BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan normal adalah suatu keadaan fisiologis,
normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran
persalinan tergantung 3 faktor yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir
(passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya psikologi ibu, penolong
saat bersalin dan posisi saat bersalin. dengan adanya keseimbangan antara
faktor tersebut, bila ada gangguan pada faktor ini dapat terjadi kesulitan atau
gangguan pada jalannya persalinan. kelambatan atau kesulitan persalinan ini di
sebut distosia. Distosia itu adalah kesulitan dalam jalannya persalianan salah satunya adalah distosia karena
kelainan his baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran
persalinan.yang dapat dibedakan menjadi
Distosia kelainan janin Yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar
Siam, gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
B. Tujuan
Mahasiswa
mampu menjelaskan tentang distosia karena kelainan Janin yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar Siam,
gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Tentang
Bayi besar?
2.
Bagaimana Tentangf
Hidrocephalus?
3.
Bagaimana Tentang Anecephalus?
4.
Bagaimana Tentang
Bayi kembar Siam?
5.
Bagaimana Tentang
Gawat janin?
6.
Bagaimana Tentang
IUFD?
7.
Bagaimana Tentang
Tali pusat menumbung?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Hidrosephalus
1. Definisi
Hidrosefalus
dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran,
atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah ke peningkatan volume
cairan di dalam SSP. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan
hidrodinamik dari CSF. Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari,
hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu, dan hidrosefalus kronis
terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan lesi
destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSF dalam SSP.
Hidrosepalus
adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel
otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai
kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabipida.
2. Etiologi
Penyebab hidrosephalus
terjadi bila terdapat : penyumbatan aliran cairan cerebro spinalis (CSS) pada
salah satu tempat anatar tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Hidrsefalus disebabkan oleh satu dari tiga faktor :
produksi CSS yang berlebihan, obstruksi jalur CSS, dan gangguan absorpsi CSS.
3. Patofisiologi
CSS
diproduksi + 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari dengan demikian CSS
diperbaharui setiap 8 jam pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSS ternyata
berkurang + 0,3/menit.
CSS
dibentuk oleh : plexus choroideus parenchim otak arachknoid. CSS mengalir dari
tempatb pembentukannya ke temapt absorbsinya. CSS mengalir dari ventrikel
lateralis melalui sepasang foramen monro ke dalam ventrikel III, dari sini
melalui aquaductus sylvius menuju ventrikel IV.
4. Klasifikasi
a. Hidrosefalus
tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi
bila CSS otak terganggu (Gangguan di
dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS
dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan
disebabkan oleh kongenital : stenosis akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang
agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler
atau tumor bawaan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal).
Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor
intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).
b. Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang
ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan (Gangguan
di luar sistem ventrikel).
·
perdarahan akibat trauma kelahiran
menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan blokade villi arachnoid.
·
Radang meningeal
·
Kongenital :
-
Perlekatan arachnoid/sisterna karena
·
gangguan pembentukan.
-
Gangguan pembentukan villi arachnoid
-
Papilloma plexus choroideus
5. Tanda
dan gejala
Lingkar
kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. pada hidrosephalus
lingkar kepala sering lebih mencapai dari 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm.
volume cairan biasanya berkisar antara 500- 1500 Ml , tetapi bisa juga sampai
5L . pada presentasi bokongditemukan pada sepertiga kasus . pada presentasi
apapun, hidrosefalus lazimnya disertai disporposi sefalopelvik berat dengan distosia serius sebagai konsekuensi
umumnya .
6. Diagnosa
Hidrosepalus
dapat ditegakkan dengan : CT Scan dan USG. Diagnosa banding : Makrosefali,
tumot otak, penilaian foto rontgen tidak boleh berdasarkan besarnya kepala
saja, tetapi juga pada : bentuk kepala pada hidrosepalus lebih bundar dan pada
tengkorak normal agak lonjong, perbandingan antara bagian tengkorak dan bagian
muka pada hidrosefalus yang relatif lebih keci, tebalnya tu;ang tengkorak yang
hanya memberikan bayangan yang tipis pada hidrosefalus.
Harus
diingat bahwa kemungkinan hidrosefalus jika : kepala tetap tinggi walaupun
panggul baik dan his kuat dalam persalinan, kepala teta[ dapat digoyangkan dan
sutua sangat lebar pada perabaan akhir kehamilan primipara, tampak ada spina
bifida pada tubuh yang sudah lahir pada letak sungsang, pada pemeriksaan USG
tampak gambaran ventrikumegali atau
perubahan sudut pleksus koroidalis dan lain-lain.
8. Komplikasi
terhadap ibu dan janin
Tanpa
tindakan operasi, penimbunan cairan akan mengakibatkan penekanan pada jaringan
otak normal dan selanjutnya akan mengganggu berbagai fungsi otak, termasuk
fungsi-fungsi vital yang dapat mempengaruhi jantung dan paru.
9. Penatalaksanaan
Persalinan
pada wanita dengan janin hidrosepalus perlu dilakukan pengawasan yang seksama,
karena bahay terjadinya rupture uteri mengancam. Pada hidrosephalus yang nyata,
kepala janin harus dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm
cairan cerebrospinalis dikeluarkan dengan fungsi pada kepala menggunakan jarum
spinal, setelah kepala mengecil, bahay regangan segmen bawah uterus hilang,
sehingga tidak terjadi kesulitan penurunan kepala ke dalam rongga panggul.bila
janin dalam letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala yang tidak dapat
lahir dilakukan dengan fungsi atau perforasi melalui foramen oksipitalis magnum
atau sutura temporalis. Dianjurkan pula untul mencoba melakukan
venttrikulosentesis trans abdominal dengan jarum spinal, kandung kencing harus
dikosongkan terlebih dahulu.
B. Anencephalus
1. Definisi
Anencephalus
adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada
awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk
otak.
Anensefalus
terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi penyebabnya yang
pasti tidak diketahui.
2. Etiologi
Penyebab
anencephalus anatara lain: faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat,faktor
umur ibu, faktor hormonal. Faktor radiasi, faktor gizi, faktor lainnya.
3. Patofisiologi
4. Tanda
dan gejala
Ibu
polihididramnion, bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak memiliki otak,
terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak kepala pada pemeriksaan USG.
Kelainan
ini ditandai dengan tidak adanya kubah cranium dan otak diatas dasar tengkorak
dan orbita. Kegagalan dalam memperoleh penampakan diameter biparietalis yang
adequate pada trimester kedua seyogyanya menimbulkan kecurigaan.
5. Faktor
risiko
Faktor
ibu usia resti, riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya. Hamil dengan
kadar asam folat rnedah, fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol,
kekurangan gizi (malnutrisi), mengkonsumsu kafein, tar, alkohol, dll selama
masa kehamilan.
Faktor
lingkungan yang multiple, 30% riwayat keluarga, Terinfeksi rubella ,CMV, Terpajan
sinar X, Multi gravid > 6 kali , Primigravida,
Riwayat melahirkan cacat ( DS Bratakoesoema , 2005).
6. Komplikasi
terhadap ibu dan janin
Hidramnion
akibat gangguan menelan janin sering menyertai ansefalus , tetapi biasanya hal
ini merupakan temuan lanjut. Goldstein dan Filly menemukian peningkatan cairan
amnion pada 85 % janin ansefalus setelah usia gestasi 25 minggu , tetapi pada
hanya 10% sebelum waktu 25 minggu. Dari ensefalus itu sendiri dapat
mengakibatkan hal yang fatal.
7. Penatalaksanaan
-
Deteksi dini
-
Konseling tentang : evaluasi konsumsi
nutrisi, kemungkinan kesulitan pada proses perslainan, rencana persalinan
dirumah sakit
-
Kolaborasi daan rujukan
-
Deteksi terhadap CPD
-
Persalinan pervaginam dipertimbangkan
dnegan syarat : pertolongan persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi
harus ada, dan adanya dokter anak.
-
Melakukan observasi : DJJ, kontraksi
uterus, posisi, caput / molding dan kekuatan
mengedan
-
Lakukan episiotomy lebar
-
Distosia bahu lakukan manufer Roberts
-
Jika dalam kala II mekanisme persalinan
tidak ada perkembangan lakukan sesar
C. Bayi
Besar
1. Definisi
Anak yang lebih berat dari 4000 g. Menurut
kepustakaan anak yang besar baru dapat menimbulkan distosia kalau beratnya
melebihi 4500 g.
2. Etiologi
Makrosomia
fetalis mrupakan peningkatan ukuran badan terhadap ukuran kepala, sehingga
hasilnya berupa lengkungan bahu yang lebih besar dari ukuran kepala bayi yang
biasanya menyebabkan terjadinya distosia bahu karena kepala juga membesar dan
mengeras serta kurang mengadakan moulage akibat dari kenaikan berat bdan bayi.
3. Patosfisiologi
4. Diagnosis
a. Anamnesis
-
Sejarah obstetric , sebelumnya meliputi
berat badan bayi sebelumnya
-
Umuran badan dari ayah bayi
-
Berat badan ibu dan ayah pada saat lahir
adanya diabetes gestasional
-
Mioma uteri sebelumnya.
a. Pemeriksaan
fisik
-
Ukuran tubuh ( tinggi tubuh, berat
badan, struktur tubuh )
-
Ketinggian fundus
-
Perkirakan berat badan bayi ( trimester
3)
-
Lingakaran abdominal pada palpasi dirasakan
kepala atau bokong lebih besar dari seharusnya
-
Palpasi untuk mioma
b. Diagnosis
banding
-
HPHT yang salah
-
Polihdramnion
-
Kehamilan kembar
-
Mioma uteri
-
HPHT benar dan bayi besar
-
Diabetes gestasional tipe 2
5. Tanda
dan Gejala
-
Ibu merasakan uterus lebih besar dari
usia kehamilan
-
Ibu mempunyai salah satu faktor resiko
-
TFU > 40 cm
-
Kenaikan berat badan ibu yang berlebihan
-
Palpasi dirasakan kepala atau bokong
lebih besar dari biasanya
-
Bagian bawah janin belum masuk
-
Perkiraan berat janin > 4000g
-
Kepala bayi tetap berada di vagina
-
Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
6. Faktor
risiko
-
Diabetes
Obesitas maternal sulit
dipisahkan dari diabetes kehamilan ( over diabetes ) , park dan zell ( 1978)
melaporkan bahwa berat badan ibu sebelum dan awal kehamilan > 90 kg
berhubungan dengan bayi besar
-
Keturunan orang tuanya besar-besar).
-
Multiparitas
-
Kehamilan lama ( post matur )
Janin terus tumbuh
setelah usia kehamilan 42 minggu
-
Persalinan sebelumnya dengan bayi >
4000gr ( Hauchang, 1980)
7. Komplikasi
terhadap ibu dan janin
Ibu
: Perpanjangan persalinan karena distosia bahu, Rupture uteri , Perdarahan
postpartum, Infeksi puerpuralis.
Janin : Fraktur humerus
& klavikula, Paralisis karena kerusakan nervus brachialis , Kelainan
neurologis , Asfiksia berat, Gangguan pertumbuhan dan perkembnagan ( Cunningham
, 1995)
8. Penatalaksanaan
-
Deteksi dini
-
Konseling tentang : evaluasi konsumsi
nutrisi, kemungkinan kesulitan pada proses perslainan, rencana persalinan
dirumah sakit
-
Kolaborasi daan rujukan
-
Pada Deteksi terhadap CPD
-
Persalinan pervaginam dipertimbangkan
dnegan syarat : pertolongan persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi
harus ada, dan adanya dokter anak.
-
Melakukan observasi : DJJ, kontraksi
uterus, posisi, caput / molding dan kekuatan
mengedan
-
Lakukan episiotomy lebar
-
Distosia bahu lakukan manufer Roberts
-
Jika dalam kala II mekanisme persalinan
tidak ada perkembangan lakukan sesar
D. Kembar
Siam
1. Definisi
Kembar
adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini
terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna.
Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan
terjadi kembar siam.
2. Patofisiologis
Apabila pembentukan kembar dimulai
setelah cakram mudigah dan kantung amnion rudiment sudah terbentuk dan apabila
pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan terbentuk kembar siam. Apabila
masing-masing kembar siam tersebut bertubuh hampir sempurna, bagian tubuh yang
sering menyatu mungkin adalah :
a. Anterior
( Torakopagus )
b. Posterior
( Piopagus )
c. Sefalik
( kraniopagus )
d. Kaudal
( iskiopagus )
Sebagian
besar adalah varian torakopagus .
Apabila tubuh hanya mengalami duplikasi
sebagian perlekatannya biasanya terletak lateral. Pemisahan inkomplet cakram
mudigah dapat dimulai di salah satu atau kedua kutub dan mengahsilkan dua
kepala, tiga atau empat lengan , dua tiga atau empat tungkai atau kombinasinya.
Frekuensinya kembar siam belum diketahui pasti . di kandang kerbau hospital di
Singapura , Tan dkk, ( 1971) mengidentifikasi tujuh kasus kembar siam diantara
sekitar lebih dari 400.000 pelahiran ( 1 dalam 60.000)
3. Penatalaksanaan
Konsultasi
dengan ahli bedah anak akan memudahkan orang tua mengambil keputusan. Juga
perlu diingat bahwa kembar monoizigot beresiko tinggi mengalami ketidaksepadanan
malformasi struktur , kemungkinan besar karena proses pembentukan kembar adalah
kejadian teratogenik yang mengganggu proses – proses perkembangan normal.
Akibatnya kembar siam mungkiin memiliki anomaly struktur yang tidak sepadan
yang semakin mempersulit keputusan mengenai kehamilan perlu dilanjutkan atau
tidak. Sebagai contoh salah satu kembar siam yang anencefalus. Pelahiran
pervaginam kembar siam untuk tujuan terminasi kehamilan dapat dilakukan karena
penyatuan umumnya lentur walaupun sering terjadi distosia. Apabila janin sudah
matur, pelahiran pervaginam dapat menimbulkan trauma.
E. IUFD
a)
Definisi
Intra
Uterine Fetal Death/kematian janin dalam rahim yaitu kematian yang terjadi saat
UK lebih dari 20 minggu dimana jain sudah mencapai ukuran 500 gr atau lebih
(Nasdaldy).
Menurut
WHO dan the American College of
Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin
yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian jain merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Buku
Sarwono:732).
b)
Etiologi
Penyebab
dari UIFD seringkali dipicu oleh : Ketidakcocokan rhesus darah ibu dan janin,
ketidak cocokan gol darah ibu dan janin, gerakannya janin penyakit pada ibu,
kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin,
perdarahan antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi
dll.
Pada
25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
·
Faktor maternal antara lain:
Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur
ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut
ibu, kematian ibu.
·
Faktor fetal antara lain : hamil kembar,
hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·
Faktor plasental antara lain: kelainan
tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·
Sedangkan gaktor risiko terjadinya
kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu
infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir
rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian
sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput.
Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin
termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi
kehamilan selanjutnya.
Pengelolaan kehamilan selanjutnya
bergantung pada penyebab kematian janin. Meskipun kematian janin berulang
jarang terjadi, demi kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut diperlukan
pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin dapat
dilakukan dengan anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil,
bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.
c)
Tanda
dan Gejala
Pada
anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin tidak ada,
yang terlihat tinggi fundus uterin menurun, berat badan ibu menurun, dan
lingkaran perut ibu mengecil. Dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar
adanya bunyi jantung janin, dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG,
tampak gambaran janin tanpa kehidupan. dengan foto radiologik setelah 5 hari
tampak tulang kepala kolaps, tulang
kepala saling tumpang tindih, pemeriksaan HCG urin menjadi negatif setelah
beberapa hari kematian janin (Buku Sarwono:733).
d)
Faktor
Risiko
·
Faktor maternal antara lain:
Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur
ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut
ibu, kematian ibu.
·
Faktor fetal antara lain : hamil kembar,
hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·
Faktor plasental antara lain: kelainan
tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·
Sedangkan gaktor risiko terjadinya
kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu
infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir
rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
e)
Komplikasi
terhadap Ibu dan Janin
Komplikasi
yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila waktu
antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban
pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari
2 minggu.
f)
Pengelolaan
Bila
didagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.
Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaanya. Rekomendasikan
untuk segera diintervensi.
Bila
didiagnosis kematian telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu,
dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah.
Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian
jain, rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga,
yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan
pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umunya tanpa
komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan
dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominal bila janin letak
lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin+misoprostol. Hati-hati
pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea ataupun miomektomi, bahay
terjadinya ruptura uteri.
Pada
kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal
(50-100µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu
dosis misoprostol 25 µg pervaginam/6 jam.
Setelah
bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga.
Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap
penyebab kematian janin. (Buku Sarwono:734).
g)
Pencegahan
Upaya
mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila
ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu
keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion). Pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Buku Sarwono: 734).
F. Tali
Pusat Menumbung
1. Definisi
Kalau tali pusat di
samping atau lebih rendah dari bagian depan sedagkan ketuban sudah pecah, maka dikatakan
tali pusat menumbung.
2. Etiologi
Segala
keadaan dimana pintu atas panggul kurang tertutup oleh bagian depan dapat
menimbulkan prolapsus foeneculi seperti pada :
-
Disproporsi cephalopelvic.
-
Letak lintang.
-
Letak kaki.
-
Kehamilan ganda.
-
Letak majemuk
-
Hydramnion
Kejadian ini lebih sering terjadi kalau
tali pusat panjang dab kalau plasenta rendah letaknya. Tali pusat menumbung
lebih sering terjadi pada multipara dara primipara. Prolapsus foeniculi secara
langsung tidak mempengaruhi keadaan ibu, sebaiknya sangat membahaykan anak,
karena tali pusat tertekan antara bagian depan anak dn dinidng panggul,
sehingga timbul asfiksia. Bahaya terbesar pada letak kepala, karena bagian yang
menekan ibu bundar dan keras
4. Diagnosa
Diagnosa tali pusat menumbung dibuat dengan 2 cara :
1.
Melihat tali pusat di luar vulva
2. Meraba
tali pusat pada pemeriksaan vaginal (periksa dalam)
Pemeriksaan
vaginal harus dilakukan :
a. Bila
terjadi gawat janin yang tidak diketahui sebabnya dan trauma jika bagian
terbawah belum turun.
b.
Bila ketuban pecah dengan bagian terendah yang masih tinggi.
c.
Bila semua kasus malpresentasi pada waktu ketuban pecah
d.
Bila bayinya jelas prematur
e. Pada kasus-kasus kembar
5. Tanda
dan gejala
6. Faktor
risiko
7. Komplikasi
terhadap ibu dan janin
8. Penatalaksanaan
Tali pusat
menumbung dibiarkan dan persalinan diteruskan pada keadaan-keadaan sebagai
berikut :
a. Bila janin sudah meninggal
b. Bila janin diketahui abnormal
c. Bila janin masih sangat premature
sehingga tidak ada harapan untuk dapat hidup
Usaha-usaha
untuk mengurangi kompresi tali pusat dan memperbaiki keadaan janin adalah
sebagai berikut :
a. Penolong memasukkan satu tangan ke
dalam vagina dan mendorong bagian terendah ke atas menjauhi tali pusat. Pada
waktu yang bersamaan dilakukan persiapan untuk menolong persalinan.
b. Pasien diletakkan dalam sikap
lutut-dada (knee chost) atau trendelenburg dengan pinggul diatas dan kepala di
bawah.
c. Diberikan oksigen dengan masker
kepada ibu
d. Denyut jantung janin sering
diperiksa dengan teliti
e. Dilakukan pemeriksaan vaginal untuk
menentukan presentasi, pembukaan serviks, turunnya bagian terendah dan keadaan
tali pusat.
Jika pembukaan sudah lengkap dilakukan usaha-usaha untuk
berbagai presentasi sebagai berikut :
a. Presentasi kepala, kepala rendah di
dalam panggul : ekstraksi dengan forceps
b. Presentasi kepala, kepala tinggi :
Versi ekstraksi cara ini mengandung bahaya terjadinya rupture uteri tetapi oleh
karena ini merupakan usaha dalam keadaan putus asa untuk menyelamatkan anak
maka resiko tersebut harus diambil
c. Presentasi bokong. Kedua kaki
diturunkan dan bayi dilahirkan sebagai presentasi bokong kaki secepat mungkin.
d. Letak lintang. Versi dalam menjadi
presentasi kaki dan segera dilakukan ekstraksi.
Jika pembukaan belum lengkap, dilakukan usaha-usaha sebagai
berikut :
a. Sectio caesaria, merupakan pilihan
selama bayinya cukup bulan dan dalam keadaan baik. Nasib bayi pada section
caesaria jauh lebih baik dibanding kelahiran dengan cara lain. Bahaya untuk ibu
juga sangat kurang dibanding dengan melahirkan bayi secara paksa pada pembukaan
yang belum lengkap. Sementara dilakukan persiapan operasi diadakan usaha-usaha
untuk mengurangi kompresi tali pusat seperti tersebut diatas.
b. Reposisi tali pusat dapat dicoba
jika tidak dapat dikerjakan section caesarea. Tali pusat dibawah ke atas
kedalam uterus, sedangkan bagian terendah janin di dorong ke bawah masuk
panggul kemudian di tahan kadang-kadang reposisi tali pusat berhasil tetapi
umumnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga pada waktu melakukan.
c. Jika usaha ini tidak berhasil,
pasien di pertahankan dalam posisi trendelenburg dengan harapan tali pusat
tidak tertekan sehingga bayi tetap dapat hidup sampai pembukaan menjadi cukup
lebar untuk memungkinkan lahirnya bayi.
d. Dilatasi serviks secara manual,
insisi serviks dan cara-cara lain untuk memaksakan pembukaan serviks tidak akan
pernah diterima. Keberhasilannya kecil sedangkan resiko untuk ibu besar.
G. Gawat
Janin
1. Definisi
Keadaan
janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin dan memeriksa
kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Sering dianggap DJJ yang
abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis.
Akan tetapi, hal tersebut seringkali tidak benar.
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin
tidak memperoleh oksigen yang cukup.
2. Etiologi
Etiologi gawat janin
yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun faktor janin
sehingga memicu terjadinya gawat janin berikut etiologinya :
a. Insufisiensi
uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uters plasenta dalam waktu singkat)
berupa : aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan
dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi
terlentang, perdarahan ibu, solusio plasenta, plasenta previa.
b. Insufisiensi
uteroplsenter kronik (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu lama)
berupa penyakit hipertensi, pada hipertensi khusunya preeklamsia da eklamsia
terjadi vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan
dan menyebabkan aliran darah ke plasenta terhambat dan menimbulkan hipoksia
pada janin yang akan menjadikan gawat janin.
c. Diabetes
mellitus : pada ibu yang menderita DM maka kemungkinan pada bayi akan mengalami
hipoglikemia karena pada ibu yang diabetes mengalami toleransi glukosa
terganggu dan sering kali disertai dengan hipoksia
d. Isoimunisasi
Rh, postmaturitas atau dismaturitas, kompresi (penekanan) tali pusat.
3. Tanda
dan gejala
·
Frekwensi bunyi jantung janin kurang
dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit.
·
Berkurangnya gerakan janin ( janin
normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ).
·
Adanya air ketuban bercampur mekonium,
warna kehijauan ( jika bayi lahir dengan letak kepala ).
·
Pada kehamilan : ibu merasakan gerakan
janin menurun, ibu merasa besar perut lebih kecil
·
Pada persalinan : gerakan janin menurun
atau meningkat.
·
Pada kehamilan : terdapat retardasi
pertumbuhan uterus, TFU< dari usia kehamilan, pemeriksaan DJJ terjadi
perubahan pola denyut DJJ dari nilai normal
·
Pada persalinan : perubahan pola DJJ (
Takhikardi, bradikardi,), hipotensi pada ibu, peningkatan suhu, kontraksi
uterus hipertonik ( Ben – zion 1994)
4. Faktor
risiko
·
Premature usia gestasi < 28 minggu
·
Demam maternal
·
Hipoksia janin yang disebabkan karena
peningkatan DJJ yang persisten menyebabkan stress janin
·
Pengobatan maternal
·
Anomaly jantung
·
Dehidrasi maternal
·
Anemia janin
5. Komplikasi
terhadap ibu dan janin
Terjadi kematian janin
6. Penatalaksanaan
·
Tingkatkan oksigen pada janin dengan
cara : Mintalah si ibu merubah posisi tidurnya; Berikan cairan kepada ibu
secara oral atau IV; Berikan Oksigen.
·
Periksa kembali denyut jantung janin.
Bila frekwensi bunyi jantung janin masih tidak normal, maka dirujuk; Bila
merujuk tidak mungkin, siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.
Anjurkan ibu hamil
in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya.
Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu
ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu. Coba posisi yang lain (
miring ke kanan, posisi sujud ). Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah
atau mengobati Gawat Janin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hidrosepalus
adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel
otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai
kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabipida.
Anencephalus
adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada
awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk
otak.
Anak
yang lebih berat dari 4000 g. Menurut kepustakaan anak yang besar baru dapat
menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 g.
Kembar
adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini
terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna.
Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan
terjadi kembar siam.
Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia
Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4
(Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar