Selasa, 22 April 2014

Distosia Kelainan Janin

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persalinan normal adalah suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya psikologi ibu, penolong saat bersalin dan posisi saat bersalin. dengan adanya keseimbangan antara faktor tersebut, bila ada gangguan pada faktor ini dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. kelambatan atau kesulitan persalinan ini di sebut distosia. Distosia itu adalah kesulitan dalam jalannya persalianan salah satunya adalah distosia karena kelainan his baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan.yang dapat dibedakan menjadi Distosia kelainan janin Yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar Siam, gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
B.     Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang distosia karena kelainan Janin yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar Siam, gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Tentang Bayi besar?
2.      Bagaimana Tentangf Hidrocephalus?
3.      Bagaimana  Tentang Anecephalus?
4.      Bagaimana Tentang Bayi kembar Siam?
5.      Bagaimana Tentang Gawat janin?
6.      Bagaimana Tentang IUFD?
7.      Bagaimana Tentang Tali pusat menumbung?





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Hidrosephalus
1.      Definisi
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah ke peningkatan volume cairan di dalam SSP. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari CSF. Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari, hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu, dan hidrosefalus kronis terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSF dalam SSP.
Hidrosepalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabipida.
2.      Etiologi
Penyebab hidrosephalus terjadi bila terdapat : penyumbatan aliran cairan cerebro spinalis (CSS) pada salah satu tempat anatar tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Hidrsefalus disebabkan oleh satu dari tiga faktor : produksi CSS yang berlebihan, obstruksi jalur CSS, dan gangguan absorpsi CSS.
3.      Patofisiologi
CSS diproduksi + 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari dengan demikian CSS diperbaharui setiap 8 jam pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSS ternyata berkurang + 0,3/menit.
CSS dibentuk oleh : plexus choroideus parenchim otak arachknoid. CSS mengalir dari tempatb pembentukannya ke temapt absorbsinya. CSS mengalir dari ventrikel lateralis melalui sepasang foramen monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus sylvius menuju ventrikel IV.
4.      Klasifikasi
a.      Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).
b.       Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan (Gangguan di luar sistem ventrikel).
·         perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan blokade villi arachnoid.
·         Radang meningeal
·         Kongenital :
-          Perlekatan arachnoid/sisterna karena
·         gangguan pembentukan.
-          Gangguan pembentukan villi arachnoid
-          Papilloma plexus choroideus

5.      Tanda dan gejala
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. pada hidrosephalus lingkar kepala sering lebih mencapai dari 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. volume cairan biasanya berkisar antara 500- 1500 Ml , tetapi bisa juga sampai 5L . pada presentasi bokongditemukan pada sepertiga kasus . pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai disporposi sefalopelvik berat  dengan distosia serius sebagai konsekuensi umumnya .

6.      Diagnosa
Hidrosepalus dapat ditegakkan dengan : CT Scan dan USG. Diagnosa banding : Makrosefali, tumot otak, penilaian foto rontgen tidak boleh berdasarkan besarnya kepala saja, tetapi juga pada : bentuk kepala pada hidrosepalus lebih bundar dan pada tengkorak normal agak lonjong, perbandingan antara bagian tengkorak dan bagian muka pada hidrosefalus yang relatif lebih keci, tebalnya tu;ang tengkorak yang hanya memberikan bayangan yang tipis pada hidrosefalus.
Harus diingat bahwa kemungkinan hidrosefalus jika : kepala tetap tinggi walaupun panggul baik dan his kuat dalam persalinan, kepala teta[ dapat digoyangkan dan sutua sangat lebar pada perabaan akhir kehamilan primipara, tampak ada spina bifida pada tubuh yang sudah lahir pada letak sungsang, pada pemeriksaan USG tampak gambaran ventrikumegali  atau perubahan sudut pleksus koroidalis dan lain-lain.

8.      Komplikasi terhadap ibu dan janin
Tanpa tindakan operasi, penimbunan cairan akan mengakibatkan penekanan pada jaringan otak normal dan selanjutnya akan mengganggu berbagai fungsi otak, termasuk fungsi-fungsi vital yang dapat mempengaruhi jantung dan paru.
9.      Penatalaksanaan
Persalinan pada wanita dengan janin hidrosepalus perlu dilakukan pengawasan yang seksama, karena bahay terjadinya rupture uteri mengancam. Pada hidrosephalus yang nyata, kepala janin harus dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan cerebrospinalis dikeluarkan dengan fungsi pada kepala menggunakan jarum spinal, setelah kepala mengecil, bahay regangan segmen bawah uterus hilang, sehingga tidak terjadi kesulitan penurunan kepala ke dalam rongga panggul.bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala yang tidak dapat lahir dilakukan dengan fungsi atau perforasi melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis. Dianjurkan pula untul mencoba melakukan venttrikulosentesis trans abdominal dengan jarum spinal, kandung kencing harus dikosongkan terlebih dahulu.                                                               
B.     Anencephalus
1.      Definisi
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
2.      Etiologi
Penyebab anencephalus anatara lain: faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat,faktor umur ibu, faktor hormonal. Faktor radiasi, faktor gizi, faktor lainnya.
3.      Patofisiologi
4.      Tanda dan gejala
Ibu polihididramnion, bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak memiliki otak, terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak kepala pada pemeriksaan USG.
Kelainan ini ditandai dengan tidak adanya kubah cranium dan otak diatas dasar tengkorak dan orbita. Kegagalan dalam memperoleh penampakan diameter biparietalis yang adequate pada trimester kedua seyogyanya menimbulkan kecurigaan.


5.      Faktor risiko
Faktor ibu usia resti, riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya. Hamil dengan kadar asam folat rnedah, fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol, kekurangan gizi (malnutrisi), mengkonsumsu kafein, tar, alkohol, dll selama masa kehamilan.
Faktor lingkungan yang multiple, 30% riwayat keluarga, Terinfeksi rubella ,CMV, Terpajan sinar X,  Multi gravid > 6 kali , Primigravida, Riwayat melahirkan cacat ( DS Bratakoesoema , 2005).

6.      Komplikasi terhadap ibu dan janin
Hidramnion akibat gangguan menelan janin sering menyertai ansefalus , tetapi biasanya hal ini merupakan temuan lanjut. Goldstein dan Filly menemukian peningkatan cairan amnion pada 85 % janin ansefalus setelah usia gestasi 25 minggu , tetapi pada hanya 10% sebelum waktu 25 minggu. Dari ensefalus itu sendiri dapat mengakibatkan hal yang fatal.

7.      Penatalaksanaan
-          Deteksi dini
-          Konseling tentang : evaluasi konsumsi nutrisi, kemungkinan kesulitan pada proses perslainan, rencana persalinan dirumah sakit
-          Kolaborasi daan rujukan
-          Deteksi terhadap CPD
-          Persalinan pervaginam dipertimbangkan dnegan syarat : pertolongan persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi harus ada, dan adanya dokter anak.
-          Melakukan observasi : DJJ, kontraksi uterus, posisi, caput / molding dan kekuatan  mengedan
-          Lakukan episiotomy lebar
-          Distosia bahu lakukan manufer Roberts
-          Jika dalam kala II mekanisme persalinan tidak ada perkembangan lakukan sesar
C.     Bayi Besar
1.      Definisi
Anak yang lebih berat dari 4000 g. Menurut kepustakaan anak yang besar baru dapat menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 g.
2.      Etiologi
Makrosomia fetalis mrupakan peningkatan ukuran badan terhadap ukuran kepala, sehingga hasilnya berupa lengkungan bahu yang lebih besar dari ukuran kepala bayi yang biasanya menyebabkan terjadinya distosia bahu karena kepala juga membesar dan mengeras serta kurang mengadakan moulage akibat dari kenaikan berat bdan bayi.

3.      Patosfisiologi
4.      Diagnosis
a.     Anamnesis
-          Sejarah obstetric , sebelumnya meliputi berat badan bayi sebelumnya
-          Umuran badan dari ayah bayi
-          Berat badan ibu dan ayah pada saat lahir adanya diabetes gestasional
-          Mioma uteri sebelumnya.
a.       Pemeriksaan fisik
-          Ukuran tubuh ( tinggi tubuh, berat badan, struktur tubuh )
-          Ketinggian fundus
-          Perkirakan berat badan bayi ( trimester 3)
-          Lingakaran abdominal pada palpasi dirasakan kepala atau bokong lebih besar dari seharusnya
-          Palpasi untuk mioma
b.      Diagnosis banding
-          HPHT yang salah
-          Polihdramnion
-          Kehamilan kembar
-          Mioma uteri
-          HPHT benar dan bayi besar
-          Diabetes gestasional tipe 2

5.      Tanda dan Gejala
-          Ibu merasakan uterus lebih besar dari usia kehamilan
-          Ibu mempunyai salah satu faktor resiko
-          TFU > 40 cm
-          Kenaikan berat badan ibu yang berlebihan
-          Palpasi dirasakan kepala atau bokong lebih besar dari biasanya
-          Bagian bawah janin belum masuk
-          Perkiraan berat janin > 4000g
-          Kepala bayi tetap berada di vagina
-          Kepala bayi tidak melakukan  putaran paksi luar

6.      Faktor risiko
-          Diabetes
Obesitas maternal sulit dipisahkan dari diabetes kehamilan ( over diabetes ) , park dan zell ( 1978) melaporkan bahwa berat badan ibu sebelum dan awal kehamilan > 90 kg berhubungan dengan bayi besar
-          Keturunan orang tuanya besar-besar).
-          Multiparitas
-          Kehamilan lama ( post matur )
Janin terus tumbuh setelah usia kehamilan 42 minggu
-          Persalinan sebelumnya dengan bayi > 4000gr ( Hauchang, 1980)
7.      Komplikasi terhadap ibu dan janin
Ibu : Perpanjangan persalinan karena distosia bahu, Rupture uteri , Perdarahan postpartum, Infeksi puerpuralis.
Janin : Fraktur humerus & klavikula, Paralisis karena kerusakan nervus brachialis , Kelainan neurologis , Asfiksia berat, Gangguan pertumbuhan dan perkembnagan ( Cunningham , 1995)


8.      Penatalaksanaan
-          Deteksi dini
-          Konseling tentang : evaluasi konsumsi nutrisi, kemungkinan kesulitan pada proses perslainan, rencana persalinan dirumah sakit
-          Kolaborasi daan rujukan
-          Pada Deteksi terhadap CPD
-          Persalinan pervaginam dipertimbangkan dnegan syarat : pertolongan persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi harus ada, dan adanya dokter anak.
-          Melakukan observasi : DJJ, kontraksi uterus, posisi, caput / molding dan kekuatan  mengedan
-          Lakukan episiotomy lebar
-          Distosia bahu lakukan manufer Roberts
-          Jika dalam kala II mekanisme persalinan tidak ada perkembangan lakukan sesar


D.    Kembar Siam
1.      Definisi
Kembar adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi kembar siam.
2.      Patofisiologis
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung amnion rudiment sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan terbentuk kembar siam. Apabila masing-masing kembar siam tersebut bertubuh hampir sempurna, bagian tubuh yang sering menyatu mungkin adalah :
a.       Anterior ( Torakopagus )
b.      Posterior ( Piopagus )
c.       Sefalik ( kraniopagus )
d.      Kaudal ( iskiopagus )
Sebagian besar adalah varian torakopagus .
Apabila tubuh hanya mengalami duplikasi sebagian perlekatannya biasanya terletak lateral. Pemisahan inkomplet cakram mudigah dapat dimulai di salah satu atau kedua kutub dan mengahsilkan dua kepala, tiga atau empat lengan , dua tiga atau empat tungkai atau kombinasinya. Frekuensinya kembar siam belum diketahui pasti . di kandang kerbau hospital di Singapura , Tan dkk, ( 1971) mengidentifikasi tujuh kasus kembar siam diantara sekitar lebih dari 400.000 pelahiran ( 1 dalam 60.000)

3.      Penatalaksanaan
Konsultasi dengan ahli bedah anak akan memudahkan orang tua mengambil keputusan. Juga perlu diingat bahwa kembar monoizigot beresiko tinggi mengalami ketidaksepadanan malformasi struktur , kemungkinan besar karena proses pembentukan kembar adalah kejadian teratogenik yang mengganggu proses – proses perkembangan normal. Akibatnya kembar siam mungkiin memiliki anomaly struktur yang tidak sepadan yang semakin mempersulit keputusan mengenai kehamilan perlu dilanjutkan atau tidak. Sebagai contoh salah satu kembar siam yang anencefalus. Pelahiran pervaginam kembar siam untuk tujuan terminasi kehamilan dapat dilakukan karena penyatuan umumnya lentur walaupun sering terjadi distosia. Apabila janin sudah matur, pelahiran pervaginam dapat menimbulkan trauma.

E.     IUFD
a)      Definisi
Intra Uterine Fetal Death/kematian janin dalam rahim yaitu kematian yang terjadi saat UK lebih dari 20 minggu dimana jain sudah mencapai ukuran 500 gr atau lebih (Nasdaldy).
Menurut WHO dan the American College of Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian jain merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Buku Sarwono:732).
b)     Etiologi
Penyebab dari UIFD seringkali dipicu oleh : Ketidakcocokan rhesus darah ibu dan janin, ketidak cocokan gol darah ibu dan janin, gerakannya janin penyakit pada ibu, kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi dll.
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
·         Faktor maternal antara lain: Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
·         Faktor fetal antara lain : hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·         Faktor plasental antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·         Sedangkan gaktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya.
Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab kematian janin. Meskipun kematian janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.
c)      Tanda dan Gejala
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin tidak ada, yang terlihat tinggi fundus uterin menurun, berat badan ibu menurun, dan lingkaran perut ibu mengecil. Dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin, dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG, tampak gambaran janin tanpa kehidupan. dengan foto radiologik setelah 5 hari tampak tulang  kepala kolaps, tulang kepala saling tumpang tindih, pemeriksaan HCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin (Buku Sarwono:733).
d)     Faktor Risiko
·         Faktor maternal antara lain: Postterm(>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
·         Faktor fetal antara lain : hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.
·         Faktor plasental antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
·         Sedangkan gaktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

e)      Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.
f)       Pengelolaan
Bila didagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaanya. Rekomendasikan untuk segera diintervensi.
Bila didiagnosis kematian telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian jain, rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umunya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominal bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin+misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea ataupun miomektomi, bahay terjadinya ruptura uteri.
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal (50-100µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25 µg pervaginam/6 jam.
Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap penyebab kematian janin. (Buku Sarwono:734).
g)      Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion). Pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Buku Sarwono: 734).

F.      Tali Pusat Menumbung
1.      Definisi
Kalau tali pusat di samping atau lebih rendah dari bagian depan sedagkan ketuban sudah pecah, maka dikatakan tali pusat menumbung.
2.      Etiologi
Segala keadaan dimana pintu atas panggul kurang tertutup oleh bagian depan dapat menimbulkan prolapsus foeneculi seperti pada :
-          Disproporsi cephalopelvic.
-          Letak lintang.
-          Letak kaki.
-          Kehamilan ganda.
-          Letak majemuk
-          Hydramnion
Kejadian ini lebih sering terjadi kalau tali pusat panjang dab kalau plasenta rendah letaknya. Tali pusat menumbung lebih sering terjadi pada multipara dara primipara. Prolapsus foeniculi secara langsung tidak mempengaruhi keadaan ibu, sebaiknya sangat membahaykan anak, karena tali pusat tertekan antara bagian depan anak dn dinidng panggul, sehingga timbul asfiksia. Bahaya terbesar pada letak kepala, karena bagian yang menekan ibu bundar dan keras

4.      Diagnosa
Diagnosa tali pusat menumbung dibuat dengan 2 cara :
1.  Melihat tali pusat di luar vulva
2.  Meraba tali pusat pada pemeriksaan vaginal (periksa dalam)
Pemeriksaan vaginal harus dilakukan :
a.  Bila terjadi gawat janin yang tidak diketahui sebabnya dan trauma jika bagian terbawah belum turun.
b.  Bila ketuban pecah dengan bagian terendah yang masih tinggi.
c.  Bila semua kasus malpresentasi pada waktu ketuban pecah
d.  Bila bayinya jelas prematur
e.  Pada kasus-kasus kembar
5.      Tanda dan gejala
6.      Faktor risiko
7.      Komplikasi terhadap ibu dan janin
8.      Penatalaksanaan
Tali pusat menumbung dibiarkan dan persalinan diteruskan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
a.       Bila janin sudah  meninggal
b.      Bila janin diketahui abnormal
c.       Bila janin masih sangat premature sehingga tidak ada harapan untuk dapat hidup

Usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat dan memperbaiki keadaan janin adalah sebagai berikut :
a.       Penolong memasukkan satu tangan ke dalam vagina dan mendorong bagian terendah ke atas menjauhi tali pusat. Pada waktu yang bersamaan dilakukan persiapan untuk menolong persalinan.
b.      Pasien diletakkan dalam sikap lutut-dada (knee chost) atau trendelenburg dengan pinggul diatas dan kepala di bawah.
c.       Diberikan oksigen dengan masker kepada ibu
d.      Denyut jantung janin sering diperiksa dengan teliti
e.       Dilakukan pemeriksaan vaginal untuk menentukan presentasi, pembukaan serviks, turunnya bagian terendah dan keadaan tali pusat.



Jika pembukaan sudah lengkap dilakukan usaha-usaha untuk berbagai presentasi sebagai berikut :
a.       Presentasi kepala, kepala rendah di dalam panggul : ekstraksi dengan forceps
b.      Presentasi kepala, kepala tinggi : Versi ekstraksi cara ini mengandung bahaya terjadinya rupture uteri tetapi oleh karena ini merupakan usaha dalam keadaan putus asa untuk menyelamatkan anak maka resiko tersebut harus diambil
c.       Presentasi bokong. Kedua kaki diturunkan dan bayi dilahirkan sebagai presentasi bokong kaki secepat mungkin.
d.      Letak lintang. Versi dalam menjadi presentasi kaki dan segera dilakukan ekstraksi.

Jika pembukaan belum lengkap, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
a.       Sectio caesaria, merupakan pilihan selama bayinya cukup bulan dan dalam keadaan baik. Nasib bayi pada section caesaria jauh lebih baik dibanding kelahiran dengan cara lain. Bahaya untuk ibu juga sangat kurang dibanding dengan melahirkan bayi secara paksa pada pembukaan yang belum lengkap. Sementara dilakukan persiapan operasi diadakan usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat seperti tersebut diatas.
b.      Reposisi tali pusat dapat dicoba jika tidak dapat dikerjakan section caesarea. Tali pusat dibawah ke atas kedalam uterus, sedangkan bagian terendah janin di dorong ke bawah masuk panggul kemudian di tahan kadang-kadang reposisi tali pusat berhasil tetapi umumnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga pada waktu melakukan.
c.       Jika usaha ini tidak berhasil, pasien di pertahankan dalam posisi trendelenburg dengan harapan tali pusat tidak tertekan sehingga bayi tetap dapat hidup sampai pembukaan menjadi cukup lebar untuk memungkinkan lahirnya bayi.
d.      Dilatasi serviks secara manual, insisi serviks dan cara-cara lain untuk memaksakan pembukaan serviks tidak akan pernah diterima. Keberhasilannya kecil sedangkan resiko untuk ibu besar.
G.    Gawat Janin
1.      Definisi
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut seringkali tidak benar.
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.

2.      Etiologi
Etiologi gawat janin yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun faktor janin sehingga memicu terjadinya gawat janin berikut etiologinya :
a.       Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uters plasenta dalam waktu singkat) berupa : aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu, solusio plasenta, plasenta previa.
b.      Insufisiensi uteroplsenter kronik (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu lama) berupa penyakit hipertensi, pada hipertensi khusunya preeklamsia da eklamsia terjadi vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah ke plasenta terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.
c.       Diabetes mellitus : pada ibu yang menderita DM maka kemungkinan pada bayi akan mengalami hipoglikemia karena pada ibu yang diabetes mengalami toleransi glukosa terganggu dan sering kali disertai dengan hipoksia
d.      Isoimunisasi Rh, postmaturitas atau dismaturitas, kompresi (penekanan) tali pusat.
3.      Tanda dan gejala
·                     Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit.
·                     Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ).
·                     Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan ( jika bayi lahir dengan letak kepala ).
·                     Pada kehamilan : ibu merasakan gerakan janin menurun, ibu merasa besar perut lebih kecil
·                     Pada persalinan : gerakan janin menurun atau meningkat.
·                     Pada kehamilan : terdapat retardasi pertumbuhan uterus, TFU< dari usia kehamilan, pemeriksaan DJJ terjadi perubahan pola denyut DJJ dari nilai normal
·                     Pada persalinan : perubahan pola DJJ ( Takhikardi, bradikardi,), hipotensi pada ibu, peningkatan suhu, kontraksi uterus hipertonik ( Ben – zion 1994)

4.      Faktor risiko
·         Premature usia gestasi < 28 minggu
·         Demam maternal
·         Hipoksia janin yang disebabkan karena peningkatan DJJ yang persisten menyebabkan stress janin
·         Pengobatan maternal
·         Anomaly jantung
·         Dehidrasi maternal
·         Anemia janin

5.      Komplikasi terhadap ibu dan janin
Terjadi kematian janin
6.      Penatalaksanaan
·         Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara : Mintalah si ibu merubah posisi tidurnya; Berikan cairan kepada ibu secara oral atau IV; Berikan Oksigen.
·         Periksa kembali denyut jantung janin. Bila frekwensi bunyi jantung janin masih tidak normal, maka dirujuk; Bila merujuk tidak mungkin, siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.
Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu. Coba posisi yang lain ( miring ke kanan, posisi sujud ). Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati Gawat Janin.




BAB III
PENUTUP
A.                 Kesimpulan
Hidrosepalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabipida.
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Anak yang lebih berat dari 4000 g. Menurut kepustakaan anak yang besar baru dapat menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 g.
Kembar adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi kembar siam.















Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar