BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan jumlah penduduk yang banyak. Dapat dilihat dari hasil sensus penduduk
yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan
dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting
terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Pertumbuhan
penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan
masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti
fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan
aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan
perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya.
Pada
saat ini keluarga berencana telah dikenal hampir di seluruh dunia. Di
negara-negara maju, keluarga berencana bukan lagi merupakan suatu program atau
gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakatnya. Sedangkan di
negara-negara berkembang keluarga berenacana masih merupakan program yang
pelaksanaannya harus terus ditingkatkan.
Di Indonesia, tujuan
Program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah :
1. Tujuan
demografis, yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan penduduk. Sebagai
patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan suatu target
demografis berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1971
menjadi 22 permil pada tahun 1990.
2. Tujuan
normative, yaitu dapat dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia.
B.
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami Konsep Kependudukan dan Sejarah dan
Perkembangan KB di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Kependudukan
1.
Pengertian Penduduk
Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan
bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap) –
lahir secara turun temurun dan besar di negara itu.
2.
Dasar Pemikiran
Kependudukan
Masalah
Kependudukan adalah masalah yang sangat penting bagi semua negara,karena
seluruh program pembangunan bagi mata bangsa berdasarkan atas
kenyataan,kependudukan dari suatu bangsa.
Aspek-aspek
kependudukan yang amat penting itu adalah antara lain :
1.
jumlah besarnya
penduduk
2.
jumlah pertumbuhan
penduduk
3.
jumlah kematian
penduduk
4.
jumlah kelahiran
penduduk
5.
jumlah perpindahan
penduduk
a.
Teori Malthus
Orang
yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert
Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824.Kemudian timbul bermacam-macam
pandangan sebagai perbaikan teori Malthus.Dalam edisi pertamanya Essay on
Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
1)
Bahan makanan adalah
penting untuk kehidupan manusia
2)
Nafsu manusia tak dapat
ditahan.
Malthus
juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan.
Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan
kebutuhan hidup.Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk
cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan
hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung).
Menurut
pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan
dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan
jalan :
a)
Preventive checks
Yaitu
faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan
moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain
(1)
Penundaan masa
perkawinan
(2)
Mengendalikan hawa
nafsu
(3)
Pantangan kawin
b) Positive checks
Yaitu
faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk didalamnya
antara lain :
(1)
Bencana Alam
(2)
Wabah penyakit
(3)
Kejahatan
(4)
Peperangan
Positive
checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
(a)
Malthus tidak yakin
akan hasil preventive cheks.
(b)
Ia tak yakin bahwa ilmu
pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
(c)
Ia tak menyukai adanya
orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
(d)
Ia tak membenarkan
bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari
orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara
Akan
tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang
mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah.Disamping itu essaynya
merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan
merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
b.
Beberapa Pandangan
Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam
reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial
dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya
pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
1)
Teori Malthus salah
sama sekali
Golongan
ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi,penanaman modal,
perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju,Malthus menjawab
bahwa :
a)
Tingkat pengembangan
teknologi tidak sama diseluruh negara
b)
Kemampuan yang
berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.
c)
Faktor kesehatan rakyat
dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
d)
Masalah urbanisasi yang
terdapat dimana-mana
e)
Taraf pendidikan rakyat
tidak sama
f)
Proses-proses sosial
yang menghambat kemajuan
g)
Faktor komunikasi dan
infrastruktur yang belum sama peningkatannya
h)
Faktor-faktor sosial ekonomi
serta pelaksanaan distribusinya
i)
Kemampuan sumber alam
tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa
batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat
ditingkatkan lagi.
j)
Masih banyak faktor
lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk
dengan produksi bahan-bahan sandang pangan Teori Malthus tidak berlaku lagi
bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
Teori
Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa.Penganut golongan ini setuju
dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus
ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan
hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak
mungkin.Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah
jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Pengikut-pengikut
teori Malthus antara lain :
a)
Francis Flace (1771 –
1854)
Pada
tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population
atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa
pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur
untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.
b)
Richard Callihie (1790
– 1843)
Ia
menulis buku yang berjudul “What Is Love”, apakah cinta itu menurut dia
1)
Mereka yang berkeluarga
tidak perlu mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat
dipelihara dengan baik.
2)
Wanita yang kurang
sehat tidak perlu menghadapi bahaya maut karena kehamilan
3)
Senggama dapat
dipisahkan dari ketakutan akan kehamilan
c)
Pengikut yang lain
antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia
menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap
tingkah laku dan moral manusia”
d)
Pengikut yang tidak
dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun 1825 – 1904. Ia
berpendapat bahwa keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan
dan moral. Menurut anggapannya kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral
masyarakat.
B.
Sejarah Lahirnya Ide KB
Keluarga Berencana sebagai salah
satu usaha untuk mengatasi masalah kependudukan seperti dikemukakan diatas, pada umumnya orang
berpendapat bahwa ide keluarga berencana tersebut adalah suatu hal yang baru.
Pendapat yang demikian ini adalah
tidak benar, sebab keluarga berencana (yang dimaksud disini mencegah kehamilan) sudah ada
sejak jaman dahulu. Memang di Indonesia adanya keluarga berencana masih baru
(abad XX) dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat jauh
sebelum itu sudah ada usaha-usaha unruk mencegah kelangsungan hidup seorang
bayi/anak yang karena tidak diinginkan,
atau pencegahan kelahiran/kehamilan karena alasan-alasan ekonomi, sosial dan
lain-lain.
1.
Perkembangan cara-cara manusia untuk
menolak anak yang tidak diinginkan.
Pada zaman dahulu cara-cara untuk
menolak anak yang tidak diiinginkan ada 3 cara yaitu :
a. dengan membunuh anak yang sudah
lahir
Cara yang demikian ini adalah paling
kuno dan paling biadab, karena orang membunuh anaknya sendiri. Latar belakang
orang mau melakukan pembunuhan hidup-hidup terhadap anak sendiri adalah :
1) untuk menutup malu ;
2) karena tekanan ekonomi ;
3) karena kepentingan lain (mengambil
yang diperlukan dan membuang yang tidak perlu)
Negara-negara
yang mengalami peristiwa ini antara lain Yunani purba,Arab Jahiliah, Tiongkok
kuno dan Mesir kuno.
b. Dengan cara pengguguran kandungan
(abortus provacatus)
Cara ini lebih lunak bila
dibandingkan dengan cara membunuh anak yang sudah lahir. Namun cara ini banyak
mengakibatkan ibu-ibu yang melakukan pengguguran kandungan juga ikut mati,
karena menjadi korban dari pernbuatan yang dilakukan. Cara yang dipergunakan untuk
menggugurkan kandungan yaitu dengan jalan meminum ramuan atau dengan jalan
dipijat oleh seorang dukun. Karena perkembangan jaman dan juga karena ditentang
agama atau adat maka kedua cara tersebut di atas sudah ditinggalkan orang dan
merupakan suatu perbuatan yang dilarang
c. Dengan cara mencegah atau mengatur
kehamilan
Dalam mencegah dan mengatur
kehamilan ini dengan menggunakan alat. Ada dua cara yang dilakukan orang untuk
mencegah dan mengatur terjadinya kehamilan yaitu :
1) Dengan alat kontrasepsi
2) Dengan tanpa alat, misalnya dengan
azal, pantang berkala.
Dari
uraian di atas ada tiga perkembangan usaha manusia untuk menolak anak yang
tidak diinginkan.Dilihat dari resiko yang menimpa pada diri para ibu maupun
diterima/tidak usah tersebut oleh agama,adat, masyarakat /negara maka usaha
ketigalah yang banyak dilakukan orang sampai sekarang,yaitu dengan cara
mencegah atau mengatur kehamilan.
2.
Margareth Sanger (1883-1966)
Dari uraian yang dikemukakan di atas
timbullah pertanyaan “Kapankah terjadinya tanggal sejarah permulaan
didudukkannya alat kontrasepsi sebagai sarana yang bersifat medis dan dilandasi
keilmuan (ilmiah) ? Sebagai jawaban dari pertanyaan di atas marilah kita ikuti
uraian dibawah ini.
a.
Perintis KB di Inggris
Keluarga berencana mula-mula timbul dari
kelompok orang-orang yang menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada awal
abad XIX di Inggris, keluarga berencana mulai dibicarakan orang.
Pada masa abad XIX sebagian besar
kaumpekerja buruh di kota-kota besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan
hidupnya sangat buruk. Mereka sangat kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini
sebagai akibat dari adanya undang-undang perburuhan yang belum sempurna.,
jaminan sosial buruh tidak mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak
dibatasi, sehingga hal ini menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita.
Disamping itu yang sangat menyolok adanya waktu untuk istirahat dan
rekreasi/hiburan pada buruh sama sekali hampir tidak ada. Salah satu hiburannya
diwaktu istirahat dirumah hanyalah ketemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa
hiburan para buruh ketika itu satu-satunya hanyalah dengan istri.
1) Marie Stoppes (1880-1950)
Keadaan keluarga kaum pekerja buruh
seperti diatas banyak dijumpai oleh seorang yang bernama Marie Stoppes. Marie
Stoppes banyak mengetahui keadaan keluarga kaum buruh di Inggris itu karena ia
seorang bidan di Inggrisdan pekerjaannya mengadakan kunjungan-kunjungan rumah
keluarga untuk memberikan pertolongan pada keluarga buruh-buruh, sehingga ia
benar-benar mengetahui dan mengalami sendiri keadaan keluarga yang sangat
menyedihkan itu ditambah lagi banyak anak. Melihat kenyataan ini timbullah ide
dari Maria Stoppes untuk memperbaiki keadaan keluarga-keluarga buruh tersebut.
Salah satu jalan yang ditempuh untuk memperbaiki keadaan keluarga buruh
tersebut adalah dengan jalan mengatur kelahiran. Mengatur kelahiran yang
berarti membatasi kelahiran atau juga yang berarti membatasi jumlah besar
kecilnya keluarga sesuai dengan kemampuan dan kesadarannya sendiri. Sedang cara-cara
yang dipakai waktu itu di Inggris telah dikenal dengan kondom, pantang berkala
atau cara-cara yang sederhana ada waktu itu jika dibandingkan dengan masa
sekarang. Di samping itu pada masa abad yang bersamaan dengan Maria Stopes, di
Amerika Serikat ada seorang lagi sebagai tokoh atau pelopor sejarah KB. Ia
adalah bernama Margareth Siregar,lahir di Corny, New York pada tahun 1883, anak
keenam dari seorang tukang batu yang mempunyai sebelas orang anak. Pada mulanya
ia berkeinginan menjadi pemain panggung (drama) tetapi kemudian memutuskan
untuk menjadi juru rawat, Ia kawin dengan William Sanger, seorang arsitek dan
mempunyai tiga orang anak. Tidak lama kemudian pernikahannya putus dan ia
bekerja padaRumah Sakit Bersalin sebagai perawat kandungan.
b.
Pengalaman Margareth Sanger sebagai
juru rawat
Sebagai seorang perawat kandungan,
Margareth Sanger banyak menjumpai keluarga-keluarga atau ibu-ibu yang menderita
hidupnya karena banyaknya/seringnya melahirkan. Salah satu pengalamannya
Margareth Sanger sebagai seorang perawat kandungan di Rumah Sakit di New York
adalah seperti dibawah ini :
1) Peristiwa Saddie Sachs
Pada tahun 1912 Margareth Sanger
mendapatkan pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya. Waktu itu ia
menghadapi seorang ibu muda berumur 20 tahun yang bernama Saddie Sachs. Karena
adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya kehidupan dan
juga ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekat melakukan pengguguran
kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit selama
beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth
Sanger), maka Saddie Sachs sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan
hamil lagi, sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat
dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan,
pada hal ia sudah tidak ingin hamil lagi.
Suatu ketika Saddie Sachs
memberanikandiri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai bagaimana
caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau dokter
menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap. Mendengar
jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanyakepada
Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Singer tidak dapat memenuhi
permintaanserupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri
tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs
memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang
sangat kritis. Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan
lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia gugur/ meninggal
dunia diatas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan
yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekat.
Dengan rasa sedih haru dan kecewa
Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang sempat ia
kumpulkan, lebih kurang demikian : “Wahai para dokter yang budiman, lihatlah
dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang ibu,
seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari ketidak
mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih mengerti
terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan melakukan
perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi oleh suatu
motif yang kuat. Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu
kehamilan/kelahiran yang ia tidak ingini. Hal ini ia telah kemukakan pada waktu
persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia berhak untuk mengatur
sedemikian rupa.
Namun ketidak acuhan dan ketidak
mengertianlah akhirnya merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter,
berbuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”. Kiranya
kata-kata diataslah merupakan “api” dari sejarah Margareth Sanger. Dan sejak
peristiwa tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan
cita-citanya dibidang emansipasi wanita khususnya disektor pengaturan
kehamilan.
c.
Perjuangan Margareth
Sanger
Dari pengalaman-pengalamannya
sebagai juru rawat, Margareth Sanger mengetahui benar-benar hausnya ibu-ibu
akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial.
Dengan segala resiko yang menunggunya, ia terjun kedalam gerakan Brth Control
America pada tahun 1912. Tetapi karena ia sendiri tidak mempunyai pengetahuan
mengenai metode-metode kontrasepsi, maka ia pergi ke Eropa untuk mempelajari
pengetahuan di bidang kontrasepsi, yaitu pada tahun 1913. Sekembalinya dari
Eropa, ia menerbitkan bulanan “The Women Rebel” (Pemberontak perempuan).
Tulisannya tentang keluarga berencana,pertama kali diterbitkan dalam “The Women
Rebel” tahun 1914, ia menggunakan istilah Birth Control, dan bulanan ini
dilarang beredar yang dikirim melalui pos (persatuan Comstock).
Buku Margareth Sanger yang berisi
metode-metode kontrasepsi adalah berjudul “Family Limitation” (Pembatalan
Keluarga) yang terbit tahun 1914 sesudah bersusah payah mencari orang yang
berani menerbitkannya. Penerbitan dan penyebarannya direncanakan dengan rapidan
rahasia, tetapi segera juga tertangkap. Namun perkaranya masuh ditangguhkan,
dan sementara itu Margareth Sanger pergi ke Eropa, dimana ia menambah
pengetahuannya mengenai metode kontrasepsi yang terakhir. Buku Family Limatationsegera
menjadi populer, ratusan ribu diterbitkan di Amerika dan Inggris yang
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Sekembalinya dari Eropa (1915) ia
tidak segera diadili. Kesempatan ini dipergunakan Margareth Sanger untuk
memberikan ceramah-ceramah dan penerangan-penerangan mengenai Birth Control.
Sebaliknya beberapa orang telah tertangkap karena bukunya Family Limitation
itu.
Sewaktu ia di Eropa, suaminya
(Wiliam Siregar) di penjarakan 30 hari karena mmberikan buku Family Limitation
kepada seseorang yang katanya memerlukan. Enam orang lainnya ditahan di
Portland karena dituduh menjual Family Limitation tersebut.
Kemudian Margareth sanger menentang
peraturan yang berlaku yaitu dengan membuka “Klinik Birth Control” yang pertama
di Brooklyn, New York pada tanggal 16 Oktober 1916. pada hari pembukaan pertama
lebih dari 150 wanita antri diluar, dan diantaranya ada yang bermaksud
mengguugurkan kandungannya. Didalam membuka klinik tersebut ia dibantu oleh
saudaranya Ethel Byrne (juru rawat) dan seorang lagi yang bernama Fania
Maindell. Pada hari kesepuluh, kliniknya disergap dan ia ditangkap. Namun ia
dilepaskan kembali dengan dengan memakai jaminan, tetapi tidak lama kemudian
ditangkap kembali karena klinik itudibukanya lagi dengan segera. Dalam bulan Nopember
1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Salah
satu hasil konperensi tersebut adalah pendirian American Birth Control Leaque,
dan Margareth Sanger diangkat sebagai Ketuanya.
Dan ini adalah lanjutan dari pada
National Birth Control League yang didirikan pada tahun 1917. Pada tahun 1923
New York Birth Control Clinical Research Bureau di buka sebagai bagian dari
American Birth Control League, dan ini membuka jalan ke arah pembukaan ratusan
klinik di Amerika Serikat, dan seterusnya kerjasama dengan para dokter
bertambah erat
International Planned Parrenthod
Federation
Margareth Sanger tidak membatasi
perjuangan didalam Birth Control di America saja, tetapi ia mengembangkan dan
mengorbankan gagasannya dengan terus menerus ke seluruh dunia. Di samping
keberaniannya yang luar biasa sebagai pembaharuan sosial, ia mempunyai
pandangan jauh ke depan dan kemampuan mengorganisasi yang besar. Terbukti ia
mengorganisasikan konperensi internasional pada tahun 1925 di New York yang menghasilkan
pembentukan International Federation of Birth Control Leagues. Atas
inisiatifnya juga mengadakan World Population Conference di Jenewa pada tahun
1927. Dari konperensi yang bersejarah ini timbul dua organisasi keilmuan, yaitu
;
1) International Women for Scientific
Study for Population
2) International Medical Group for the
Investigation of Contraception.
Didalam
tahun 1948 ia turut aktif di dalam pembentukan International Committee on
Planned Parenthood. Sebagai kelanjutannya di dalam konperensi di New Delhi
dalam tahun 1952 diresmikanberdirinya International Planned Parenthood
Federation (IPPF) di bawah pimpinna Margareth Sanger dan Lady Rama Rau dari
India.
Dari
uraian diatas menunjukkan bahwa gerakan keleuarga berencana yang kita kenal
sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh atau pelopor-pelopor di bidang itu.
Misalnya
pada tahun 1921 Marie Stopes membuka klinik keluarga berencana yang pertama di
Inggris (London). Dan kira-kira sembilan puluh tahun sebelum itu
pelopor-pelopor gerakan keluarga berencana Inggris, Francis Place (1771 – 1953)
menulis dan menyebarkan pamplet-pamplet keluarga berencana dengan
sembunyi-sembunyi. Lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1916 Margareth Sanger
membuka klinik keluarga berencana (Klinik Birth Control) di Brooklin, New York
yang kemudian segera disergap polisi itu, dan masih banyak lai tokoh atau
pelopor-pelopor keluarga berencana yang lain baik di Amerika ataupun di Inggris
yang kesemuanya juga tidak lepas dari tantangan-tantangan seperti yang dialami
oleh Margareth Sanger maupun Marie Stopes dan Francis Place. Sekarang kalau
direnungkan, mengapa Margareth Sanger namanya lebih semarak dan banyak dikenal
orang dari pada Marie Stopes, padahal keduanya sama-sama pelopor pejuang dari
keluarga berencana. Hal ini disebabkan Margareth Sanger terus berusaha
mencapaitujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya
yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para bidan-bidan sampai dokter
yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu,
usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Sebaliknya Marie Stopes tidak demikian, sehingga namanya makin
tenggelam. Dengan demikian tepatlah kalau dikatakan bahwa sebagai tonggak
permulaan sejarah keluarga berencana adalah Margareth Sange.
C.
Perkembangan KB di Indonesia
1.
Periode Perintisan dan Kepeloporan
b.
Sebelum 1957
1)
Pembatasan kelahiran secara
tradisional
Di dalam bab II telah dikemukakan
bahwa sebagai salah satu usaha untuk mengatasi pengendalian bertambahnya
penduduk yang telah dikemukakan oleh para pengikut Maltus adalah Birth Control.
Disamping itu Birth Control ini jugatelah dikembangkan oleh Margareth Sanger di
dalam usahanya untuk membatasi kelahiran sehingga kesehatan ibu dan anak dapat
dipelihara dengan baik.
Usaha membatasi kelahiran (Birth
Control) sebenarnya secara individual telah banyak dilakukan di Indonesia.
Diantaranya yang paling banyak diketahui adalah cara-cara yang banyak digunakan
di kalangan masyarakat Jawa. Oleh karena penelitian mengenai hal ini banyak
dilakukan di Jawa. Tetapi bukan berarti daerah-daerah di luar Jawa tidak
melakukannya, misalnya seperti di Irian Jaya, Kalimantan Tengah, dan
sebagainya.
Jamu-jamu untuk menjarangkan
kehamilan juga banyak dikenal oleh orang, meskipun ada usaha untuk menyelidiki
secara ilmiah ramuan-ramuan tradisionil itu. Salah satu diantaranya yang banyak
dipakai dipedesaan di Jawa adalah air kapur yang dicampur jeruk nipis.
Khususnya di daerah Temanggung
dikenal ramuan yang terdiri dari laos pantas yang dicampur gula aren dan garam,
jambu sengko dan sebagainya.
Dari penelitian di Temanggung,
diperoleh keterangan-keterangan tentang cara-cara pencegahan kehamilan lainnya
seperti absistensi (asal dan juga cara semacam doucke atau mobilas liang
sanggama setelah persenggamaan yang disebut wisuh.
Namuan dikenal juga cara seperti
urut, yang dimaksud untuk menggugurkan kandungan. pantang), Juga semacam
rumusan seperti ragi, tapai, pil kina atau minuman keras yang dikenal sebagian
ramuan-ramuan untuk menggugurkan.
Sementara itu ilmu pengetahuan
berkembang terus. Termasuk juga ilmu kedokteran. Apabila tidak menghendaki lagi
kelahiran bayi, maka proses kehamilan itulah yang harus lebih dahulu dicegah.
Angka kematian bayi di Indonesia
tergolong tinggi. Begitu pula dengan kematian ibu-ibu pada waktu melahirkan,
hal mana kiranya tak akan terjadi seandainya orang sudah mulai merencanakan
keluarganya dan mengatur kelahiran.
Inilah yang telah menyebabkan
sejumlah tokoh-tokoh sosial menjadi lebih bertekad untuk berusaha mengatasi
keadaan yang menyedihkan itu. Dan niat itu memang sudah lama terkandung dalam
hati banyak orang di kalangan masyarakat Indonesia, terutama para ibu rumah
tangga, yang menganggap penjarangan kehamilan itu sangat penting demi kesehatan
mereka
2)
Perkembangan Birth Control di
daerah-daerahdi Indonesia
a)
Di Yogyakarta
Di Yogyakarta, Birth Control ini
telah menimbulkan reaksi yang hebat berupa kecaman-kecaman dari masyarakat.
Masalah itu telah disinggung oleh Dr. Sulianti yang pada waktu itu menjabat
sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak pada Kementerian Kesehatan di
Yogya, dalam wawancaranya dengan wartawan harian Kedaulatan Rakyat. Harian
tersebut kemudian dalam terbitnya tanggal 16 Agustus 1952, menulis sebagai
berikut :
“BIVOLKINGSPOLITIEK PERLU DI
INDONESIA BERANIKAH KAUM IBU LAKUKAN PEMBATASAN KELAHIRAN ?
Kira-kira sebulan yang lalu, 2 orang
utusan dari Headquarters UNICEF di Bangkok, Dr. Sam Keeny dan Hayward
mengunjungi Indonesia untuk membicarakan rencana yang diajukan kepada UNICEF.
Pada pokoknya rencana itu diterima Dr. Sulianti, pemimpin Jawatan
Kesejahteraan Ibu dan Anak di Yogyakarta, kepada Kedaulatan Rakyat menerangkan
bahwa rencana yang diajukan kepada UNICEF itu terutama dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan kemampuan dalam pemeliharaan kesejahteraan ibu dan anak, dan juga
untuk lebih melengkapi alat-alat yang dibutuhkan dalam pendidikan tenaga-tenaga
kebidanan, termasuk dukun bayi.
Mengenai tenaga-tenaga bidan oleh
Dr. Sulianti dinyatakan, bahwa di Indonesia sangat kekurangan tenaga bidan,
sehingga kita terpaksa menggunakan tenaga dukun. Atas pertanyaan mengenai
kelahiran bayi, oleh Dr. Sulianti diterangkan bahwa menurut statistik di
Yogyakarta ini kira-kira 130 dari 1000 bayi yang lahir, meniggal atau 130
pronil, sedang di Bandung angka itu menujukkan 300 promil. Mengenai keadaan
yang demikian itu jumlah penduduk Indonesia semakin banyak, maka menurut Dr.
Sulianti sebaiknya para ibu harus berani dan mau melakukan pembatasan
kelahiran. Juga dipandang dari sudut kesehatan dan ekonomi, pembatasan
kelahiran itu perlu dilakukan. Kepada para ahli dianjurkan supaya masalah ini
diperjuangkan sampai menjadi bervolkingspolitik. Demikian Dr. Sulianti
mengakhiri keterangannya”
Ternyata pemberitaan itu tidak
seluruhnya benar. Maka Dr. Sulianti telah menyampaikan koreksi yang dimuat dalam
terbitan Kedaulatan Rakyat tanggal 15 September 1952. Akan tetapi
masyarakatsudah terlanjur menentukan sikapnya. GOWY (Gabungan Organisasi Wanita
Yogyakarta) mengadakan pertemuan dan disamping itu juga oleh pemuka-pemuka
agama, dokter-dokter, bidan-bidan. Rapat yang diadakan di jalan Bintaran Wetan
84 itu tegas-tegas menolak pandangan Dr. Sulianti tentang pembatasan kelahiran.
Dalam pertemuan itu juga dibentuk suatu panitia yang ditugaskan untuk
mempelajari masalah pembatasan untuk merumuskan suatu “Pernyataan Gabungan
Organisasi Wanita Yogyakarta”. Pada dasarnya GOWY berpendapat bahwa pembatasan
kelahiran merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia,
mengakibatkan pembunuhan terhadap bibit-bibit bayi dan bahkan dapat memperluas
pelacuran dan merusak moral masyarakat. Rapat tidak menyetujui pembatasan
kelahiran sebagai suatu cara untuk mengatasi pertambangan penduduk. Dr.
Sulianti dipanggil oleh Menteri Kesehatan dan diperingatkan agar tidak lagi
menyinggung masalah yang rawan itu. Peringatan itu diberikan oleh Menteri
Kesehatan karena sebelumnya Menteri telah mendapat teguran dari Presiden
Indonesia, waktu itu Ir. Soekarno. Dalam sebuah pidato yang diucapkan di
Palembang setelah terjadinya “Peristiwa Yogya” itu, Presiden juga menyatakan tidak
setuju dengan pembatasan kelahiran. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah pembatasan kelahiran itu belum ditinjau dari sudut kesehatan.
Inilah yang mendorong beberapa tokoh wanita yang memandang masalah tersebut
dari segi kesehatan, untuk kemudian mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga
(YKK) pada tanggal 12 Nopember 1952, yang diketuai oleh (Ny) Marsidah Soewito.
Tujuan Yayasan tersebut tercantum dalam fasal dua Anggaran Dasarnya, yaitu
meningkatkan kesejahteraan anak, pemuda dan ibu. Dalam gerak langkahnya YKK
cukup berhati-hati dengan tidak memakai istilah pembatasan kelahiran, melainkan
pengaturan kehamilan. Alasan-alasan kesehatanlah yang selalu ditonjolkan demi
kelancaran usahanya dan agar tidak menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak
dikehendaki.
YKK mendirikan kliniknya yang
pertama di jalan Gondoayu. Pengunjung-pengunjung klinik ini yang meminta
nasehat untuk mengatur kehamilan dianjurkan melakukan pantangan berkala, azal
dan kontrasepsi yang sangat sederhana terbuat dari karet busa yang cukup
dicelup air garam.
b)
Perkembangan di Semarang
Pada
pertengahan tahun 1958 Dr. Harustiati Subandrio, dr. Judono dan Mrs. Mc. Kinnon
(dari The Pathfinder Fund) berkunjung ke Semarang pada kesempatan mana
memberikan ceramah-ceramah tentang keluarga berencana kepada anggota-anggota
IDI dan isteri-isteri dokter. Dokter Farida B. Heyder yang merasa tertarik oleh
gagasan keluarga berencana itu kemudian mulai memberi penerangan tentang
keluarga berencana itu kepada ibu-ibu yang mengunjungi poliklinik bagian anak
RSUP dan balai-balai kesehatan Ibu dan Anak di kota Semarang. Pada tahuun 1960
ia membuka sebuah klinik keluarga berencana di BKIA Pandanaran dengan bantuan
dr. Liem Tjay Sien dan bidan Ny.Sugito.
Meskipun
Kepala Kesehatan Kota waktu itu belum dapat menyetujui adanya klinik keluarga
berencana, namun pembukaan klinik di Pandanaran itu dimungkinkan berkat bantuan
dari IKES dr.Marsidi. Sekembalinya (Ny.Sugito dari Singapura untuk mengikuti
latihan keluarga berencana, dibuka lagi 4 klinik keluarga berencana yang
semuanya itu ditempatkan di BKIA. Sampai Kongres I PKBI, klinik-klinik itu
dipimpin langsung oleh dr.Farida B Heyder yang pada waktu itu menjabat sebagai
Kepala KIA Kotamadya Semarang, berhubung belum ada dokter lain yang berminat
membantu. Pada tanggal 16 Juni 1963 dibentuk PKBI cabang Semarang yang
berkantor di BKIA Pandanaran. Dari tanggal 2 s/d 27 Juli 1963 diadakan seminar
tentang keluarga berencana yang diikuti oleh unsur-unsur dari kalangan
kedokteran dan masyarakat umum Semua itu telah banyak membantu untuk mencapai
kemajuan-kemajuan lebih lanjut dalam bidang keluarga berencana. Perhatian
masyarakat menjadi lebih besar dan permohonan-permohonan untuk ceramah
meningkat jumlahnya. Diakui bahwa sebagian besar ceramah-ceramah itu diberikan
kepada ibu-ibu dari golongan atas dan menengah saja. Sikap pemerintah maupun
situasi politik ketika itu tidak mengizinkan diperluasnya rakyat jelata yang
sebenarnya lebih membutuhkannya.
Sesudah
Kongres I PKBI, perhatian masyarakat mengenai keluarga berencana lebih
meningkat lagi, sehingga baik volume maupun frekwensi kegiatan dalam bidang ini
menjadi lebih besar. Karena sangat kekurangan tenaga-tenaga ahli maka untuk
dapat menampung tambahan pekerja, dikirimnya tenaga-tenaga untuk dilatih, baik
ke Jakarta maupun ke luar negeri. Sementara itu, perlu dicatat bahwa banyak
bantuan yang telah diterima dari orang-orang seperti antara laindr. Brotoseno
dan dr. Sumiani.
c)
Perkembangan di Jakarta
Di Jakarta, ,kegiatan perintisan itu
dimulai di bagian Kebidanan RSUP yang dipimpin oleh Prof. Sarwono
Prawirohardjo. Di poloklinik kegiatan itu yang dipimpin oleh dr. M.Judono dan
dibantu oleh dr. Koen S.
Martiono, sejak tahun 1953 telah
dilaksanakan program yang disebut “Post Natal Care”, yaitu pemeriksaan pasien 6
minggu setelah melahirkan.
Perhatian Prof. Sarwono Prawirohadjo
dalam masalah pengaturan kelahiran (Birth Control) begitu besar, hingga telah
mengirim dr. Juwono ke luar negeri untuk memperdalam pengetahuannya tentang
pembatasan kelahiran. Ini merupakan pengiriman orang Indonesiayang pertama
dalam bidang ini.
Sebenarnya tidak hanya di poliklinik
kebidanan RSUP aja kegiatan pengaturan kehamilan itu dilakukan. Bahkan
sebelumnya sejumlah dokter, di kalangan pasiennya masing-masing telah pula
mulai menganjurkan untuk mengadakan penjarangan kehamilan. Ini disebabkan
karena angka kematian bayi dan ibu masih tetap tinggi dan setelah melihat
sendiri penderitaan yang dialami oleh ibu-ibu yang sering melahirkan. Dalam
pemeriksaan “post national care” ini, antara lain diberi nasehat tentang
mengatur kehamilan. Terutama kepada mereka yang tergolong dalam kelompok
berisiko besar bila melahirkan (high risk group). Metode kontrasepsi yang
dianjurkan adalah azal, pantang berkala dan kondom.
Disamping itu juga memberikan resep
untuk vaginal suppositoria seperti Rendell dan Duraform yang dapat dibeli di
apotik.
Akan tetapi beerhubung obat-obat di
luar masih sukar diperoleh lagipula mahal harganya, ,maka dipakai cara lain
yang sangat sederhana yaitu dengan menggunting kain-kain kasa yang dicelupkan
ke dalam liang senggama karena akan menghalangi atau melumpuhkan sel-sel mani
(sperma) yang masuk.
Kain kasa ini diberi benang untuk
memudahkan yang bersangkutan pada waktu mengeluarkannya.
Dr. Suharto yang ketika itu
mempunyai klinik bersalin juga telah mulai memberikan penyuluhan dan pelayanan
kepada pasiennya dalam menjarangkan kehamilan. Beliau telah beberapa kali
menerbitkan brosur tentang kesehatan yang diberikan dengan Cuma-Cuma kepada
pasiennya.
Antara lain juga diterbitkan sebuah
brosur tentang pengaturan kehamilan.
Tentu saja brosur ini hanyaterbatas
distribusinya yaitu di kalangan pasien Dr. Suharto sendiri. Pada tahun 1956 di
BKIA jalan Tarakan, Jakarta, kegiatan pemeriksaan setelah melahirkan dilakukan
oleh dr. Koes S. Martinon. Beberapa rumah bersalin mulai mengirimkan pasiennya
kesana untuk mendapatkan pemeriksaan. Mereka yang dikirm ke sana biasanya sudah
tergolong dalam kelompok berisiko besar. Ketika itu sedikir sekali yang datang
atas kemauan sendiri untuk mendapatkan pelayanan dalam menjarangkan kehamilan.
Dalam pada itu penggunaan kain kasa
mulai diganti dengan karet busa yang dicelup ke dalam air garam, cara mana juga
dipergunakan di India. Cara ini digunakan sampai ditemukannya alatkontrasepsi
yang lebih modern. Dr. Hurustiati Subandrio (seorang dokter dan antropolog),
selama ada di London dari tahun 1948 hingga 1953 juga sudah menaruh perhatian
kepada keluarga berencana. Ini telah mendorong untuk mengadakan hubungan dengan
IPPF (International Planned Paranthood Federation) darimana ia mendapat
penerangan yang lebih jelas lagi tentang keluarga berencana, ,tidak hanya dari
segi medis saja tetapi justru dari segi sosial. Juga dr. Hanifa Wiknjosastro
yang pada tahun 1953 mengikuti kuliah post graduate dalam kebidanan di London,
setelah membaca buku “Birth Control Today” karangan Marie Stopes, menjadi
sangat tertarik oleh Kaluarga Berencana
Di London, alat kontrasepsi
merupakan barang biasa yang dijual di toko-toko dengan bebas. Di Indonesia, hal
semacam itu tidak dapat dilaksanakan. Membicarakan keluarga berencana secara
terang-terangan saja tidak mungkin.
Masyarakat masih belum dapat
menerimanya. Apalagi dengan adanya pasal 534 KUHP yang berbunyi sebagai berikut
: “Barang siapa dengan terang-terangan mempertunjukkan ikhtiar untuk mencegah
hamil, atau dengan menyiarkan tulisan menyatakan dengan tidak diminta bahwa
ikhtiar atau pertolongan itu bisa didapat, dapat dihukum dengan kurungan selama-lamanya
2 bulan atau denda sebanyak-banyaknya dua ratus rupiah”.
Itulah sebabnya mengapa dr.
Hanifasepulangnya dari London belum dapat menyebarluaskan pengertian pembatasan
kelahiran itu. Pada permulaan ia hanya dapat membicarakannya dengan
rekan-rekannya saja, terutama ahli-ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Karenabagaimana pun juga dokter-dokter inilah yang nantinya akan memberikan
pelayanan dan memegang peranan penting dalam usaha penyebar-luasan gagasan
pengaturan kehamilan tersebut.
Kepada dokter-dokter itulah dr.
Hanifamulai memberikan ceramah-ceramah dan mendiskusikan masalah pengaturan
kehamilan. Dokter Hanifa juga memberikan pelayanan pembatasan kelahiran di
poliklinik Kebidanan RSUP, walaupun secara diam-diam. Cara yang digunakan oleh
dr. Hanifa ialah cara yang ketika itu populer. Yaitu dengan menggunakan
Menzinga Passarium atau Dutch Cap. Pada waktu itu Dr. Hurustiati beberapa bulan
bekerja di poliklinik RSUP yang disusun oleh dr. Hanifa. Perlu dicatat bahwa
pada tahun 1956 Dr. Hurustiati bersama dengan beberapa tokoh wanila lain,
mendirikan sebuah klinik keluarga berencana di Gedung Wanita, Jakarta. Kegiatan
klinik itu, seperti juga klinik-klinik lainnya pada masa itu yang memberikan
pelayanan keluarga berencana, adalah sangat terbatas dan berjalan dengan
diam-diam.
d)
Perkembangan di Jawa Barat
Pada tahun 1952 dikirim sejumlah
orang ke Singapura dan Penang, dalam rangka study tour mengenai usaha
peningkatan Kesejahteraan Ibu dan
Anak (KIA), yang juga mencakup
bidang pengetahuan kehamilan. Pengetahuan yang diperoleh di luar negeri itu,
oleh (Ny.).O.Admiral yang turut dalam rombongan tersebut,
kemudiandisebarluaskan di beberapa BKIA di Bandung, meskipun dapat dikatakan
perkembangannya sangat lambat. Yang menyebar-luaskan gagasan Birth Control di Jawa
Barat adalah dr. Z Rachman Mansyur. Dari suaminya yang waktu itu bekerja di
Istana Merdeka, beliau mendengar tentang kedatangan dr. Abraham Stone seorang
tokoh dalam bidang pembatasan kelahiran. Kedatangan di Indonesia adalah untuk
meninjau kemungkinan dapat dilaksanakannya keluarga berencana di Indonesia.
Dalam hubungan ini beliau antara laintelah diterima Presiden. Hal ini telah
membuat dr. Z. Rachman Mansyur begitu tertarikoleh masalah pembatasan
kelahiran, hingga memutuskan untuk khusus mempelajari dibagian kebidanan RSUP
di Jakarta, di bawah pimpinan dr. Judono. Dengan seizin DKK Bandungm di
rumahnya (Jalan Anggrek, Bandung) klinik Keluarga Berencana pertama dibuka pada
tanggal 6 Oktober 1961. bahwa pihak DKK Bandung menaruh perhatian kepada usaha dr.
Z Rachman Mansyur terbukti dari pembelian alat-alat kontrasepsi milik DKK untuk
disalurkan melalui klinik tersebut.
e)
Perkembangan di Jawa Timur
Setelah mengikuti kursus
pemeliharaan kesehatan masyarakat di All Indian Institute of Hygiene and Public
Health di Calcuta dari tahun 1955 sampai 1956 dimana juga diberi pendidikan
tentang keluarga berencana, (Ny.). Pesik kembali ke Indonesia dengan membawa
contoh-contoh alat kontrasepsi yang dengan persetujuan IKES Jawa Timur, dr.
Saiful Anwar, dipakainya sebagai bahan ceramah di kalangan bidan-bidan. Pada
tahun 1959 dr. Wasito turut serta dalam konperensi nasional tentang keluarga
berencana di New Delhi.
Setelah kembali di Indonesia ia dan
dr. Pardoko mulai mengadakan ceramah-ceramah tentang keluarga berencana tetapi
secara diam-diam. Unsur-unsur dari lembaga Kesehatan Nasional mulai aktif pula
dalam penelitian keluarga berencana. Padatahun 1961 dilaksanakan Proyek Cerme
dengan bantuan dari Population Counsil,dimana untuk pertama kalinya di
Indonesia oleh dr. Pardoko dan dr. Wasito dilakukan KAP study (study mengenai
pengetahuan sikap dan praktek keluarga berencana).
Pada tahun 1962 Mrs. Kinnon dari The
Pathfinder Fund berkunjung ke Surabaya. Setelah mengadakan tukar pikiran dengan
Mrs. Mc. Kinnon ini akhirnya IKES, dr. Syaiful Anwar, menyetujui diberikannya
pelayanan keluarga berencana di BKIA-BKIA atas dasar kesehatan.
Mrs. Mc. Kinnon sempat juga
mengadakan ceramah di kantor Front Nasional Jawa Timur yang diselenggarakan
oleh PKBI. Pada tahun itu dr. kartini dan (Ny) Pesik dan seorang staf dari
lembaga Kesehatan Nasional Surabaya dikirim di training centre Singapore atas
biaya IPFF. Klinik-klinik keluarga berencana pertama dibuka di DKK Surabaya
(Mergoyoso) pada tahun 1962 di bawah pimpinan dr. Kartini dengan supply
kontrasepsi dari PKBI.
Meskipun ketika itu keluarga
berencana belum merupakan program pemerintah namun RRI Surabaya telah dapat
juga dipakai untuk keperluan penerangan keluarga berencana.
f)
Perkembangan di Luar Jawa
Juga di luar Jawa telah diadakan
kegiatan-kegiatan dalam bidang keluarga berencana seperti dilukiskan di bawah
ini:
1) Bali – 1959 : Cabang PKBI yang pertama adalah Bali, dengan ketua (Ny)
Sutedja, isteri Gubernur Bali, Ketua bagian Medis adalah dr. Esther
Wowor,Obstetricts Gynaecoloog, kepala bagian kebidanan, Fakultas Kedokteran
Udayana.
Di bagian inilah dimulai
percobaan-percobaan obat-obatan kontrasepsi dan teknik kontrasepsi, dengan
margulies coil, lippes loop dan sebagainya. Dalam pekerjaan sehari-hari dr.
Esther Wowor dibantu oleh suster Augustin Mambo. Usaha keluarga berencana hanya
mendapat bantuan dari tokoh-tokoh di Bali, seperti Gubernur Bali sendiri, IKES
dr. Djelantik dan (Ny) Wirati Wedastera.
2) Palembang – 1962 : Perintisan keluarga berencana di
Palembang dilakukan oleh (Ny) Gupito, (Ny) Luki Irsan dan (Ny) Bambang Utoyo.
Untuk bagian medis sebagai pelaksana bertindak almarhum dr. Kwik Kim Swie.
3) Medan – 1963 : Ketua cabang Medan yang pertama adalah dr. Supadmi
Sutjipto. PKBI telah dapat memperoleh fasilitas banyak dari dr. Sutjipto yang
pada ketika itu menjabat sebagai inspektur Kesehatan Sumatera Utara.
Hubungan
dengan Luar Negeri Sementara itu di luar klinik, usaha-usaha perintisan mulai
berkembang di masyarakat. (Ny) Supeni yang pada tahun 1952 berkunjung ke India
dalam rangka mempelajari pemilihan umum di sana, sempat pula menyaksikan
aktivitas pembatasan kelahiran yang dilakukan di negeri itu. Sekembalinya di
Indonesia, ia membantu dr. Suharto yang ketika itu memegang bagian pendidikan
sosial Partai Nasional Indonesia, memberikan penerangan kepada kaum ibu. (Ny)
Hutasoit mulai mengenal keluarga berencana dalam tahun 1952 ketika meninjau
kegiatan kesejahteraan sosialdi beberapa negara Eropa. Ketika kemudian
berkunjung ke Amerika Serikat, kesempatan ini dipergunakan untuk lebih
memperdalam pengetahuannya tentang keluargaberencana itu. Sekembalinya di
Indonesia, (Ny) Hutasoit sering mengemukakan tentang perlunya keluarga
berencana itu dalam ceramah-ceramahnya kepada kaum ibu.
Pada
awal tahun 1957 (Ny.) Marsidah Soewito, ketua YKK Yogyakarta dan dr. Hurustiati
yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sub-bagian Pendidikan Kesehatan
Kementerian Kesehatan, menghadiri konperensi The Indian Family Planning
Association yang ke-3 di Calcuta. Pada kesempatan itu kedua utusan tersebut
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh IPPF yang juga hadir di situ dan mendapat
penerangan yang lebih mendalam tentang pembatasan kelahiran. Dalam kunjungan ke
Indonesia tersebut mereka mengadakan pembicaraan dengan Mrs. Margareth Roots
yang dikirim olehProoter & Gamble, sebuah perusahaan yang menaruh perhatian
dasar terhadap kegiatan keluarga berencana di seluruh dunia.
Ini
dibuktikan dengan sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh perisahaan tersebut
utuk kegiatan-kegiatan keluarga berencana. Mrs. Roots kemudian berkunjung di
Indonesia sebagai wakil The Pathfinder Fund. Ia adalah orang asing pertama yang
meninjau kegiatan keluarga berencana di Indonesia. Ia sangat tertarik oleh
carapencegahan dengan menggunakan alat-alat yang sangat sederhana umpamanya
karet busa. Sekembalinya di negerinya, ia seger mengirimkan beberapa gulungan
karet busa dari mutu yang paling halus dan sekaleng bubuk busa (foam powder).
Tidak lama kemudian The Pathfinder mengirimkan kondom dan tablet busa. Dengan
semakin meningkatnya perkembangan-perkembangan ke arah pelaksanaan keluaga
berencana itu, maka akhirnya dirasakan perlu adanya suatu wadah yang dapat
menampung, mengatur dan mengkoordinir semua kegiatan-kegiatannya selama itu
seakan-akan berjalan sendiri-sendiri.
2.Periode Persiapan dan Pelaksanaan
1. L.K.B.N. (Lembaga Keluarga Berencana
Nasional)
Setelah sejak berdirinya PKBI
padatahun 1957 melaksanakan usaha-usahanya dengan segala kesulitan-kesulitan
yang dihadapi baik di dalam menyebar-luaskan gagasannya kepada masyarakat
maupun di dalam menghadapi reaksi-reaksi pemerintah maka pada akhirnya kongres
Nasional I PKBI mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :
a) PKBI menyatakan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan
mengenai Keluarga Berencana yang akan menjadikan program pemerintah PKBI
mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai program pemerintah segera
dilaksanakan
b) PKBI sanggup untuk membantu
Pemerintah dalam melaksanakan program keluarga berencana sampai di
pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Pernyataan
ini disampaikan oleh suatu delegasi PKBI kepada pemerintah yang diwakili oleh
Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid Rupanya pernyataan PKBI ini
disampaikan tepat pada waktunya dimana suasana sudah lebih menguntungkan untuk
perkembangan Keluarga Berencana sebagai Program Nasional yaitu dimana tahun
tersebutyaitu 1967 Indonesia menandatangani Declaration of Human Rights.
Declarasi tersebut antara lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya
mendukung gagasan bahwa adalah hak azasi manusia untuk menentukan jumlah anak
yang dikehendakinya. Suatu negara yang turut menandatangani Dokumen
International harus dengan sendirinya mentaati segala ketentuannya. Jiwa
Deklarasi tersebut tercakup dalam pidato yang diucapkan Presiden Soehartopada
tanggal 16 Agustus 1968 di depan sidang DPRGR. Dalam pidato itu dinyatakan juga
bahwa pertambahan penduduk di Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga
dikhawatirkan akan tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan, baik yang
dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh dari luar negeri. Sebagai langkah
pertama, oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid, dibentuk
suatu panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga
Berencana dijadikan Porgram Nasional.
Dalam
pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Panitia Ad Hoc pada bulan Februari
1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga
Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan
Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah
Instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang
isinya antara lain : Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala
aspek yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana ; Mengusahakan
segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala
kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah
dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menteri
Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan
nomor 36/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan team yang akan mengadakan
persiapan bagi pembentukan sebuah lembaga keluarga berencana. Dalam team ini,
PKBI diwakili oleh (Ny.) RABS Sjamsjuridjal, (Ny.) O. Djoewari dan Prof
Soewono. Sebelumnya pada tanggal 3 Oktober 1968 di Jakarta telah diadakan
pertemuan oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa Menteri lainnya
serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha keluarga berencana.
Dalam pertemuan ini PKBI pun mengirimkan wakilnya.
Sebagai hasil dari pertemuan itu, dikeluarkan Surat
Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 17 Oktober 1968 tentang
pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang mempunyai tugas
pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat pada umumnya dengan
cara:
1) menjalankan koordinasi-integrasi,
sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha keluarga berencana.
2) mewujudkan saran-saran yang
diperlukan kepada Pemerintah mengenai keluarga berencana sebagai program
nasional
3) mengadakan/membina kerjasama antara
Indonesia dan negeri dalam bidang Keluarga Berencana, selaras dengan
kepentingan Nasional.
4) Mengusahakan perkembangan keluarga
berencana atas dasar sukarela dalam arti seluas-luasnya termasuk pengobatan
kemandulan, nasehat perkawinan dan sebagainya.
Wakil
PKBI yang duduk dalam pimpinanLKBN ialah Prof. Soewono sebagai wakil ketua I,
(Ny.) O. Djoewari sebagai sekretaris umum dan (Ny.) RABS Sjamsjurdijal sebagai
bendahara. ada tanggal 17 Oktober 1968 itu juga, Menteri Kesejahteraan Rakyat
mengangkat anggota Badan Pertambangan Keluarga Berencana Nasional yang terdiri
dari 16 orang, dimana PKBI diwakili olehNani Soewondo SH. Tampaklah dengan
jelas bahwa mulai 1968 kegiatan keluarga berencana sudah didukung sepenuhnya
oleh pemerintah dan dengan demikian PKBI dalam kegiatannya tidak lagi diliputi
keragu-raguan
Proyek Keluarga Berencana di DKI
Jakarta
Dalam masa persiapan ini kiranya
tidakboleh dilupakan yang dinamakan proyek Keluarga Berencana DKI Jaya, yang
sebenarnya merupakan kegiatan keluarga berencana pertama yang dilakukan secara
resmi, yaitu di wilayah DKI Jaya, sebelum keluarga berencana dinyatakan sebagai
program nasional.
Pada akhir tahun 1966 Gubernur Ali
Sadikin yang mulai merasakan bagaimana pembangunan di Ibukota dapat dipengaruhi
oleh rekanan penduduk, meminta kepada dr. Herman Susilo, KepalaDKK, untuk
mempelajari kemungkinan-kemungkinan diadakannya kegiatan keluarga berencana
secara resmi di Ibukota. Untuk ini dibentuklah sebuah Panitia yang
anggota-anggotanya terdiri dari unsur-unsur yang mewakili bidang-bidang yang
ada hubungannya dengan keluarga berencana.
Setelah simposium kontrasepsi di
bandung bulan Januari 1967, Gubernur Ali Sadikin menganggap waktunya sudah tiba
untuk segera mulai dengan kegiatan keluarga berencana secara resmi di DKI Jaya.
Sementara itu dalam pidato-pidato
resmi Gubernur DKI senantiasa disinggungnya mengenai pentingnya faktor KB dalam
pembangunan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ia merupakan pejabat tinggi
Indonesia pertama yang secara terus terang menunjukkan sikap yang positif
terhadapkeluarga berencana pada saat itu. Pada tanggal 21 April 1967, tepat
pada peringatan Hari Kartini di Balai Kota dilantiknya orang-orang yang akan menyelenggarakan
proyek yang dinamakan : Proyek Keluarga Berencana DKI Jaya. Sebagai pemimpin
proyek ditunjuk dr. Herman Susilo, sedangkan dr. Koen S.Martiono adalah
pelaksana proyek. Kegiatan penerangan dan motivasi mulai diadakan di bawah
pimpinan Prof. M. Djoewari (Alm) ditingkat kecamatan dan kelurahan berupa
ceramah-ceramah dan pameran alat-alat kontrasepsi.
Pada akhir tahun 1967 diperoleh
bantuan berupa kendaraan dari Ford Foundation melalui PKBI. Bantuan ini telah
lebih melancarkan kegiatan proyek. Pada awal tahun 1968 diselenggarakan latihan
untuk paraPLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) dan pada pertengahan tahun
mereka sudah mulai melaksanakan tugasnya di wilayah DKI. Pilot proyek diadakah
di daerah Senen dan di daerah pedesaan, di Pondok Pinang. Juga diadakan
penelitian selama tahun 1968 dan 1969 (mengenai karakteristik akseptor,
kelangsungan minum pil dan pemakaian IUD) dengan bantuan biaya dari PKBI. Dalam
rangka pelaksanaan proyek ini , IPPF telah menyumbangkan sebuah Mobile Clinic
(klinik keliling) untuk memberikan pelayanan keluarga berencana di
tempat-tempat yang telaknya jauh dari klinik. Kesempatan Jakarta Fair pertama
telah dimanfaatkan untuk mengadakan pameran keluarga berencana bertempat di
stand organisasi wanita maupun pameran tersendiri di Mobile Clinic di lapangan
terbuka dalam Jakarta Fair. Setelah berdirinya LKBN (Lembaga keluargaBerencana
Nasional) barulah proyek Keluarga Berencana DKI Jaya mendapat subsidi dari
pemerintah pusat. Meskipun demikian proyek ini yang kemudian dirubah menjadi
bidang Keluarga Berencana, tetap ada di bawah pemerintah DKI Jakarta. Dengan
terbentuknya BKKBN maka semua kegiatan dalam bidang Keluarga Berencana
dikoordinir oleh bidan ini.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masalah kependudukan adalah suatu
masalah yang dihadapi semua bangsa. Masalah yang dianggap mendesak adalah
perkembangan penduduk. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang
menaruh perhatian terhadap perkembangan penduduk. Teori-teori tersebut pada
hakekatnya mencari pemecahan tentang perkembangan penduduk yang cederung
meningkat lebih cepat dari pada kebutuhan hidup.
Manfaat Keluarga Berencana terhadap
pengendalian penduduk (bangsa dan negara)
a. Program
Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan kependudukan yang
merupakan bagian yang terpadu dalam
program pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar
dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produk nasional.
b. Manfaat
Keluarga Berencana bagi kepentingan nasional adalah meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
c. Meningkatkan
taraf hidup rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan
penduduk sebanding dengan peningkatan produksi.
Perkembangan Program KB
di Indonesia
Dua inti pokok mengapa BKKBN di adakan
di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan jalan
Keluarga Berencana (KB). Jadi dua kata kunci : kualitas manusia dan KB.
Kualitas manusia dipengaruhi oleh pendidikan, kesehatan, dan sosial-ekonomi.
Pendidikan dapat secara formal di sekolah dan non formal di keluarga dan
masyarakat. Kesehatan meliputi kesehatan lahir, spiritual, dan emosional.
Kesehatan lahir tergantung pada ketersediaan pangan, sandang, dan papan.
B.
Saran
Diharapkan mahasiswa memahami teori
tentang Konsep Kependudukan, Sejarah dan Perkembangan KB di Indonesia sehingga
ketika terjun di masyarakat mahasiswa dapat mensosialisasikannya.
Atmosiswoyo,
Soebiyakto. 1981. Sejarah Perkembangan
Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta : Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri
Operatif, Obstetri Sosial. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar