Jumat, 04 April 2014

Perdarahan Antepartum

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda duisebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis anatara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus.
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercatat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Dinegara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasentsa previa bisa lebih tinggi (Buku Sarwono).
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tentang perdarahan anteparum?
2.      Bagaimana tentang kelainan lamanya kehamilan?
C.    Tujuan
1.      Mengerti dan memahami tentang perdarahan antepartum.
2.      Mengerti dan memahami tentang kelainan lamanya kehamilan.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Perdarahan Antepartum
1.      Solusio Plasenta
a)      Definisi
Solusio plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri yang terlepasa dari perlekatannya sebelum janin lahir. Kejadian ini sering terjadi dalam kehamilan triwulan ketiga dan bisa juga pada setiap saat dalam kehamilan >22 minggu dengan berat janin > 500 gram disertai dengan pembekuan darah (Buku Askeb 4 patologi Kebidanan 2010).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr (Rustan 2002).
Solusio plasneta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya plasenta itu secara terlepas anak lahir jadi plasenta terlepas sebelum dan lahirnya kalau terlepas sebelum anak lahir.
Jadi definisi yang lengkap ialah solusio plasenta adalah sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (menurut buku obstetric patologi 2002).
Solusio plasenta adalah terlepsanya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang nomral pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir (Buku Sarwono).
Solutio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya bayi (Buku Obstetri Patologi: 120).

b)     Etiologi
Solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun beberapa keadaan tertentu dapat menyertai seperti; umur ibu yang tua (>35 tahun), karena kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas; penyakit hipertensi menahun karena peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah kejanin tidak ada, trauma abdomen, seperti terjatuh telengkub, tendangan anak yang sedang digendong. Karena pengecilan yang tiba-tiba pada hidramnion dan gemeli, tali pusat pendek, karena pergerakan janin yang banyak atau bebas, setelah versi luar sehingga terlepasnya plasenta karena tarikan tali.
c)      Patofisologis
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalapun tidak jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang ada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi mengehentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbecak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire (perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, maka banyak trombosit akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hany di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
d)     Jenis-jenis Solusio Plasenta
Menurut cara terlepasnya dibagi menjadi; solusio plasenta parsialis, dimana hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas dari tempat perlekatannya; solusio plasenta totalis atau komplet, dimana plasenta terlepas seluruh dari tempat perlekatannya.
Secara klinis dibagi menjadi :
1)      Solusio plasenta ringan, yakni ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya. Dengan gejala: perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali, perut terasa agak sakit terus menerus agak tegang.
2)      Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum samai dua pertiga luas permukaannya, ditandai : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman; perut mendadak sakit terus menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak sedikit tetapi kemungkinan lebih banyak perdarahan didalam, didinding uterus teraba terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian janin su99lit teraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar terdengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.
3)      Solusio plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga permukaannnya terjadinya sangat tiba-tiba biasnya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal, gejalanya: ibu telah masuk dalam keadaan syok dan kemungkinan janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mugkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
e)      Tanda dan Gejala
·         Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his.
·         Anemi dan syok :  beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
·         Rahim  keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
·         Palpasi sukar karena rahim keras
·         Fundus ji99999999999999999999999999999999999999999uteri makin lama makin naik
·         Bunyi jantung biasanya tidak ada
·         Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
·         Sering ada proteinuria karena disertai toxaemia.
f)       Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
Komplikasi yang terjadi pada ibu maupun janin yang dikandungannya dengan kriteria:
1)      Komplikasi pada ibu yaitu perdarahan yang dapat menimbulkan variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik sampai koma.
2)      Gangguan pembekuan darah: masuknya trombosit kedalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah intravaskular dan disertai hemolisis, terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan darah.
3)      Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang.
4)      Perdarahan postpartum: pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga menggangu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri; kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan.
5)      Sementara komplikasi yang terjadi pada jnin anatar lain: Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin, karena perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan nutrisi kearah janin. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tergantung pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus uteri.
g)      Penatalaksanaan Bidan
1)      Anamnesis, yakni ibu mengeluh terjadi perdarahan disertai sakit yang tiba-tiba diperut untuk menentukan tempat terlepasnya plasenta. Perdarahan pervaginam dengan serupa darah segar dan bekuan-bekuan darah. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma.
2)      Periksa pandang (inspeksi): pasien tampak gelisah, pasien terlihat pucat, sianosis dan keringat dingin, terlihat darah keluar pervaginam.
3)      Pada saat palpasi, didapatkan hasil fundus teraba naik karena terbentuknya retroplasenta hematoma, uterus tidak sesuai dengan kehamilan; uterus teraba tegang dan keras seperti papan disebut uterus in bois (wooden uterus baik waktu his maupun diluar his); nyeri tekan terutama ditempat plasenta; bagian-bagian janin sudah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4)      Auskultrasi sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140x/menit, kemudian turun dibawah 100x/menit dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas dari sepertiganya.
5)      Pada pemeriksaan dalam serviks biasanya lebih terbuka atau masih tertutup. Kalau serviks sudah terbuka, maka ketuban dapat terbab menonjol dan tegang, baik waktu his maupun diluar his, kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan pemeriksaan disebut prolapsus plasenta.
6)      Hasil pemeriksaan umun: tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok, nadi cepat dan kecil filiformis.
7)      Pemeriksaan laboratorium: urin (protein -) dan reduksi (-); albumin (-) pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit; darah : Hemoglobin (Hb) anemi, pemeriksaan golongan darah, kalau bisa cross match test.
8)      Pemeriksaan plasneta sesudah bayi dan plasenta lahir, maka kita hrus memeriksa plasentanya. Biasanya plasenta tampak tipis dan cekung dibagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulan atau darah dibelakang plasenta yang disebut hematoma retroplasenter.
9)      Pemeriksaan penunjang: (USG), akan dijumpai perdarahan antara plasenta dan dinding abdomen.
h)     Penatalaksanaan Lanjut
Penanganan pada pasien yang mengalami solusio plasenta tergantung dari berat ringannya kejadian, dibawah ini akan dijelaskan antara lain:
1)      Pada kondisi solusio plasenta ringan, jika keadaan janin masih baik dapat dilakukan penanganan secara konservatif kemudian menganjurkan ibu untuk melakukan posisi semi fowler atau setengah duduk, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 15 menit, memantau bunyi jantung janin.
2)      Inspeksi tempat perdarahan, menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan cardiotopograf (CTG) untuk memonitor  keadaan janin, jika perdarahan berhenti dan keadaan janin baik pada kehamilan prematur, menganjurkan ibu untuk di rawat inap,bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada dan janin hidup) menganjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG dan KTG lalu tunggu persalinan spontan, bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus-menerus dan uterus berkontraksi ini dapat mengancam ibu dan janin). Usahakan partus pervaginam dengan amniotomi atau oksitosin, bila pembukaan > 6 cm. Jika terus perdarahan, syok pelvic kurang dari 5 atau persalinan masih lama, pembukaan < 6cm, maka segera lakukan seksio ssaria.
3)      Solusio plasenta sedang , lakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit dan tranfuse darah, melakukan pemecahan ketuban melakukan induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea.
4)      Solusio plasenta berat: melakukan rujukan kerumah sakit, sebelumnya melakukan: memperbaiki keadaan umum ibu, melakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit, tidak diperbolehkan melakukan pemeriksaan dalam, saat merujuk harus diantar oleh petugas kesehatan yang dapat pertolongan, mempersiapkan donor darah dari masyarakat atau keluarganya.

2.      Plasenta Previa
a)      Definisi
Plasenta previa adalah plasenta ada didepan jalan lahir (prae= didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri. (Winknjosastro, 1999).
Plasenta prvia adalah plasenta yang berimplanuasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum ( Buku Sarwono)
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta disebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal amupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal (Buku Sarwono).
Plasenta Previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae= didepan; vias-jalan). Jadi yang dimaksud ialah plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum (Buku Obstetri Patologi:110).
b)     Tingkatan plasenta previa
Plasenta previa dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan tergantung dimana lokasi penempelan plasenta berinsersi antara lain: plasenta previa totalis jika seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta; plasenta previa lateralis yakni hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta; plasenta previa marganalis jika hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan plasenta.
Plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis, pada pembukaan 5 cm begitu pula plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm, dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. (Winknjosastro, 1999).
Kejadian plasenta previa lebih sering terdapat pada multi gravida dari pada primigravida  dari umur yang lanjut, sebab dari plasenta previa terjadi kalau keadaan endometrium kurang baik misalnya karena otrofi endometrium. Bisa juga plasenta previa disebabkan implantasi telur yang rendah. Keadaan misalnya terdapat pada: multipara, terutama kalau jarak antar kehanilan pendek, pada myoma uteri, Curretage yang berulang-ulang.
Plasenta previa tipe 1. Sebagian besar plasenta terletak di segmen atas uterus. Kelahiran pervagina masih dapat dilakukan. Perdarhan biasanya ringan, serta ibu dan janin tetap berada dalam kondisi yang baik. Plasenta previa tip 2: sebagian plasenta terletak di uterus bagian bawah dekat tulang serviks internal (plasenta previa marginal). Kelahiran pervagina dapat dilakukan terutama jika plasenta berada dibagian anterior. Perdarahan yang terjadi biasanya sedang meskipun kondisi ibu dan janin dapat bervariasi. Hipoksia janin lebih sering terjadi daripada syok maternal. Plasenta previa tipe 3: plasenta terletak di atas tulang serviks internal, tetapi bukan ditengah. Perdarahan biasanya berat, terutama di akhir kehamilan ketika bagian bawah meregang dan serviks mulai mengalami penipisan dan dilatasi. Kelahiran pervagina tidak dapat dilakukan karena plasenta berada di depan janin. Plasenta previa tipe 4: plasenta terletak di bagian tengah di atas tulang serviks internal dan dapat menyebabkan perdarhan hebat. Seksio sesaria perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janin. (Buku Myles).

c)      Etiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tapa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks akan lebih membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks akan lebih membuka. Apabila lasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus, pada saati itulah mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman (Winkjosastro, 1999).
Sumber perdarahannya adalah sinus uterus yang terobek karena terepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan itu tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan normal (Sarwono 2005).
d)     Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercatat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Dinegara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasentsa previa bisa lebih tinggi (Buku Sarwono).
e)      Patofisologis
Pada usia kehamilan yang lanjut, umunya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian decidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laseasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilalation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karana fenomena pembentukan segemen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi  lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan pertama biasnya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetpai lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan  terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarhan lebig mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta , bahkan plasenta prekreta yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab karenanya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarhan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. (Buku Sarwono).
f)       Tanda dan Gejala
Gejala-gejala dari plasenta previa perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi di atas pintu atas panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran  yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa disebabkan karena pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut diatas, juga ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak (Winknjosastro, 1999).
Perdarahan tanpa nyeri, perdarahan berulang-ulang sebelum partus, perdarahan keluar banyak, bagian depan tinggi, bunyi jantung anak biasanya ada, teraba jaringan plasenta, dan robekan selaput marginal (Buku Obstetri Patologi:121).
g)      Faktor Risiko
Risiko kejadian plasenta previa berhubungan dengan usia adalah: Usia 12-19 tahun, Usia 20-29 tahun, Usia 30-39 tahun, Usia diatas 40 tahun.
h)     Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi perdarahan yang hebat, infeksi sepsis, emboli udara. Sementara bahaya untuk anak antara lain: Hypoksia, perdarahan dan syok (Buku Obstetri Patologi:115).
i)        Penatalaksanaan Bidan
1)      Anamnesa : perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada mulitigravida. Perdarahan cenderung berulang dengan volum yang lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
2)      Inspeksi : dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam, banyak, sedikit, atau darah beku (stolsel), bila terjadi berdarah banyak maka ibu terlihat pucat atau anemis.
3)      Pemeriksaan fisik : Tekanan darah, dan pernafasan dalam batas normal, nadi, daerah akral menjadi dingin, tampak anemis.
4)      Palpasi abdomen : janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi karena plasenta berada disegmen bawah rahim, bila cukup pengalaman bisa dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
5)      Pemeriksaan denyut jantung janin; bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kamtain dalam rahim.
j)       Penatalaksanaan Lanjut
Prinsip dasar penanganan yaitu pada setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim kerumah sakit yang memiliki fasilitas  melakukan transfusi darah dan operasi.
1)      Penanganan pasif
Penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menuntutu fasilitas sejak perdarahan pertama samapi pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau saiap saat mpai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi meningkat kemungkinan perdarahan berikutnya, apabila penilaian baik, perdarahan sedikit, janin amsih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin kurang dari 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat juga pemberian obat-obatan seperti spasmilitika, progestin, atau progesterone, observasi dengan teliti, periksa golongan darah,dan siapkan donor untuk transfusi darah. Bila memungkinakan kehamilan dipertahankan hingga aterm suapaya janin terhindar dari prematuritas (Winkjosastro, 1999).
2)      Cara persalinan
Faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih, tergantung jenis plasenta previa, perdarahan banyak atau sedikit ttapi berulang-ulang, keadaan umum ibu hamil, keadaan janin: hidup, gawat, dan meninggal, pembukaan jalan lahir, paritas, fasilitas penolong dan RS.
Setelah melihat faktor-faktor diatas ada 2 janis persalina untuk plasenta previa ini yaitu : persalinan pervaginam dan persalinan perabdominal.
Pada persalinan pervaginam ini dapat dilakukan dengan langkah:
·         Amniotomi, dengan indikasi: plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah), bila telah ada pembukaan 4 cm; pada primigravida dengan plasenta lateralis atau marginalis (letak rendah) denga pembukaan 4 cm atau lebih, pada multigravida dengan plasenta previa merginalis (letak rendah), plasenta previa lateralis dan marginalis pada pembukaan lebih dari 5 cm pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin sudah meninggal.
·         Adapun keuntungan dari dilakukkannya amniotomi ini adalah agar bagian terbawah janin yang berfungsi  sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah, dan perdarahan yang akan berkurang atau berhenti, partus akan berlangsung lebih cepat, bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin, gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
·         Namun apbila amniotomi tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka dilakukan Cuman Willet Gausz dan Versi Brazton Hicks yaitu dengan menembus plasenta.
·         Namun cara Cuman Willet dan versi Braxton Hicks ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan modern, akan tetapi kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu seperti dalam cara-cara ini masih mempunyai tempat tertentu seperti dalam keadaan darurat sebagai pertolongan pertama untk mengatasi perdarahan banyak atau apabila SC tidak mungkin dilakukan di RS yang fasilitasnya terbatas.
·         Selain persalinan secara pervaginam dapat juga dengan persalinan perabdominal secara SC (Secsio Caesarea). Persalinan dengan SC ini dilakukan dengan indikasi, semua plasenta totalis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dan banyak, pada primigravida dengan plasenta prevuia lateralis, juga dengan perdarahan banyak, dan cenderung berulang, plasenta semuanya sengan panggul sempit, juga letak lintang.
·         Tujuan dilakukan SC ini , yaitu mempercepat mengangkat dan menghentikan sumber perdarahan, dan agar dapat memberikan kesempatan kepada uterus berkontraksi sehingga perdarahan dapat berhenti dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.
·         Pengaruh plasenta previa terhadap janin : gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tertekan tali pusat; depresi pernafasan karena obat-obatan anestesi/analgetik yang diberikan kepada ibu, perdarahan untrakranial dan kelainan bawaan.
k)     Penanganan pada Bayi Baru Lahir
Penanganan pada bayi baru lahir pada prinsipnya: cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan (hangatkan) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering, bebaskan jalan nafas, atur posisi isap lendir dan bersihkan jalan napas bayi dengan hati-hati dan pstikan bahwa jalan napas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru.
Pembebasan jalan napas dilakukan dengan cara : extensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh bayi; hisap lendir/cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan napas bersih dari cairan ketuban, mekonium/lendir dan darah menggunakan penghisap lendir delee.
 Rangsangan taktil dengan cara mengeringkan tubuh bayi dan penghisap lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang pada dasarnya merupakan tindakan rangsangan belum cukup untuk menimbulkan pernapasan yang adekuat pada bayi baru lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Waluupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara betul.
Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil yaitu : (1). Menepuk atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan. (2) cara lain yang cukup aman adalah dilakukan penggosokkan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil, tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil atau menggosok. Prosedur ini tidak dilakukan pada bayi-bayi dengan apne, hanya dilakukan pada bayi-bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu meningkatkan frekuensi dan dalamnya penafasan (Saefudin B.A 2001).


3.      Rupture Uteri
a)      Definisi
Rupture Uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah tejadi hubungan langsung antar rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban kedaunya ikut ruptur dengan demikian  janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritoneum atau rongga abdomen. Pada rupture uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam rongga peritoneum. Pada dehisens dari parut bekas bedah sesar kantomg ketuban juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi rupture uteri pada parut.. dehisens terjadi perlahan, sedangkan rupture uteri terjadi secara dramatis. Ketentuan ini berguna untuk mem76bedakan rupture uteri inkompleta dengan dehisens yang sama-sama bisa terjadi pada bekas bedah sesar. Pada dehisens perdarhan minimal atau tidak berdarah, tapi pada rupture uteri perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang meluas.
b)     Klasifikasi
Klasifikasi rupture uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut:
·         Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:
-          Pembedahan pada miometrium: seksio sesarea atau histerotomi, histerorafia, miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalam otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
-          Trauma uterus koinsidential:instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gajala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).
-          Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak berkembang.
·         Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan
-          Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus-menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intauterin, trauma luar tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.
-          Dalam priode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
-          Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta, neoplaseia troboflas gestasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.
c)      Patofisologis
Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya, tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah kedalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjdai lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontrkasi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.
Apabila bagian terbawah janin  dapat terdorong turun tanpa halangan dan jika kapasitas segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati oleh tubuh janin, maka pada gilirannya bagian terbawah janin terdorong masuk kedalam jalan lahir melalui pintu atas panggul ke dalam vagina melalui pembukaan jika serviks bisa mengalah. Sebaiknya, apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi oleh peluasan segmen bawah rahim ke atas.
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologik (Physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologik menjadi patologik (phatologic retraction ring). Lingkaran patologik ini disebut lingkaran bandl (ring van bandl). Ini terjadi karena segmen bawah rahim terus-menerus tertarik ke proksimal, tetapi tertahan di bagian distalnya oleh serviks yang terpegang pada tempatnya oleh ligamentum sakrouterina dibagian belakang, ligamentum kardinal pada kedua belah sisi kanan dan kiri, dan ligamentum vesikouterina pada dasar kandung kemih.
Jika his berlangsung kuat terus-menerus, tetapi bagian terbawah tubuh janin tidak kunjung turun lebih kebawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi (ring val bandl berpindah mendekati pusat) dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sembari dindingnya menjadi sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda rupture uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saatnya dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan pada tempat yang tertipis ketika his berikut datang, dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung kepada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus .
Umunya robekan terjadi pada dinding depan segemen bawah rahim, luka robekan bisa meluas secara melintang atau miring. Bila mengenail daerah yang ditutupi ligamentum latum terjadi luka robekan yang meluas ke samping. Robekan bisa juga meluas ke korpus atau serviks atau terus ke vagina ( (kolpaporeksis) dan bahkan kadang kala bisa mencederai kandung kemih. Pertumpahan darah sebagian besar mengalir ke dalam rongga peritoneum, sebagian yang lain mengalir melalui pembukaan serviks ke vagina. Peristiwa robekan pada segmen bawah rahim yang sudah menipis itu (dalam status rupture uteri iminens) dipercepat jika ada manipulasi dari luar, misalnya dorongan pada perut sekalipun tidak terlalu kuat sudah cukup untuk menyebabkan robekan.
Demikian juga apabila fundus uteri didorong-dorong seperti yang banyak dilakukan pada upaya mempercepat persalinan atau oleh dorongan dari bawah seperti pada pemasangan cunam yang sulit dan sebagainya.oleh karena itu, jika terlihay lingkaran Bandl penolong haruslah sangat berhati-hati, ketika terjadi robekan pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam perutnya, dan his terakhir yang masih kuat itu sekaligus mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin ke luar rongga rahim ke dalam rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan omentum mendapat jalan masuk sehingga bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada waktu periksa dalam.
Rupture uteri yang tidak merobek perimetrium sering terjadi pada bagian rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum yaitu pada bagian samping dan dekat kandung kemih. Disini dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik bisa ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampia melukai pembuluh-pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika robekan terjadi pada bagian dasar ligamentum latum, arteria uterina atau cabang-cabangnya bisa terluka disertai perdarahan yang banyak, dan di dalam parametrium di pihak yang robek akan terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang sering berakibat fatal.
Dari sudut patofisiologi rupture uteri dapat ditinjau apakah terjadi di dalam masa hamil atau dalam persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau rahim yang bercacat dan sebagainya. Tinjauan ini mungkin berlebihan karena tidak penting dari susut klinik tetapi mungkin ada gunanya dan aspek lain. Tinjauan tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi, apakah akan dilakukan histerektomi atau histerorafia. Dibawah diutarakan tinjauan tersebut menurut beberapa aspek.
d)     Tanda dan Gejala
Terdapat awitan mendadak distres pernapafsan meternal. Ibu mengalami dipsnea dan sianosis berat. Terjadi hipotensi maternal dan hiportonus uterus. Hiportonus uterus dapat mengakibatkan gangguan kondisi janin dan sebagai respons terhadap hipoksia uterus. Henti jantung-paru kemudian terjadi denga cepat. Hanya dalam hitungan menit, terjadi henti jantung-paru terdapat bukti bahwa banyak ibu yang mengalami kejang sesaat sebelmu kolaps (Clark 1990).
Koagulopati darah terjadi setelah kolaps, jika ibu bertahan hidup. Dari kasus yang telah dikonfirmasi, mortalitas yang terjadi dalam 1 jam setelah awitan adalah 50% (Cahtelain & Quirk 1990).
e)      Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
Syok Hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristalois yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah yang segar. Darah segar mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasi koagulopati  dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak diperlukan untuk mangatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.
Infeksi berat umumnya terjadi  pada pasein kiriman dimana rupture uteri telah terjadi sebelum tiba dirumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pascabedah. Sayangnya hasil pemeriksaan kultur dan resistensi bakteriologik dari sampel darah pasien baru diperoleh beberapa hari kemudian.
Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi bisanya diberikan untuk mangantisifasi kejadian sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang meninggikan angka kematian maternal dalam obstetrik. Meskipun pasien bisa diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi. Histeroktomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak hidup meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam. Jalan keluar bagi kasus ini untuk mendapatkan keturunan tinggal satu pilihan melalui assisted reproductive technology termasuk pemanfaatan surrogate mother yang hanya mungkin dikerjakan pada rumah sakit tertentu dengan biya tinggi dan dengan keberhasilan yang belum sepenuhnya menjanjikan serta dilema etik. Kematian maternal dan/atau perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi siaol yang sulit mengatasinya.

B.     Kelainan Lamanya Kehamilan
1.      Prematuritas
a)      Definisi
Partus prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Obstetri Patologi:9).
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum kehamilan berusia 37 minggu tanpa memperdulikan berat badan lahir (WHO 1967).
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995).
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI disemarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
b)     Penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan
·         Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi dilahirkan dengan pelahiran caesar prapersalinan.
·         Persalinan kurang bulan spontan takterjelaskan dengan selaput ketuban utuh.
·         Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik
·         Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak.
(Buku Obstetri Williams vol. 2 hal 853).
c)      Tanda dan Gejala
·         Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit.
·         Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
·         Perdarahan bercak
·         Perasaan menekan daerah serviks
·         Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
·         Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
·         Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
·         Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
d)     Faktor Risiko
Beberapa faktor akan menambah keadaan prematuritas antara lain: infeksi saluran kemih,penyakit ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, asma, penyakit jantung, kecanduan obat, kolestatis, anemia, keadaan yang menyebabkan distensi uterus berlebihan yaitu kehamilan multiple, hidramnion, diabetes, isoimunisasi Rh; pedarahan antepartum, infeksi umum pada ibu, tindakan bedah selama kehamilan, kehamilan dengan AKDR. (Obstetri Patologi:10).
Abortus yang mengancam, perdarahan vagina pada awal kehamilan menyebabkan peningkatan dampak buruk dikemudian hari. Faktor gaya hidup: merokok, pertambahan berat badan ibu yang tidak adekuat, dan penggunaan narkoba berperan penting pada insiden dan hasil akhir persalinan neonatus berberat badan lahir rendah. Faktor maternal lainnya yang terlibat meliputi: usia ibu terlalu muda, terlalu tua, kemiskinan, bertubuh pendek, kekurangan vitamin C, dan faktor pekerjaan seperti berjalan atau berdiri lama, kondisi kerja yang berat, dan jam kerja mingguan terlalu panjang (Casanueva,2005; Gielchinsky,2002; Kramer,1995; Lukas,1995; Meis,1995; Satin dkk, 1994). Faktor psikologis seperti: Depresi, cemas, dan stres kronik telah dilaporkan terkait dengan kelahiran kurang bulan (Cooper,1996; Li,2008; Littleton;2007; Mercer,2002; dkk).
Perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta,), ketubaan pecah dini (KPD), pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, kelahiran genad/gemeli, polihidramnion. Penyakit berat pada ibu, diabetes mellitus, Preeklamsia/hipertensi, infeksi saluran kemih/genital/intrauterin, penyakit infeksi dengan demam, stress psikologik, kelainan bentuk uterus/serviks, riwayat persalinan preterm/abortus berulang, inkompetensi servik (panjang servik kurang dari 1 cm), pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelianan imunologi/kelainan resus. (Buku Sarwono:670).

2.      Serotinus
a)      Definisi
Kehamilan postmatur  adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih. Istilah lainnya yaitu serotinus. Menentukan kehamilan postmatur dengan menggunakan rumus Neagle dihitung dari HPHT dan berdasrakan Taksiran persalinan (280 hari atau 40 minggu) dari HPHT. Pemeriksaan USG sangat membantu taksiran umur kehamilan dan lebih akurat (Obstetri Patologi:12).
Definisi kehamilan lebih bulan sebagai kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak awitan periode menstruasi, berasumsi bahwa ovulasi terjadi dua minggu setelah menstruasi terakhir (Buku Obstetri Williams vol.2 hal 877).
Kehamilan pstterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/pos datisme atau pascamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (WHO 1997, FIGO 1986. Buku Sarwono:686).
b)      Sebab terjadinya kehamilan posterm
·         Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
·         Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan dan kehamilan posterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor  penyebab kehamilan postterm.
·         Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
·         Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab kehamilan postterm.
·         Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan posterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm
c)      Tanda dan Gejala
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan posterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
·         Telah lewat 36 minggu sejal tes kehamilan positif
·         Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
·         Telah lewat 24 miggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
·         Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.
d)     Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
·         Janin
-          Berat janin : bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan
-          Sindroma postmaturitas : dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala banyak atau tebal.
-          Gawat janin atau kematian perinatal.
·         Ibu
-          Morbiditas/mortalitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang tengkorang menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/ perdarahan postpartum akibat bayi besar.
-          Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilaman kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman seperti “belum lahir juga?” akan menambah frustasi ibu.
3.      IUGR
a)      Definisi
IUGR adalah berat badan bayi kurang dari persentil 10 untuk usia kehamilan bayi, dalam ariti bayi baru lahir berukuran lebih kecil dengan usia kehamilannya.
b)     Penyebab IUGR
·         Hipertensi dalam kehamilan
·         Gemeli
·         Anomali janin/trisomi
·         Sindrom Antifosfolipid
·         SLE
·         Infeksi: Rubela, sifilis, CMV
·         Penyakit jantung
·         Asma
·         Gaya hidup: merokok, narkoba
·         Kekurangan gixi-ekonomi rendah
c)      Patofisologis
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen, mauskan nutrisi, dan pngeluaran hasil metabolik menjadi abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul IUGR yang asimetrik yang lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria.
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya preeklamsia) akan menjadi lebih parah, Sooothill dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah pada IUGR yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika dibandingkan dengan simetrik.
Penyebab IUGR simetrik ialah faktor janin atau lingkungan uterus yang kronik (diabetes, hipertensi). Faktor janin ialah kelainan genetik (aneuplodi), umumnya trisomi 21,13, dan 18. Secara keseluruhan IUGR ternyara hanya 20% saja yang asimetrik pada penelitian terhadap 8.722 di Amerika. (Buku Sarwono:697).
d)     Tanda dan Gejala
·         Taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan gestasi.
·         Secara klinik pemeriksaan tinggi fundus umunya dalam sentimeter akan sesuai dengan usia kehamilan, bila lebih rendah dari 3 cm, patut dicurigai IUGR
e)      Faktor Risiko
·         Maternal/ibu seperti: tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, penyakit ginjal kronik, riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung da pernafasan, malnutrisi dan anemia, infeksi, pecandu alkohol, obat-obat tertentu dan perokok.
·         Uterus dan plasenta: penurunan aliran darah dari uterus ke plasenta, plasenta abruption, plasenta previa, infark plasenta.
·         Faktor janin antara lain: janin kembar, pnyakit infeksi, kelainan kongenital, kelainan kromosom, pajanan tertogen.
f)       Manifestasi klinik
Bayi-bayi lahir IUGR biasanya tampak kurus, pucat dan berkulit keriput, tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu dibandingkan pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat, Intra Uterin Growth Retardation (IUGR) muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel.
g)      Pencegahan
Hal-hal  yang perlu diperhatikan untuk mencegah IUGR, adalah sebagai berikut: usahakan hidup sehat, hindari stress selama kehamilan, hindari mengkonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan, olahraga teratur, hindari alkohol, rokok dan narkoba, periksakan kehamilan secara rutin.

4.      IUFD
a)      Definisi
Intra Uterine Fetal Death/kematian janin dalam rahim yaitu kematian yang terjadi saat UK lebih dari 20 minggu dimana jain sudah mencapai ukuran 500 gr atau lebih (Nasdaldy).
Menurut WHO dan the American College of Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian jain merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Buku Sarwono:732).
b)     Etiologi
Penyebab dari UIFD seringkali dipicu oleh : Ketidakcocokan rhesus darah ibu dan janin, ketidak cocokan gol darah ibu dan janin, gerakannya janin penyakit pada ibu, kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi dll.
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
·         Faktor maternal antara lain: Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
·         Faktor fetal antara lain : hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·         Faktor plasental antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·         Sedangkan gaktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya.
Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab kematian janin. Meskipun kematian janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.
c)      Tanda dan Gejala
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin tidak ada, yang terlihat tinggi fundus uterin menurun, berat badan ibu menurun, dan lingkaran perut ibu mengecil. Dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin, dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG, tampak gambaran janin tanpa kehidupan. dengan foto radiologik setelah 5 hari tampak tulang  kepala kolaps, tulang kepala saling tumpang tindih, pemeriksaan HCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin (Buku Sarwono:733).
d)     Faktor Risiko
·         Faktor maternal antara lain: Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
·         Faktor fetal antara lain : hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·         Faktor plasental antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·         Sedangkan gaktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

e)      Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.
f)       Pengelolaan
Bila didagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaanya. Rekomendasikan untuk segera diintervensi.
Bila didiagnosis kematian telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian jain, rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umunya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominal bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin+misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea ataupun miomektomi, bahay terjadinya ruptura uteri.
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal (50-100µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25 µg pervaginam/6 jam.
Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap penyebab kematian janin. (Buku Sarwono:734).
g)      Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion). Pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Buku Sarwono: 734).

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Solusio plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri yang terlepasa dari perlekatannya sebelum janin lahir. Kejadian ini sering terjadi dalam kehamilan triwulan ketiga dan bisa juga pada setiap saat dalam kehamilan >22 minggu dengan berat janin > 500 gram disertai dengan pembekuan darah (Buku Askeb 4 patologi Kebidanan 2010).
Plasenta prvia adalah plasenta yang berimplanuasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum ( Buku Sarwono).
Rupture Uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah tejadi hubungan langsung antar rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban kedaunya ikut ruptur dengan demikian  janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritoneum atau rongga abdomen. Pada rupture uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh peritoneum viserale.
Partus prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Obstetri Patologi:9).
Definisi kehamilan lebih bulan sebagai kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak awitan periode menstruasi, berasumsi bahwa ovulasi terjadi dua minggu setelah menstruasi terakhir (Buku Obstetri Williams vol.2 hal 877).
IUGR adalah berat badan bayi kurang dari persentil 10 untuk usia kehamilan bayi, dalam ariti bayi baru lahir berukuran lebih kecil dengan usia kehamilannya.
Intra Uterine Fetal Death/kematian janin dalam rahim yaitu kematian yang terjadi saat UK lebih dari 20 minggu dimana jain sudah mencapai ukuran 500 gr atau lebih (Nasdaldy).



Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Gunggingham,F.Gary.2012.Obstetri Williams edisi 23.Jakarta:EGC
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Buku Obstetri Patologi Unpad.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar