Jumat, 04 April 2014

Jaminan Mutu

Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya ( sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang menjadi upaya dari program Jaminan mutu pelayanan kesehatan?

C.     Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswi jadi mengetahui apa saja upaya dan bentuk dari Program menjaga mutu.
Tujuan khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mutu pelayanan kebidanan





Bab II
Pembahasan

A.   Jaminan Mutu (quality assurance) Pelayanan Kesehatan
Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan salah satu pendekatan/upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien (layanan primer). Profesional layanan kesehatan baik perorangan atau kelompok harus memberikan layanan kesehatan yang terbaik mutunya kepada semua pasien tanpa terkecuali. Pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan mengutamakan keluaran, layanan kesehatan bermutu hanya dihasilkan oleh pekerjaan yang dilaksanakan dengan benar. Layanan kesehatan yang mengutamakan mutu akan mudah untuk mendapatkan Akreditasi,Asuransi,dll. Pasien tidak mampu menilai suatu layanan kesehatan bermutu atau tidaknya, jadi sebagai layanan kesehatan yang baik jangan memanfaatkan dengan hal itu, kewajibannya yaitu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan pasien.

      Jaminan Mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan
  • Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien /masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal layanan kesehatan. 
  • Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan kesehatan.
  • Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data bukan perkiraan ataupun dugaan.
  • Bekerja dalam kelomok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat  dengan pengakuan bahwa semua tenaga layanan kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktifitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.
  • Menghindari pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan termasuk waktu, karena waktu adalah uang.
  • Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting mendorong orang jadi inovatif dan kreatif.
  • Semua kegiatan haru dikerjakan.    
    Tahap-tahap pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
  • Standar Mutu 
  • Penyusunan standar 
  • Mengukur apa yang tercapai
  • Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
  • Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan 
 Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan perlu hal-hal berikut:
  • Komitmen dari pemimpin organisasi puncak
  • Komitmen dari semua personal
  • Bersedia melakukan perubahan sikap 
  • Pencatatan yang akurat
  • komunikasi yang efektif pada setiap untuk organisasi
B.      Bentuk PMM Prosfektif
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.
Apabila ditemukan tenaga pelaksana, dana, sarana, kebijakan, struktur organisasi, dan sistem manajemen yang dianut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, akan berpengaruh terhadap mutu pelayanan, sehingga mutu pelayan kesehatan sulit dapat diharapkan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : 
Standardisasi(Standardization),perizinan(Licensure),Sertifikasi(Certification),akreditasi (Accreditation).
1.      Standarisasi
 Standarisasi Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima ( Clinical Practice Guideline , 1990). Standarisasi adalah upaya menentukan standar-standar tertentu yang harus dipenuhi. Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu ditetapkanlah standarisasi pelayanan kesehatan
2.      Lisensi (Perizinan)
Lisensi  Standarisasi perlu diikuti dengan perizinan untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sekali standar tersebut tidak terpenuhi, izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan segera di cabut.
3.      Sertifikasi
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang benar-benar telah dan atau tetap memenuhi persyaratan Agar hasilnya optimal, sertifikasi perlu ditinjau serta diberikan secara berkala.
4.      Akreditasi
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi Dilakukan secara bertingkat, yakni sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi juga ditinjau serta diberikan secara berkala.

C.      Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan. Program konkuren ini paling sulit dilaksanakan,karena ada faktor tenggang rasa kesejawatan. Kecuali apabila menyelenggarakan yankes dalam satu tim ( team work ) atau terbentuk kelompok kesejawatan ( peer group )
D.      Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN)
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:
• Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang  bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada  peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). 
• Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
• Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang  dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004  tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat  memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.Kelebihan sistem  asuransi sosial di banding kan dengan  asuransi komersial antara lain:
Asuransi Sosial
Asuransi komersial
1.      Kepesertaan bersifat wajib (untuk semua penduduk)
1.Kepesertaan bersifat sukarela
2.      Non profit
2.profit
3.      Manfaat komprehensif
3.manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.

E.       Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
·         Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu  akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
·         Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi,dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
·         Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·         Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.  Meskipun kepesertaan bersifat 19Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
·         Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
·         Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
F.       Strategi Jaminan Mutu pelayanan Kesehatan

1.      Sistem Rujukan
Sistem Rujukan sudah diatur secara garis besar dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012.  Dalam PerMenKes tersebut sudah dijelaskan penjenjangan fasilitas pelayanan kesehatan dan tata cara melakukan rujukan. Namun operasionalisasi dari sistem ini tidak cukup hanya mengacu kepada PerMenKes tersebut. Ada banyak hal yang harus dijabarkan lebih lanjut agar dapat berjalan dengan baik. Beberapa diantaranya adalah :
·         Bagaimana struktur piramid yang harus  dibangun antara fasyankes tingkat pertama hingga tingkat ketiga? Logikanya sebuah piramid memiliki dasar yang lebih luas daripada struktur di atasnya. Persoalan struktur ini penting untuk melihat kapasitas fasyankes dan kemudian kebutuhan jumlahnya untuk masyarakat di daerah tertentu. Jika hal ini sudah dilakukan, setidaknya masalah pemerataan pelayanan (baik dalam jumlah maupun jenis penyakit) seharusnya makin hari makin baik.
·         Masih terkait dengan struktur, tapi dengan fokus yang berbeda adalah pengelompokan fasyankes (jaringan/cluster). Bagaimana penunjukan fasyankes berbagai tingkatan di suatu daerah untuk melayani kelompok masyarakat tertentu? Apakah didasarkan pada jarak atau domisili pasien? Bagaimana dengan jenis layanan yang diberikan  RS terkait dengan  penyebaran penyakit? mengingat kondisi saat ini penataan lokasi RS belum sepenuhnya terencana dengan baik.
·         Terlepas dari isu struktur dan cluster, setiap fasyankes dituntut untuk memenuhi standar dalam hal tenaga medis, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dsb. Bagaimana kondisinya saat ini? Berbagai laporan menunjukkan masih banyak kekurangan terjadi khususnya di fasyenkes tingkat pertama. 
·         Isu-isu ini sejalan dengan semangat Universal Health Coverage yang  pada dasarnya mempersyaratkan adanya  standarisasi pelayanan kesehatan dan  sistem rujukanyang jelas.  Jika melihat  8 Fokus prioritas Nasional Bidang Kesehatan, tidak tampak adanya prioritas terhadap fasyankes tingkat pertama, karena semua tingkatan diprioritaskan! Selanjutnya kalau dibandingkan dengan  7 Prioritas Reformasi Kesehatan yang menyebutkan rumah sakit indonesia kelas dunia, bukankah ini tidak sejalan dengan semangat memprioritaskan fasyankes tingkat pertama? Ini semua menunjukkan bahwa pekerjaan rumah yang sangat besar harus kita selesaikan jika menginginkan implementasi JKN berjalan sepenuhnya pada tahun 2019.
·         Khusus standarisasi tenaga medis di fasyankes, fakta menunjukkan banyak fasyankes tingkat pertama masih kekurangan dokter, apalagi jika struktur piramida rujukan berjalan dengan baik. Perlu ada perombakan besar dalam upaya mempersiapkan tenaga medis di masa mendatang jika sistem rujukan harus berjalan. Kecenderungan dokter untuk menjadi spesialis atau sub-spesialis kurang sejalan dengan pola sistem rujukan, kecuali sistem remunerasi juga  diperbaiki. Memang pada akhirnya satu sistem sangat bergantung dengan sistem yang lain sehingga integrasi harus dilakukan.         
2.      Sistem Rantai Pasok Pelayanan Kesehatan
Barangkali rantai pasok pelayanan kesehatan tidak sekompleks rantai pasok industri manufaktur atau retail. Namun demikian, sistem terkait dengan rantai pasok pelayanan kesehatan sangat penting dalam penyediaan peralatan, bahan makanan, obat-obatan  dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat.  Di satu sisi dampaknya langsung  pada  patient safety. Di sisi yang lain sistem rantai pasok ini sangat menentukan biaya operasional rumah sakit. Secara khusus perlu dirancang bagaimana sistem rantai pasok untuk menegakkan formularium obat. Kebijakan harus dibuat antara pihak dalam rantai nilai, di samping tentunya juga di level rumah sakit. 
3.      Di level rumah sakit, isu sentralnya masih sama yaitu standarisasi. Namun turunannya cukup beragam, misalnya
·         Baru sedikit sekali rumah sakit yang mendapat akreditasi nasional. Ini sebenarnya merupakan isu besar,  kecuali standar akreditasi nasional tersebut  tidak penting. Pemerintah tidak dapat membiarkan masing-masing rumah sakit yang sudah berdiri untuk berupaya sendiri memenuhi standar akreditasi. Harus ada upaya yang sistematis membina rumah sakit agar mampu memenuhi standar tersebut. Jika tidak, dalam kurun waktu tertentu maka harus ada keberanian untuk menutup rumah sakit yang tidak terakreditasi.  Persoalan ikutannya, apakah mampu lembaga akreditasi melakukannya dengan sumber daya yang ada? Jika dari awal disadari sistem akreditasi ini lemah implementasinya maka harus dipikirkan bagaimana dengan JKN yang di dalamnya BPJS harus melakukan kredensialing terhadap rumah sakit mitranya? Apakah dimungkinkan untuk saling menutupi kekurangan sumber dayanya?.
·         Standarisasi lain adalah tarif. Tetapi isu utamanya sebenarnya bukan di tarif (isu yang tidak langsung berhubungan dengan pelayanan) atau biaya (sebagai akibat  langsung proses pelayanan). Hal yang belum tampak wujudnya dalam praktik adalah  clinical pathway (CP). Diyakini banyak pihak bahwa CP adalah bagian tak terpisahkan dari sistem pembiayaan INA-CBGs. Pertanyaannya, apakah CP sudah dijadikan dasar dalam menentukan biaya pelayanan kesehatan? Apa yang terjadi saat ini adalah upaya menghubungkan langsung antara biaya  (costing) dengan grup penyakit (coding). Padahal CP adalah konsep yang paling jelas dalam menghasilkan biaya pengobatan. Bahkan tidak hanya itu, CP dapat digunakan untuk memperkirakan Length of Stay, alat komunikasi dengan pasien, yang pada akhirnya menentukan efektivitas pelayanan kesehatan. Selama CP belum dirancang dengan baik, maka perdebatan antara biaya yang dikeluarkan rumah sakit dan tarif yang ditetapkan tidak akan dapat diselesaikan dengan tegas.
·         Dalam konteks rumah sakit, isu standarisasi dan CP bukan isu baru sebenarnya. Tetapi isu lama yang belum diselesaikan dengan tuntas. Jadi membiarkan isu-isu lama ini mengambang dan hanya menyelesaikan isu-isu teknis yang di depan mata, hanya membuat bom waktu dalam implementasi JKN.
4.      Isu terakhir adalah keterpaduan data dan informasi antar lembaga yang terlibat dalam SKN.
Pada prinsipnya Sistem dan Teknologi Informasi (TI) hanyalah enabler bagi keseluruhan proses yang terjadi baik di dalam maupun antar rumah sakit. Namun tuntutan integrasi dan kinerja yang tinggi dari fasyankes mau tidak mau mensyaratkan penggunaan sistem TI. Tanpanya, pelaksanaan sistem rujukan, sistem rantai pasok, proses standarisasi berjalan sangat lambat sampai akhirnya daya tahan pelakunya habis sebelum menggunakannya.












Bab III
Penutup

A.    Kesimpulan
Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat mendasar d`lam memberikan pelayanan terhadap pasien. Kita sebagai profesional pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan ataupun kelompok harus selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatn yang terbaik mutunya kepada semua pasien.
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan tersebut baik yang menyangkut organisasi, perencanaan ataupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri telah menjadi suatu kiat manajemen yang sistematis serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan. Bidan berperan penting dalam penerapan mutu manajemen pelayanan kesehatan baik secara langsung ataupun tidak langsung saat penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Adanya perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan pengetahuan dan teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan informasi yang begitu cepat , serta diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang baik , mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus- menerus seiring dengan perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut. Saran Sebagai bidan kita harus senantiasa menjaga mutu pelayanan yang sudah sesuai dengan standar praktik agar pasien lebih percaya dan nyaman.






Daftar Pustaka

·         Sarwono Prawirohardjo, 2010.Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka Sarwono.
·         http://www.scrib.com./mobile/doc/97695190/device_Prenagent (diunduh pada tanggal 29 september 2013)
·         Desa, bidan. 2010. Kenali Ketidaknyamanan kehamilan trimester. (online).( http://bidandesa.com, diakses 29 september 2013). 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar