Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu
dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam
pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan
secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya
kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai
dengan fungsinya ( sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar )
berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang
bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja yang menjadi upaya dari program Jaminan mutu pelayanan kesehatan?
C. Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswi jadi mengetahui apa saja upaya dan bentuk dari Program
menjaga mutu.
Tujuan khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mutu pelayanan
kebidanan
Bab II
Pembahasan
A.
Jaminan
Mutu (quality assurance) Pelayanan Kesehatan
Jaminan mutu layanan kesehatan
merupakan salah satu pendekatan/upaya yang sangat penting serta mendasar dalam
memberikan layanan kesehatan kepada pasien (layanan primer). Profesional
layanan kesehatan baik perorangan atau kelompok harus memberikan layanan
kesehatan yang terbaik mutunya kepada semua pasien tanpa terkecuali. Pendekatan
jaminan mutu layanan kesehatan mengutamakan keluaran, layanan kesehatan bermutu
hanya dihasilkan oleh pekerjaan yang dilaksanakan dengan benar. Layanan
kesehatan yang mengutamakan mutu akan mudah untuk mendapatkan
Akreditasi,Asuransi,dll. Pasien tidak mampu menilai suatu layanan kesehatan
bermutu atau tidaknya, jadi sebagai layanan kesehatan yang baik jangan
memanfaatkan dengan hal itu, kewajibannya yaitu untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan pasien.
Jaminan Mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan
Jaminan Mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan
- Mengetahui
kebutuhan dan harapan pasien /masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal
layanan kesehatan.
- Menggunakan
semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan
kesehatan.
- Membuat
keputusan berdasarkan fakta atau data bukan perkiraan ataupun dugaan.
- Bekerja
dalam kelomok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan
pengakuan bahwa semua tenaga layanan kesehatan merupakan sumber daya mutu
dan produktifitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa
kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.
- Menghindari
pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan termasuk waktu,
karena waktu adalah uang.
- Mengelola
semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting mendorong orang
jadi inovatif dan kreatif.
- Semua
kegiatan haru dikerjakan.
Tahap-tahap pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
- Standar
Mutu
- Penyusunan
standar
- Mengukur
apa yang tercapai
- Membuat
rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
- Melakukan
peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan
Keberhasilan
suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan perlu hal-hal berikut:
- Komitmen
dari pemimpin organisasi puncak
- Komitmen
dari semua personal
- Bersedia
melakukan perubahan sikap
- Pencatatan
yang akurat
- komunikasi
yang efektif pada setiap untuk organisasi
B. Bentuk PMM Prosfektif
Adalah
program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada
bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar
lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana,
sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi
kesehatan.
Apabila ditemukan tenaga pelaksana,
dana, sarana, kebijakan, struktur organisasi, dan sistem manajemen yang dianut
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, akan berpengaruh terhadap
mutu pelayanan, sehingga mutu pelayan kesehatan sulit dapat diharapkan.
Prinsip pokok program menjaga mutu
prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan
perundang-undangan, di antaranya :
Standardisasi(Standardization),perizinan(Licensure),Sertifikasi(Certification),akreditasi
(Accreditation).
1.
Standarisasi
Standarisasi Standar adalah keadaan ideal atau
tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat
diterima ( Clinical Practice Guideline , 1990). Standarisasi adalah upaya
menentukan standar-standar tertentu yang harus dipenuhi. Untuk dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu ditetapkanlah standarisasi
pelayanan kesehatan
2.
Lisensi (Perizinan)
Lisensi Standarisasi perlu diikuti dengan perizinan
untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu. Izin menyelenggarakan pelayanan
kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana
yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sekali standar tersebut
tidak terpenuhi, izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan segera di cabut.
3.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah tindak lanjut
dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi
kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang benar-benar telah dan atau tetap
memenuhi persyaratan Agar hasilnya optimal, sertifikasi perlu ditinjau serta
diberikan secara berkala.
4.
Akreditasi
Akreditasi adalah bentuk lain dari
sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi Dilakukan secara bertingkat,
yakni sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan tenaga pelaksana yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi juga ditinjau serta diberikan
secara berkala.
Yang
dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan
bersamaan dengan pelayanan kesehatan.Pada bentuk ini perhatian utama lebih
ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis,
keperawatan dan non medis yang dilakukan. Program konkuren ini paling sulit
dilaksanakan,karena ada faktor tenggang rasa kesejawatan. Kecuali apabila
menyelenggarakan yankes dalam satu tim ( team work ) atau terbentuk kelompok
kesejawatan ( peer group )
D. Pengertian Asuransi Kesehatan
Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN)
Sebelum membahas pengertian asuransi
kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan
asuransi tersebut adalah:
•
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan
perlindungan kepada peserta atas risiko
sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40
tahun 2004).
•
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
•
Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem
Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi
Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang
No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi
dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.Kelebihan
sistem asuransi sosial di banding kan
dengan asuransi komersial antara lain:
Asuransi Sosial
|
Asuransi komersial
|
1.
Kepesertaan bersifat wajib (untuk
semua penduduk)
|
1.Kepesertaan bersifat sukarela
|
2.
Non profit
|
2.profit
|
3.
Manfaat komprehensif
|
3.manfaat sesuai dengan premi yang
dibayarkan.
|
E.
Prinsip-prinsip
Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada
prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
·
Prinsip kegotongroyongan
Gotong
royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat
dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa
pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- royong
jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
·
Prinsip nirlaba
Pengelolaan
dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan
untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk
memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di
manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.Prinsip keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi,dan efektivitas. Prinsip prinsip
manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari
iuran peserta dan hasil pengembangannya.
·
Prinsip portabilitas
Prinsip
portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan
wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan
bersifat 19Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri,
sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup
seluruh rakyat.
·
Prinsip dana amanat
Dana
yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
·
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan
Sosial
dipergunakan
seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
F.
Strategi
Jaminan Mutu pelayanan Kesehatan
1. Sistem
Rujukan
Sistem
Rujukan sudah diatur secara garis besar dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 001
Tahun 2012. Dalam PerMenKes tersebut
sudah dijelaskan penjenjangan fasilitas pelayanan kesehatan dan tata cara
melakukan rujukan. Namun operasionalisasi dari sistem ini tidak cukup hanya
mengacu kepada PerMenKes tersebut. Ada banyak hal yang harus dijabarkan lebih
lanjut agar dapat berjalan dengan baik. Beberapa diantaranya adalah :
·
Bagaimana struktur piramid yang
harus dibangun antara fasyankes tingkat
pertama hingga tingkat ketiga? Logikanya sebuah piramid memiliki dasar yang
lebih luas daripada struktur di atasnya. Persoalan struktur ini penting untuk
melihat kapasitas fasyankes dan kemudian kebutuhan jumlahnya untuk masyarakat
di daerah tertentu. Jika hal ini sudah dilakukan, setidaknya masalah pemerataan
pelayanan (baik dalam jumlah maupun jenis penyakit) seharusnya makin hari makin
baik.
·
Masih terkait dengan struktur, tapi
dengan fokus yang berbeda adalah pengelompokan fasyankes (jaringan/cluster).
Bagaimana penunjukan fasyankes berbagai tingkatan di suatu daerah untuk
melayani kelompok masyarakat tertentu? Apakah didasarkan pada jarak atau
domisili pasien? Bagaimana dengan jenis layanan yang diberikan RS terkait dengan penyebaran penyakit? mengingat kondisi saat
ini penataan lokasi RS belum sepenuhnya terencana dengan baik.
·
Terlepas dari isu struktur dan cluster,
setiap fasyankes dituntut untuk memenuhi standar dalam hal tenaga medis, tenaga
kesehatan, fasilitas kesehatan dsb. Bagaimana kondisinya saat ini? Berbagai
laporan menunjukkan masih banyak kekurangan terjadi khususnya di fasyenkes tingkat
pertama.
·
Isu-isu ini sejalan dengan semangat
Universal Health Coverage yang pada
dasarnya mempersyaratkan adanya
standarisasi pelayanan kesehatan dan
sistem rujukanyang jelas. Jika
melihat 8 Fokus prioritas Nasional
Bidang Kesehatan, tidak tampak adanya prioritas terhadap fasyankes tingkat
pertama, karena semua tingkatan diprioritaskan! Selanjutnya kalau dibandingkan
dengan 7 Prioritas Reformasi Kesehatan
yang menyebutkan rumah sakit indonesia kelas dunia, bukankah ini tidak sejalan
dengan semangat memprioritaskan fasyankes tingkat pertama? Ini semua
menunjukkan bahwa pekerjaan rumah yang sangat besar harus kita selesaikan jika
menginginkan implementasi JKN berjalan sepenuhnya pada tahun 2019.
·
Khusus standarisasi tenaga medis di
fasyankes, fakta menunjukkan banyak fasyankes tingkat pertama masih kekurangan
dokter, apalagi jika struktur piramida rujukan berjalan dengan baik. Perlu ada
perombakan besar dalam upaya mempersiapkan tenaga medis di masa mendatang jika
sistem rujukan harus berjalan. Kecenderungan dokter untuk menjadi spesialis
atau sub-spesialis kurang sejalan dengan pola sistem rujukan, kecuali sistem
remunerasi juga diperbaiki. Memang pada
akhirnya satu sistem sangat bergantung dengan sistem yang lain sehingga
integrasi harus dilakukan.
2. Sistem
Rantai Pasok Pelayanan Kesehatan
Barangkali rantai pasok
pelayanan kesehatan tidak sekompleks rantai pasok industri manufaktur atau
retail. Namun demikian, sistem terkait dengan rantai pasok pelayanan kesehatan
sangat penting dalam penyediaan peralatan, bahan makanan, obat-obatan dalam jumlah yang tepat dan waktu yang
tepat. Di satu sisi dampaknya
langsung pada patient safety. Di sisi yang lain sistem
rantai pasok ini sangat menentukan biaya operasional rumah sakit. Secara khusus
perlu dirancang bagaimana sistem rantai pasok untuk menegakkan formularium
obat. Kebijakan harus dibuat antara pihak dalam rantai nilai, di samping
tentunya juga di level rumah sakit.
3. Di
level rumah sakit, isu sentralnya masih sama yaitu standarisasi. Namun turunannya
cukup beragam, misalnya
·
Baru sedikit sekali rumah sakit yang
mendapat akreditasi nasional. Ini sebenarnya merupakan isu besar, kecuali standar akreditasi nasional
tersebut tidak penting. Pemerintah tidak
dapat membiarkan masing-masing rumah sakit yang sudah berdiri untuk berupaya
sendiri memenuhi standar akreditasi. Harus ada upaya yang sistematis membina
rumah sakit agar mampu memenuhi standar tersebut. Jika tidak, dalam kurun waktu
tertentu maka harus ada keberanian untuk menutup rumah sakit yang tidak
terakreditasi. Persoalan ikutannya,
apakah mampu lembaga akreditasi melakukannya dengan sumber daya yang ada? Jika
dari awal disadari sistem akreditasi ini lemah implementasinya maka harus
dipikirkan bagaimana dengan JKN yang di dalamnya BPJS harus melakukan
kredensialing terhadap rumah sakit mitranya? Apakah dimungkinkan untuk saling
menutupi kekurangan sumber dayanya?.
·
Standarisasi lain adalah tarif. Tetapi
isu utamanya sebenarnya bukan di tarif (isu yang tidak langsung berhubungan
dengan pelayanan) atau biaya (sebagai akibat
langsung proses pelayanan). Hal yang belum tampak wujudnya dalam praktik
adalah clinical pathway (CP). Diyakini
banyak pihak bahwa CP adalah bagian tak terpisahkan dari sistem pembiayaan
INA-CBGs. Pertanyaannya, apakah CP sudah dijadikan dasar dalam menentukan biaya
pelayanan kesehatan? Apa yang terjadi saat ini adalah upaya menghubungkan
langsung antara biaya (costing) dengan
grup penyakit (coding). Padahal CP adalah konsep yang paling jelas dalam
menghasilkan biaya pengobatan. Bahkan tidak hanya itu, CP dapat digunakan untuk
memperkirakan Length of Stay, alat komunikasi dengan pasien, yang pada akhirnya
menentukan efektivitas pelayanan kesehatan. Selama CP belum dirancang dengan
baik, maka perdebatan antara biaya yang dikeluarkan rumah sakit dan tarif yang
ditetapkan tidak akan dapat diselesaikan dengan tegas.
·
Dalam konteks rumah sakit, isu
standarisasi dan CP bukan isu baru sebenarnya. Tetapi isu lama yang belum
diselesaikan dengan tuntas. Jadi membiarkan isu-isu lama ini mengambang dan
hanya menyelesaikan isu-isu teknis yang di depan mata, hanya membuat bom waktu
dalam implementasi JKN.
4. Isu
terakhir adalah keterpaduan data dan informasi antar lembaga yang terlibat
dalam SKN.
Pada prinsipnya Sistem dan
Teknologi Informasi (TI) hanyalah enabler bagi keseluruhan proses yang terjadi
baik di dalam maupun antar rumah sakit. Namun tuntutan integrasi dan kinerja
yang tinggi dari fasyankes mau tidak mau mensyaratkan penggunaan sistem TI.
Tanpanya, pelaksanaan sistem rujukan, sistem rantai pasok, proses standarisasi
berjalan sangat lambat sampai akhirnya daya tahan pelakunya habis sebelum
menggunakannya.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Jaminan mutu pelayanan
kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan salah satu pendekatan
atau upaya yang sangat mendasar d`lam memberikan pelayanan terhadap pasien. Kita sebagai
profesional pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan ataupun kelompok harus
selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatn yang terbaik mutunya kepada semua
pasien.
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan
tersebut baik yang menyangkut organisasi, perencanaan ataupun penyelenggaraan
pelayanan kesehatan itu sendiri telah menjadi suatu kiat manajemen yang
sistematis serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan. Bidan berperan
penting dalam penerapan mutu manajemen pelayanan kesehatan baik secara langsung
ataupun tidak langsung saat penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Adanya
perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan pengetahuan dan teknologi,
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan informasi
yang begitu cepat , serta diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang baik , mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk
mengembangkan diri secara terus- menerus seiring dengan perkembangan yang ada
pada masyarakat tersebut. Saran Sebagai bidan kita harus
senantiasa menjaga mutu pelayanan yang sudah sesuai dengan standar praktik agar
pasien lebih percaya dan nyaman.
Daftar Pustaka
·
Sarwono Prawirohardjo, 2010.Ilmu Kebidanan. Jakarta :
PT.Bina Pustaka Sarwono.
·
http://www.scrib.com./mobile/doc/97695190/device_Prenagent
(diunduh pada tanggal 29 september 2013)
·
Desa, bidan. 2010. Kenali Ketidaknyamanan kehamilan
trimester. (online).( http://bidandesa.com, diakses 29 september 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar