan Anak di Yogyakarta, kepada Kedaulatan Rakyat menerangkan bahwa rencana yang diajukan kepada UNICEF itu terutama dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam pemeliharaan kesejahteraan ibu dan anak, dan juga untuk lebih melengkapi alat-alat yang dibutuhkan dalam pendidikan tenaga-tenaga kebidanan, termasuk dukun bayi.
Mengenai tenaga-tenaga bidan oleh Dr. Sulianti dinyatakan, bahwa di Indonesia sangat kekurangan tenaga bidan, sehingga kita terpaksa menggunakan tenaga dukun. Atas pertanyaan mengenai kelahiran bayi, oleh Dr. Sulianti diterangkan bahwa menurut statistik di Yogyakarta ini kira-kira 130 dari 1000 bayi yang lahir, meniggal atau 130 pronil, sedang di Bandung angka itu menujukkan 300 promil. Mengenai keadaan yang demikian itu jumlah penduduk Indonesia semakin banyak, maka menurut Dr. Sulianti sebaiknya para ibu harus berani dan mau melakukan pembatasan kelahiran. Juga dipandang dari sudut kesehatan dan ekonomi, pembatasan kelahiran itu perlu dilakukan. Kepada para ahli dianjurkan supaya masalah ini diperjuangkan sampai menjadi bervolkingspolitik. Demikian Dr. Sulianti mengakhiri keterangannya”
Ternyata pemberitaan itu tidak seluruhnya benar. Maka Dr. Sulianti telah menyampaikan koreksi yang dimuat dalam terbitan Kedaulatan Rakyat tanggal 15 September 1952. Akan tetapi masyarakatsudah terlanjur menentukan sikapnya. GOWY (Gabungan Organisasi Wanita Yogyakarta) mengadakan pertemuan dan disamping itu juga oleh pemuka-pemuka agama, dokter-dokter, bidan-bidan. Rapat yang diadakan di jalan Bintaran Wetan 84 itu tegas-tegas menolak pandangan Dr. Sulianti tentang pembatasan kelahiran. Dalam pertemuan itu juga dibentuk suatu panitia yang ditugaskan untuk mempelajari masalah pembatasan untuk merumuskan suatu “Pernyataan Gabungan Organisasi Wanita Yogyakarta”. Pada dasarnya GOWY berpendapat bahwa pembatasan kelahiran merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia, mengakibatkan pembunuhan terhadap bibit-bibit bayi dan bahkan dapat memperluas pelacuran dan merusak moral masyarakat. Rapat tidak menyetujui pembatasan kelahiran sebagai suatu cara untuk mengatasi pertambangan penduduk. Dr. Sulianti dipanggil oleh Menteri Kesehatan dan diperingatkan agar tidak lagi menyinggung masalah yang rawan itu. Peringatan itu diberikan oleh Menteri Kesehatan karena sebelumnya Menteri telah mendapat teguran dari Presiden Indonesia, waktu itu Ir. Soekarno. Dalam sebuah pidato yang diucapkan di Palembang setelah terjadinya “Peristiwa Yogya” itu, Presiden juga menyatakan tidak setuju dengan pembatasan kelahiran. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah pembatasan kelahiran itu belum ditinjau dari sudut kesehatan. Inilah yang mendorong beberapa tokoh wanita yang memandang masalah tersebut dari segi kesehatan, untuk kemudian mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) pada tanggal 12 Nopember 1952, yang diketuai oleh (Ny) Marsidah Soewito. Tujuan Yayasan tersebut tercantum dalam fasal dua Anggaran Dasarnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan anak, pemuda dan ibu. Dalam gerak langkahnya YKK cukup berhati-hati dengan tidak memakai istilah pembatasan kelahiran, melainkan pengaturan kehamilan. Alasan-alasan kesehatanlah yang selalu ditonjolkan demi kelancaran usahanya dan agar tidak menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak dikehendaki.
YKK mendirikan kliniknya yang pertama di jalan Gondoayu. Pengunjung-pengunjung klinik ini yang meminta nasehat untuk mengatur kehamilan dianjurkan melakukan pantangan berkala, azal dan kontrasepsi yang sangat sederhana terbuat dari karet busa yang cukup dicelup air garam.
b)     Perkembangan di Semarang
Pada pertengahan tahun 1958 Dr. Harustiati Subandrio, dr. Judono dan Mrs. Mc. Kinnon (dari The Pathfinder Fund) berkunjung ke Semarang pada kesempatan mana memberikan ceramah-ceramah tentang keluarga berencana kepada anggota-anggota IDI dan isteri-isteri dokter. Dokter Farida B. Heyder yang merasa tertarik oleh gagasan keluarga berencana itu kemudian mulai memberi penerangan tentang keluarga berencana itu kepada ibu-ibu yang mengunjungi poliklinik bagian anak RSUP dan balai-balai kesehatan Ibu dan Anak di kota Semarang. Pada tahuun 1960 ia membuka sebuah klinik keluarga berencana di BKIA Pandanaran dengan bantuan dr. Liem Tjay Sien dan bidan Ny.Sugito.
Meskipun Kepala Kesehatan Kota waktu itu belum dapat menyetujui adanya klinik keluarga berencana, namun pembukaan klinik di Pandanaran itu dimungkinkan berkat bantuan dari IKES dr.Marsidi. Sekembalinya (Ny.Sugito dari Singapura untuk mengikuti latihan keluarga berencana, dibuka lagi 4 klinik keluarga berencana yang semuanya itu ditempatkan di BKIA. Sampai Kongres I PKBI, klinik-klinik itu dipimpin langsung oleh dr.Farida B Heyder yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala KIA Kotamadya Semarang, berhubung belum ada dokter lain yang berminat membantu. Pada tanggal 16 Juni 1963 dibentuk PKBI cabang Semarang yang berkantor di BKIA Pandanaran. Dari tanggal 2 s/d 27 Juli 1963 diadakan seminar tentang keluarga berencana yang diikuti oleh unsur-unsur dari kalangan kedokteran dan masyarakat umum Semua itu telah banyak membantu untuk mencapai kemajuan-kemajuan lebih lanjut dalam bidang keluarga berencana. Perhatian masyarakat menjadi lebih besar dan permohonan-permohonan untuk ceramah meningkat jumlahnya. Diakui bahwa sebagian besar ceramah-ceramah itu diberikan kepada ibu-ibu dari golongan atas dan menengah saja. Sikap pemerintah maupun situasi politik ketika itu tidak mengizinkan diperluasnya rakyat jelata yang sebenarnya lebih membutuhkannya.
Sesudah Kongres I PKBI, perhatian masyarakat mengenai keluarga berencana lebih meningkat lagi, sehingga baik volume maupun frekwensi kegiatan dalam bidang ini menjadi lebih besar. Karena sangat kekurangan tenaga-tenaga ahli maka untuk dapat menampung tambahan pekerja, dikirimnya tenaga-tenaga untuk dilatih, baik ke Jakarta maupun ke luar negeri. Sementara itu, perlu dicatat bahwa banyak bantuan yang telah diterima dari orang-orang seperti antara laindr. Brotoseno dan dr. Sumiani.
c)      Perkembangan di Jakarta
Di Jakarta, ,kegiatan perintisan itu dimulai di bagian Kebidanan RSUP yang dipimpin oleh Prof. Sarwono Prawirohardjo. Di poloklinik kegiatan itu yang dipimpin oleh dr. M.Judono dan dibantu oleh dr. Koen S.
Martiono, sejak tahun 1953 telah dilaksanakan program yang disebut “Post Natal Care”, yaitu pemeriksaan pasien 6 minggu setelah melahirkan.
Perhatian Prof. Sarwono Prawirohadjo dalam masalah pengaturan kelahiran (Birth Control) begitu besar, hingga telah mengirim dr. Juwono ke luar negeri untuk memperdalam pengetahuannya tentang pembatasan kelahiran. Ini merupakan pengiriman orang Indonesiayang pertama dalam bidang ini.
Sebenarnya tidak hanya di poliklinik kebidanan RSUP aja kegiatan pengaturan kehamilan itu dilakukan. Bahkan sebelumnya sejumlah dokter, di kalangan pasiennya masing-masing telah pula mulai menganjurkan untuk mengadakan penjarangan kehamilan. Ini disebabkan karena angka kematian bayi dan ibu masih tetap tinggi dan setelah melihat sendiri penderitaan yang dialami oleh ibu-ibu yang sering melahirkan. Dalam pemeriksaan “post national care” ini, antara lain diberi nasehat tentang mengatur kehamilan. Terutama kepada mereka yang tergolong dalam kelompok berisiko besar bila melahirkan (high risk group). Metode kontrasepsi yang dianjurkan adalah azal, pantang berkala dan kondom.
Disamping itu juga memberikan resep untuk vaginal suppositoria seperti Rendell dan Duraform yang dapat dibeli di apotik.
Akan tetapi beerhubung obat-obat di luar masih sukar diperoleh lagipula mahal harganya, ,maka dipakai cara lain yang sangat sederhana yaitu dengan menggunting kain-kain kasa yang dicelupkan ke dalam liang senggama karena akan menghalangi atau melumpuhkan sel-sel mani (sperma) yang masuk.
Kain kasa ini diberi benang untuk memudahkan yang bersangkutan pada waktu mengeluarkannya.
Dr. Suharto yang ketika itu mempunyai klinik bersalin juga telah mulai memberikan penyuluhan dan pelayanan kepada pasiennya dalam menjarangkan kehamilan. Beliau telah beberapa kali menerbitkan brosur tentang kesehatan yang diberikan dengan Cuma-Cuma kepada pasiennya.
Antara lain juga diterbitkan sebuah brosur tentang pengaturan kehamilan.
Tentu saja brosur ini hanyaterbatas distribusinya yaitu di kalangan pasien Dr. Suharto sendiri. Pada tahun 1956 di BKIA jalan Tarakan, Jakarta, kegiatan pemeriksaan setelah melahirkan dilakukan oleh dr. Koes S. Martinon. Beberapa rumah bersalin mulai mengirimkan pasiennya kesana untuk mendapatkan pemeriksaan. Mereka yang dikirm ke sana biasanya sudah tergolong dalam kelompok berisiko besar. Ketika itu sedikir sekali yang datang atas kemauan sendiri untuk mendapatkan pelayanan dalam menjarangkan kehamilan.
Dalam pada itu penggunaan kain kasa mulai diganti dengan karet busa yang dicelup ke dalam air garam, cara mana juga dipergunakan di India. Cara ini digunakan sampai ditemukannya alatkontrasepsi yang lebih modern. Dr. Hurustiati Subandrio (seorang dokter dan antropolog), selama ada di London dari tahun 1948 hingga 1953 juga sudah menaruh perhatian kepada keluarga berencana. Ini telah mendorong untuk mengadakan hubungan dengan IPPF (International Planned Paranthood Federation) darimana ia mendapat penerangan yang lebih jelas lagi tentang keluarga berencana, ,tidak hanya dari segi medis saja tetapi justru dari segi sosial. Juga dr. Hanifa Wiknjosastro yang pada tahun 1953 mengikuti kuliah post graduate dalam kebidanan di London, setelah membaca buku “Birth Control Today” karangan Marie Stopes, menjadi sangat tertarik oleh Kaluarga Berencana
Di London, alat kontrasepsi merupakan barang biasa yang dijual di toko-toko dengan bebas. Di Indonesia, hal semacam itu tidak dapat dilaksanakan. Membicarakan keluarga berencana secara terang-terangan saja tidak mungkin.
Masyarakat masih belum dapat menerimanya. Apalagi dengan adanya pasal 534 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa dengan terang-terangan mempertunjukkan ikhtiar untuk mencegah hamil, atau dengan menyiarkan tulisan menyatakan dengan tidak diminta bahwa ikhtiar atau pertolongan itu bisa didapat, dapat dihukum dengan kurungan selama-lamanya 2 bulan atau denda sebanyak-banyaknya dua ratus rupiah”.
Itulah sebabnya mengapa dr. Hanifasepulangnya dari London belum dapat menyebarluaskan pengertian pembatasan kelahiran itu. Pada permulaan ia hanya dapat membicarakannya dengan rekan-rekannya saja, terutama ahli-ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Karenabagaimana pun juga dokter-dokter inilah yang nantinya akan memberikan pelayanan dan memegang peranan penting dalam usaha penyebar-luasan gagasan pengaturan kehamilan tersebut.
Kepada dokter-dokter itulah dr. Hanifamulai memberikan ceramah-ceramah dan mendiskusikan masalah pengaturan kehamilan. Dokter Hanifa juga memberikan pelayanan pembatasan kelahiran di poliklinik Kebidanan RSUP, walaupun secara diam-diam. Cara yang digunakan oleh dr. Hanifa ialah cara yang ketika itu populer. Yaitu dengan menggunakan Menzinga Passarium atau Dutch Cap. Pada waktu itu Dr. Hurustiati beberapa bulan bekerja di poliklinik RSUP yang disusun oleh dr. Hanifa. Perlu dicatat bahwa pada tahun 1956 Dr. Hurustiati bersama dengan beberapa tokoh wanila lain, mendirikan sebuah klinik keluarga berencana di Gedung Wanita, Jakarta. Kegiatan klinik itu, seperti juga klinik-klinik lainnya pada masa itu yang memberikan pelayanan keluarga berencana, adalah sangat terbatas dan berjalan dengan diam-diam.
d)     Perkembangan di Jawa Barat
Pada tahun 1952 dikirim sejumlah orang ke Singapura dan Penang, dalam rangka study tour mengenai usaha peningkatan Kesejahteraan Ibu dan
Anak (KIA), yang juga mencakup bidang pengetahuan kehamilan. Pengetahuan yang diperoleh di luar negeri itu, oleh (Ny.).O.Admiral yang turut dalam rombongan tersebut, kemudiandisebarluaskan di beberapa BKIA di Bandung, meskipun dapat dikatakan perkembangannya sangat lambat. Yang menyebar-luaskan gagasan Birth Control di Jawa Barat adalah dr. Z Rachman Mansyur. Dari suaminya yang waktu itu bekerja di Istana Merdeka, beliau mendengar tentang kedatangan dr. Abraham Stone seorang tokoh dalam bidang pembatasan kelahiran. Kedatangan di Indonesia adalah untuk meninjau kemungkinan dapat dilaksanakannya keluarga berencana di Indonesia. Dalam hubungan ini beliau antara laintelah diterima Presiden. Hal ini telah membuat dr. Z. Rachman Mansyur begitu tertarikoleh masalah pembatasan kelahiran, hingga memutuskan untuk khusus mempelajari dibagian kebidanan RSUP di Jakarta, di bawah pimpinan dr. Judono. Dengan seizin DKK Bandungm di rumahnya (Jalan Anggrek, Bandung) klinik Keluarga Berencana pertama dibuka pada tanggal 6 Oktober 1961. bahwa pihak DKK Bandung menaruh perhatian kepada usaha dr. Z Rachman Mansyur terbukti dari pembelian alat-alat kontrasepsi milik DKK untuk disalurkan melalui klinik tersebut.
e)      Perkembangan di Jawa Timur
Setelah mengikuti kursus pemeliharaan kesehatan masyarakat di All Indian Institute of Hygiene and Public Health di Calcuta dari tahun 1955 sampai 1956 dimana juga diberi pendidikan tentang keluarga berencana, (Ny.). Pesik kembali ke Indonesia dengan membawa contoh-contoh alat kontrasepsi yang dengan persetujuan IKES Jawa Timur, dr. Saiful Anwar, dipakainya sebagai bahan ceramah di kalangan bidan-bidan. Pada tahun 1959 dr. Wasito turut serta dalam konperensi nasional tentang keluarga berencana di New Delhi.
Setelah kembali di Indonesia ia dan dr. Pardoko mulai mengadakan ceramah-ceramah tentang keluarga berencana tetapi secara diam-diam. Unsur-unsur dari lembaga Kesehatan Nasional mulai aktif pula dalam penelitian keluarga berencana. Padatahun 1961 dilaksanakan Proyek Cerme dengan bantuan dari Population Counsil,dimana untuk pertama kalinya di Indonesia oleh dr. Pardoko dan dr. Wasito dilakukan KAP study (study mengenai pengetahuan sikap dan praktek keluarga berencana).
Pada tahun 1962 Mrs. Kinnon dari The Pathfinder Fund berkunjung ke Surabaya. Setelah mengadakan tukar pikiran dengan Mrs. Mc. Kinnon ini akhirnya IKES, dr. Syaiful Anwar, menyetujui diberikannya pelayanan keluarga berencana di BKIA-BKIA atas dasar kesehatan.
Mrs. Mc. Kinnon sempat juga mengadakan ceramah di kantor Front Nasional Jawa Timur yang diselenggarakan oleh PKBI. Pada tahun itu dr. kartini dan (Ny) Pesik dan seorang staf dari lembaga Kesehatan Nasional Surabaya dikirim di training centre Singapore atas biaya IPFF. Klinik-klinik keluarga berencana pertama dibuka di DKK Surabaya (Mergoyoso) pada tahun 1962 di bawah pimpinan dr. Kartini dengan supply kontrasepsi dari PKBI.
Meskipun ketika itu keluarga berencana belum merupakan program pemerintah namun RRI Surabaya telah dapat juga dipakai untuk keperluan penerangan keluarga berencana.
f)       Perkembangan di Luar Jawa
Juga di luar Jawa telah diadakan kegiatan-kegiatan dalam bidang keluarga berencana seperti dilukiskan di bawah ini:
1)      Bali – 1959 : Cabang PKBI yang pertama adalah Bali, dengan ketua (Ny) Sutedja, isteri Gubernur Bali, Ketua bagian Medis adalah dr. Esther Wowor,Obstetricts Gynaecoloog, kepala bagian kebidanan, Fakultas Kedokteran Udayana.
Di bagian inilah dimulai percobaan-percobaan obat-obatan kontrasepsi dan teknik kontrasepsi, dengan margulies coil, lippes loop dan sebagainya. Dalam pekerjaan sehari-hari dr. Esther Wowor dibantu oleh suster Augustin Mambo. Usaha keluarga berencana hanya mendapat bantuan dari tokoh-tokoh di Bali, seperti Gubernur Bali sendiri, IKES dr. Djelantik dan (Ny) Wirati Wedastera.
2)      Palembang     – 1962 : Perintisan keluarga berencana di Palembang dilakukan oleh (Ny) Gupito, (Ny) Luki Irsan dan (Ny) Bambang Utoyo. Untuk bagian medis sebagai pelaksana bertindak almarhum dr. Kwik Kim Swie.
3)      Medan – 1963 : Ketua cabang Medan yang pertama adalah dr. Supadmi Sutjipto. PKBI telah dapat memperoleh fasilitas banyak dari dr. Sutjipto yang pada ketika itu menjabat sebagai inspektur Kesehatan Sumatera Utara.
Hubungan dengan Luar Negeri Sementara itu di luar klinik, usaha-usaha perintisan mulai berkembang di masyarakat. (Ny) Supeni yang pada tahun 1952 berkunjung ke India dalam rangka mempelajari pemilihan umum di sana, sempat pula menyaksikan aktivitas pembatasan kelahiran yang dilakukan di negeri itu. Sekembalinya di Indonesia, ia membantu dr. Suharto yang ketika itu memegang bagian pendidikan sosial Partai Nasional Indonesia, memberikan penerangan kepada kaum ibu. (Ny) Hutasoit mulai mengenal keluarga berencana dalam tahun 1952 ketika meninjau kegiatan kesejahteraan sosialdi beberapa negara Eropa. Ketika kemudian berkunjung ke Amerika Serikat, kesempatan ini dipergunakan untuk lebih memperdalam pengetahuannya tentang keluargaberencana itu. Sekembalinya di Indonesia, (Ny) Hutasoit sering mengemukakan tentang perlunya keluarga berencana itu dalam ceramah-ceramahnya kepada kaum ibu.
Pada awal tahun 1957 (Ny.) Marsidah Soewito, ketua YKK Yogyakarta dan dr. Hurustiati yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sub-bagian Pendidikan Kesehatan Kementerian Kesehatan, menghadiri konperensi The Indian Family Planning Association yang ke-3 di Calcuta. Pada kesempatan itu kedua utusan tersebut banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh IPPF yang juga hadir di situ dan mendapat penerangan yang lebih mendalam tentang pembatasan kelahiran. Dalam kunjungan ke Indonesia tersebut mereka mengadakan pembicaraan dengan Mrs. Margareth Roots yang dikirim olehProoter & Gamble, sebuah perusahaan yang menaruh perhatian dasar terhadap kegiatan keluarga berencana di seluruh dunia.
Ini dibuktikan dengan sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh perisahaan tersebut utuk kegiatan-kegiatan keluarga berencana. Mrs. Roots kemudian berkunjung di Indonesia sebagai wakil The Pathfinder Fund. Ia adalah orang asing pertama yang meninjau kegiatan keluarga berencana di Indonesia. Ia sangat tertarik oleh carapencegahan dengan menggunakan alat-alat yang sangat sederhana umpamanya karet busa. Sekembalinya di negerinya, ia seger mengirimkan beberapa gulungan karet busa dari mutu yang paling halus dan sekaleng bubuk busa (foam powder). Tidak lama kemudian The Pathfinder mengirimkan kondom dan tablet busa. Dengan semakin meningkatnya perkembangan-perkembangan ke arah pelaksanaan keluaga berencana itu, maka akhirnya dirasakan perlu adanya suatu wadah yang dapat menampung, mengatur dan mengkoordinir semua kegiatan-kegiatannya selama itu seakan-akan berjalan sendiri-sendiri.

2.Periode Persiapan dan Pelaksanaan
1.      L.K.B.N. (Lembaga Keluarga Berencana Nasional)
Setelah sejak berdirinya PKBI padatahun 1957 melaksanakan usaha-usahanya dengan segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi baik di dalam menyebar-luaskan gagasannya kepada masyarakat maupun di dalam menghadapi reaksi-reaksi pemerintah maka pada akhirnya kongres Nasional I PKBI mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :
a)      PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai Keluarga Berencana yang akan menjadikan program pemerintah PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai program pemerintah segera dilaksanakan
b)      PKBI sanggup untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan program keluarga berencana sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan oleh suatu delegasi PKBI kepada pemerintah yang diwakili oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid Rupanya pernyataan PKBI ini disampaikan tepat pada waktunya dimana suasana sudah lebih menguntungkan untuk perkembangan Keluarga Berencana sebagai Program Nasional yaitu dimana tahun tersebutyaitu 1967 Indonesia menandatangani Declaration of Human Rights. Declarasi tersebut antara lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya mendukung gagasan bahwa adalah hak azasi manusia untuk menentukan jumlah anak yang dikehendakinya. Suatu negara yang turut menandatangani Dokumen International harus dengan sendirinya mentaati segala ketentuannya. Jiwa Deklarasi tersebut tercakup dalam pidato yang diucapkan Presiden Soehartopada tanggal 16 Agustus 1968 di depan sidang DPRGR. Dalam pidato itu dinyatakan juga bahwa pertambahan penduduk di Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan akan tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan, baik yang dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh dari luar negeri. Sebagai langkah pertama, oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid, dibentuk suatu panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga Berencana dijadikan Porgram Nasional.
Dalam pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Panitia Ad Hoc pada bulan Februari 1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah Instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antara lain : Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana ; Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan nomor 36/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan team yang akan mengadakan persiapan bagi pembentukan sebuah lembaga keluarga berencana. Dalam team ini, PKBI diwakili oleh (Ny.) RABS Sjamsjuridjal, (Ny.) O. Djoewari dan Prof Soewono. Sebelumnya pada tanggal 3 Oktober 1968 di Jakarta telah diadakan pertemuan oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa Menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha keluarga berencana. Dalam pertemuan ini PKBI pun mengirimkan wakilnya.
Sebagai hasil dari pertemuan itu, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 17 Oktober 1968 tentang pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat pada umumnya dengan cara:
1)      menjalankan koordinasi-integrasi, sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha keluarga berencana.
2)      mewujudkan saran-saran yang diperlukan kepada Pemerintah mengenai keluarga berencana sebagai program nasional
3)      mengadakan/membina kerjasama antara Indonesia dan negeri dalam bidang Keluarga Berencana, selaras dengan kepentingan Nasional.
4)      Mengusahakan perkembangan keluarga berencana atas dasar sukarela dalam arti seluas-luasnya termasuk pengobatan kemandulan, nasehat perkawinan dan sebagainya.
Wakil PKBI yang duduk dalam pimpinanLKBN ialah Prof. Soewono sebagai wakil ketua I, (Ny.) O. Djoewari sebagai sekretaris umum dan (Ny.) RABS Sjamsjurdijal sebagai bendahara. ada tanggal 17 Oktober 1968 itu juga, Menteri Kesejahteraan Rakyat mengangkat anggota Badan Pertambangan Keluarga Berencana Nasional yang terdiri dari 16 orang, dimana PKBI diwakili olehNani Soewondo SH. Tampaklah dengan jelas bahwa mulai 1968 kegiatan keluarga berencana sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan dengan demikian PKBI dalam kegiatannya tidak lagi diliputi keragu-raguan

Proyek Keluarga Berencana di DKI Jakarta
Dalam masa persiapan ini kiranya tidakboleh dilupakan yang dinamakan proyek Keluarga Berencana DKI Jaya, yang sebenarnya merupakan kegiatan keluarga berencana pertama yang dilakukan secara resmi, yaitu di wilayah DKI Jaya, sebelum keluarga berencana dinyatakan sebagai program nasional.
Pada akhir tahun 1966 Gubernur Ali Sadikin yang mulai merasakan bagaimana pembangunan di Ibukota dapat dipengaruhi oleh rekanan penduduk, meminta kepada dr. Herman Susilo, KepalaDKK, untuk mempelajari kemungkinan-kemungkinan diadakannya kegiatan keluarga berencana secara resmi di Ibukota. Untuk ini dibentuklah sebuah Panitia yang anggota-anggotanya terdiri dari unsur-unsur yang mewakili bidang-bidang yang ada hubungannya dengan keluarga berencana.
Setelah simposium kontrasepsi di bandung bulan Januari 1967, Gubernur Ali Sadikin menganggap waktunya sudah tiba untuk segera mulai dengan kegiatan keluarga berencana secara resmi di DKI Jaya.
Sementara itu dalam pidato-pidato resmi Gubernur DKI senantiasa disinggungnya mengenai pentingnya faktor KB dalam pembangunan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ia merupakan pejabat tinggi Indonesia pertama yang secara terus terang menunjukkan sikap yang positif terhadapkeluarga berencana pada saat itu. Pada tanggal 21 April 1967, tepat pada peringatan Hari Kartini di Balai Kota dilantiknya orang-orang yang akan menyelenggarakan proyek yang dinamakan : Proyek Keluarga Berencana DKI Jaya. Sebagai pemimpin proyek ditunjuk dr. Herman Susilo, sedangkan dr. Koen S.Martiono adalah pelaksana proyek. Kegiatan penerangan dan motivasi mulai diadakan di bawah pimpinan Prof. M. Djoewari (Alm) ditingkat kecamatan dan kelurahan berupa ceramah-ceramah dan pameran alat-alat kontrasepsi.
Pada akhir tahun 1967 diperoleh bantuan berupa kendaraan dari Ford Foundation melalui PKBI. Bantuan ini telah lebih melancarkan kegiatan proyek. Pada awal tahun 1968 diselenggarakan latihan untuk paraPLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) dan pada pertengahan tahun mereka sudah mulai melaksanakan tugasnya di wilayah DKI. Pilot proyek diadakah di daerah Senen dan di daerah pedesaan, di Pondok Pinang. Juga diadakan penelitian selama tahun 1968 dan 1969 (mengenai karakteristik akseptor, kelangsungan minum pil dan pemakaian IUD) dengan bantuan biaya dari PKBI. Dalam rangka pelaksanaan proyek ini , IPPF telah menyumbangkan sebuah Mobile Clinic (klinik keliling) untuk memberikan pelayanan keluarga berencana di tempat-tempat yang telaknya jauh dari klinik. Kesempatan Jakarta Fair pertama telah dimanfaatkan untuk mengadakan pameran keluarga berencana bertempat di stand organisasi wanita maupun pameran tersendiri di Mobile Clinic di lapangan terbuka dalam Jakarta Fair. Setelah berdirinya LKBN (Lembaga keluargaBerencana Nasional) barulah proyek Keluarga Berencana DKI Jaya mendapat subsidi dari pemerintah pusat. Meskipun demikian proyek ini yang kemudian dirubah menjadi bidang Keluarga Berencana, tetap ada di bawah pemerintah DKI Jakarta. Dengan terbentuknya BKKBN maka semua kegiatan dalam bidang Keluarga Berencana dikoordinir oleh bidan ini.
















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Masalah kependudukan adalah suatu masalah yang dihadapi semua bangsa. Masalah yang dianggap mendesak adalah perkembangan penduduk. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap perkembangan penduduk. Teori-teori tersebut pada hakekatnya mencari pemecahan tentang perkembangan penduduk yang cederung meningkat lebih cepat dari pada kebutuhan hidup.
Manfaat Keluarga Berencana terhadap pengendalian penduduk (bangsa dan negara)
a.       Program Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan kependudukan yang merupakan  bagian yang terpadu dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produk nasional.
b.      Manfaat Keluarga Berencana bagi kepentingan nasional adalah meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
c.       Meningkatkan taraf hidup rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk sebanding dengan peningkatan produksi.
Perkembangan Program KB di Indonesia
Dua inti pokok mengapa BKKBN di adakan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan jalan Keluarga Berencana (KB). Jadi dua kata kunci : kualitas manusia dan KB. Kualitas manusia dipengaruhi oleh pendidikan, kesehatan, dan sosial-ekonomi. Pendidikan dapat secara formal di sekolah dan non formal di keluarga dan masyarakat. Kesehatan meliputi kesehatan lahir, spiritual, dan emosional. Kesehatan lahir tergantung pada ketersediaan pangan, sandang, dan papan.


B.     Saran
Diharapkan mahasiswa memahami teori tentang Konsep Kependudukan, Sejarah dan Perkembangan KB di Indonesia sehingga ketika terjun di masyarakat mahasiswa dapat mensosialisasikannya.


DAFTAR PUSTAKA

Atmosiswoyo, Soebiyakto. 1981. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial. Jakarta : EGC















Tidak ada komentar:

Posting Komentar