BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Era globalisasi telah mengubah dunia
menjadi seakan tanpa batas, perkembangan ilmu pengetahuan kian pesat dan pada
waktu yang sama di tempat yang berbeda informasi dapat diperoleh dengan mudah.
Sebagai konsekuensi logis terjadilah ledakan informasi yang tentunya memerlukan
suatu teknologi yaitu teknologi informasi untuk dapat mengakses dan menyebar
luaskan informasitersebut dengan cepat.Pesatnya
kemajuan teknologi informasi dewasa ini berdampak cukup luas terhadap semua lini
kehidupan, termasuk kehidupan organisasi salah satunya adalah organisasi
perpustakaan perguruan tinggi. Ditambah lagi dengan kehidupan masyarakat global
yang penuh tantangan menuntut organisasi perpustakaan perguruan tinggi dengan
segenap potensi dan misi mampu menempatkan diri dalam konteks lingkungan
strategis yang selalu berubah. Perpustakaan perguruan tinggi sebagai pusat
dokumentasi dan informasi serta sumber literatur mendukung Tridharma Perguruan
Tinggi dalam pendidikan dan pengajaran penelitian dan pengabdian pada
masyarakat. Perpustakaan adalah yang pertama merasakan dampak dari ledakan
informasi, karena untuk menyimpan, mengelola dan menyebarluaskan pimpinan pada
tingkat puncak memfasilitasi kemampuan untuk perubahan dalam tingkatan mendukung
serta mengembangkan kemampuan untuk perubahan. Hasil penelitian tersebut
menyiratkan bahwa semakin kuat kepemimpinan seseorang dalam melakukan tindakan
untuk perubahan organisasi maka akan semakin tinggi tingkat tercapainya
perubahan organisasi, sebaliknya semakin lemah kepemimpinan seseorang dalam
mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk melakukan perubahan, maka
semakin rendah pula tingkat tercapainya perubahan.Perubahan organisasi bisa
berupa perubahan teknologi, struktur, individu dan fisik yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan serta budaya baru. Dalam melakukan perubahan terhadap
organisassi banyak faktor yang menghambat perubahan tersebut termasuk budaya
organisasi yang menolak akan perubahan serta kepemimpinan yang lemah.
Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Daff (1988: 659) bahwa kepemimpinan
dapat mendorong serta mendukung kreatifitas untuk membantu pengikut dan
organisasi agar lebih menerima serta siap berubah. Selanjutnya penelitian
Bishop (2001: 2020-227).
Manusia
adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersama-sama serta saling
berhubungan satu sama lain dengan demikian maka perlu adanya kepemimpinan.
Seperti didunia bisnis dan didunia lain pendidikan. Pemerintahan negara adalah
seorang pemimpin sangat menentukan dari tercapainya kesuksesan dan efisiensi
kerja.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membawa lembaga / organisasi
kepada sasaran dalam jangka waktu yang ditentukan.
Di zaman modern sekarang ini, seorang pemimpin sangat diperlukan, tetapi pemimpin juga lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat yang dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan dan pengalaman sebagai bekal. Para ahli kepemimpinan telah memberikan berbagai defisini mengenai kepemimpinan, serta menghasilkan berbagai konsep dan teori kepemimpinan.
Di zaman modern sekarang ini, seorang pemimpin sangat diperlukan, tetapi pemimpin juga lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat yang dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan dan pengalaman sebagai bekal. Para ahli kepemimpinan telah memberikan berbagai defisini mengenai kepemimpinan, serta menghasilkan berbagai konsep dan teori kepemimpinan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak
permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :
1. Menjelaskan Pengertian Konsep
Kepemimpinan
2. Menjelaskan Teori lahirnya seorang
Pemimpin
3. Menjelaskan Tipe-tipe Kepemimpinan
4. Menjelaskan sifat-sifat Kepemimpinan
C.
Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswi jadi mengetahui
apa saja Konsep Kepemimpinan
Tujuan khusus
Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Organisasi Manajemen Pelayanan Kebidanan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung
pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan
ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik
maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin,
sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai
kesamaan didalam menjalakan kepemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang
pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan
mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan
alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan,antar
lain : Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan
langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
tertentu (Tannebaum,Weschler and Nassarik,1961,24). Kepemimpinan adalah sikap
pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7). Kepemimpinan adalah suatu proses
yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama
(Rauch & Behling, 1984, 46). Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik
untuk membuat sebuah kelompok atau orang
mengikuti dan menaati segala keinginannya. Kepemimpinan adalah suatu proses
yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan
dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques,
1990, 281).
Kepemimpinan
merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam
menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership)
ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Hal ini
disebabkan kepemimpinan dilakukan oleh seorang pemimpin dan ia mengemban tugas
dengan beraktivitas untuk melaksanakan kepemimpinan tersebut. Menurut Robbert D
Stuart (2002: 352) bahwa pemimpin adalah seorang yang diharapkan mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan
individu untuk mencapai tujuan organisasi. Seiring dengan itu James P.Spillane
(2006: 10) menyatakan bahwa pemimpin itu agen perubahan dengan kegiatan
mempengaruhi orang-orang lebih daripada pengaruh orang-orang tersebut kepadanya.
Beragam definisi dan konsep kepemimpinan yang
ditemukan dalam berbagai bahanpustaka, yang masing-masing berbeda dalam
penekanan arti. Richard L. Daf (2005: 5)
mendefinisikan kepemimpinan (leadership) adalah suatu pengaruh yang
berhubungan antara para pemimpin dan pengikut (followers). Kemudian
Gibson menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya menggunakan pengaruh
untuk memotivasi orang-orang guna pencapaian suatu tujuan. Masih berhubungan
dengan pengaruh, Ken Blanchard yang dikutip oleh Marcelene caroselli (2000: 9)
menyatakan bahwa kunci untuk kepemimpinan hari ini adalah “pengaruh” bukan
“kekuasaan” selanjutnya ia mengatakan para pemimpin tahu bagaimana mempengaruhi
orang-orang dan membujuk mereka untuk suatu tuntutan pekerjaan yang tinggi.
B.
Teori Lahirnya Pemimpin dan Sejarahnya
Pada dasarnya suatu kepemimpinan muncul bersamaan dengan adanya peradaban
manusia yaitu sejak zaman Nabi dan nenek moyang disini terjadi perkumpulan
bersama yang kemudian bekerja sama untuk mempertahankan hidupnya dari
kepunahan, sehingga perlu suatu kepemimpinan. Pada soal itu seorang yang
dijadikan pemimpin adalah orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling
pemberani. Jadi kepemimpinan muncul karena adanya peradaban dan perkumpulan
antara manusia.
Mengenai sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai
pandangan dan pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat
dibenarkan secara ilmiah, ilmu pengetahuan atau secara praktek.
Munculnya pemimpin dikemukan dalam beberapa teori, yaitu;
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.
Maka munculah istilah “leaders are
borned not built”. Teori ini disebut teori genetis. Teori kedua, mengatakan
bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan
memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi
kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak
mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah istilah “leaders are built not
borned”.Teori ini disebut teori social.
Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi.
Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi.
Para ahli teori kepemimpinan telah mengemukakan beberapa teori tentang
timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) teori yang menonjol
(Sunindhia dan Ninik Widiyanti, 1988:18), yaitu:
1. Teori
Genetik
Penganut
teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibentuk”
(Leaders are born and not made). Pandangan terori ini bahwa, seseorang akan
menjadi pemimpin karena “keturunan” atau ia telah dilahirkan dengan “membawa
bakat” kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi,
karena seseorang dilahirkan telah “memiliki potensi” termasuk “memiliki
potensi atau bakat” untuk memimpin dan inilah yang disebut dengan faktor
“dasar”. Dalam realitas, teori keturunan ini biasanya dapat terjadi di
kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja
maka seorang anak yang lahir dalam keturunan tersebut akan diangkan menjadi
raja.
2. Teori Sosial
Penganut teori ini berpendapat
bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan
(Leaders are made and not born). Penganut teori berkeyakinan bahwa semua
orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Tiap orang
mempunyai potensi atau bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja paktor
lingkungan atau faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut
teraktualkan atau tersalurkan dengan baik dan inilah yang disebut dengan faktor
“ajar” atau “latihan”.
Pandangan penganut teori ini bahwa,
setiap orang dapat dididik, diajar, dan dlatih untuk menjadi pemimpin.
Intinya, bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, meskipun
dia bukan merupakan atau berasal dari keturunan dari seorang pemimpin atau
seorang raja, asalkan dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi pemimpin.
3. Teori
Ekologik
Penganut teori ini berpendapat
bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan”
telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut dikembangkan
melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan
untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.Jadi, inti
dari teori ini yaitu seseorang yang akan menjadi pemimpin merupakan perpaduan
antara faktor keturunan, bakat dan lungkungan yaitu faktor pendidikan, latihan
dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan bakat tersebut dapat
teraktualisasikan dengan baik.
Selain ketiga teori tersebut, muncul
pula teori keempat yaitu Teori Kontigensi atau Teori Tiga Dimensi.
Penganut teori ini berpendapat bahwa, ada tiga faktor yang turut
berperan dalam proses perkembangan seseorang menjadi pemimpin atau tidak,
yaitu:
1. Bakat kepemimpinan yang dimilikinya.
2. Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan
yang pernah diperolehnya, dan,
3. Kegiatan
sendiri untuk mengembangkan bakat kepemimpinan tersebut.
Teori ini disebut dengan teori serba kemungkinan dan
bukan sesuatu yang pasti, artinya seseorang dapat menjadi pemimpin jika
memiliki bakat, lingkungan yang membentuknya, kesempatan dan kepribadian,
motivasi dan minat yang memungkinkan untuk menjadi pemimpin.
Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin,
karana : ( 1) Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born
leader) (2) Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena
jasa-jasanya, karena kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap
organisasi. (3) Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena
dipercaya dan disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002).
C. Tipe-tipe
Kepemimpinan
Tipe
kepemimpinan akan identik dengan gaya kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan
yang secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah :
1. Tipe
Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong
otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai
karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang
egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa
yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan
egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu
dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan
persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi
yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai
organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk
pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik
akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk :
·
Kecenderungan memperlakukan bawahan sama
dengan alat lain dalam organisasi
·
Pengutamaan orientasi terhadap
pelaksanaan dan penyelesaian tugas
·
Pengabaian peranan bawahan dalam proses
pengambilan keputusan
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri pada
perilakunya dalam berinteraksi dengan bawahannya, misalnya tidak mau menerima
saran dan pandangan bawahannya, menonjolkan kekuasaan formal.Dengan persepsi,
nilai, sikap, dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam
praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan.
1. Menuntut
ketaatan penuh bawahanya
2. Menegakan
disiplin dengan kaku
3. Memeberikan
perintah atau intruksi dengan keras
4. Menggunakan
pendekatan punitip dalam hal bawahan melakukan penyimpangan.
2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin ini umumnya terdapat
pada masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
·
Kuatnya ikatan primordial
·
Extended family system
·
Kehidupan masyarakat
·
Peran adat istiadat yang kuat
·
Masih dimungkainkan hubungan pribadi yang intim
Persepsi
seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan
organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan
bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang
bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk
memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan
kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi
kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam
kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik
menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut
mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu melindungi bawahan.
Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa tindakannya yang
menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala kehidupan
organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin. Dengan
penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan, gaya
kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.
3. Tipe
Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik
memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat
sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak
selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta
gaya yang digunakan pemimpin itu.
4. Tipe Laissez
Faire
Persepsi seorang pemimpin yang
laissez faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan
bahwa anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada
peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih
peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri. Nilai
yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada
dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma,
bertanggung jawab.
Nilai yang tepat dalam hubungan
atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang
besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire
biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah
pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur
dan hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya
akan dicirikan oleh :
·
Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
·
Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat
pimpinan yang lebih rendah
·
Status qua organisasional tidak terganggu
·
Pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada anggota organisasi.
·
Intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada
pada tingkat yang minimal.
5. Tipe
Demokratik
Ditinjau dari segi persepsinya,
seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang
demokratik menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan
demi tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang demokratik melihat
bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.
Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi.
Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya,
misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta
bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dalam
hal menindak bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja,
cenderung bersifat korektif dan edukatif. Perilaku kepemimpinannya mendorong
bawahannya untuk menumbuhkembangkan daya inovasi dan kreativitasnya.
Karakteristik lainnya adalah kecepatan menunjukkan penghargaan kepada bawahan
yang berprestasi tinggi.
Berdasarkan persepsi, nilai, sikap,
dan perilaku, maka gaya kepemimpinannya biasanya mengejawantah dalam hal:
·
Pandangan bahwa sumber daya dan dana yang tersedia
bagi organisasi, hanya dapat digunakan oleh manusia dalam organisasi untuk
pencapaian tujuan dan sasarannya.
·
Selalu mengusahakan pendelegasian wewenang yang
praktis dan realistik
·
Bawahan dilibatkan secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan
·
Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan bawahan
sebagai mahluk politik, sosial, ekonomi, dan individu dengan karakteristik dan
jati diri yang khas
·
Pengakuan bawahan atas kepemimpinannya didasarkan pada
pembuktian kemampuan memimpin organisasi dengan efektif.
D. Sifat dan Gaya
Kepemimpinan
Melengkapi catatan sebelumnya tentang definisi dan pengertian
kepemimpinan, berikut ini adalah macam-macam sifat dan gaya
kepemimpinan yang diperlukan dalam memimpin suatu organisasi. Sifat
Kepemimpinan yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi harus
memiliki kriteria-kriteria tertentu, dimana kriteria tersebut menurut George R. Terry (1992: 156)
adalah sebagai berikut :
1.
Penuh energi
2.
Memeiliki stabilitas emosi
3.
Memeiliki pengetahuan tentang manusia.
4.
Motivasi pribadi
5.
Kemahiran komunikasi
6.
Kecakapan mengajar
7.
Kecakapan social
8.
Kemampuan teknis
Hal tersebut di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
·
Penuh Energi. Untuk tercapainya kepemimpinan
yang baik maka diperlukan energi yang baik pula, jasmani maupun rohani. Seorang
pemimpin harus sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu tidak
tertentu. Karena itu kesehatan fisik maupun mental benar-benar diperlukan oleh
seorang pemimpin.
·
Memiliki stabilitas emosi. Seorang
pemimpin yang efektifitas harus melepaskan diri dari berburuk sangka,
kecurigaan terhadap bawhannya dan tidak boleh cepat naik pitam. Sebaliknya ia
harus tegas, konsekuen dan konsisten dalam tindakan-tindakannya.
·
Memiliki pengetahuan tentang manusia. Mengungat
tugas yang penting dari pemimpin maka pemimpin yang baik harus mengetahui
hubungan antara manusia tersebut. Ia harus menhetahui banyak tentang
sifat-sifat orang, bagaiman mereka mengadakan reaksi terhadap sesuatu tindakan
atau situasi yang bermacam-macam, apa dan bagaimana kemampuan yang memiliki
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan tersebut.
·
Motivasi pribadi. Keinginan untuk memimpin harus
datang dari dorongan batin dan pribadinya sendiri dan bukan perasaan dari luar
dirinya.
·
Kemahiran komunikasi. Seorang pemimpin harus mampu dan
cakap dalam mengutarakan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini
sangat penting untuk dapat mendorong maju bawahan, memberikan atau menerima
informasi bagi kemajuan dan kepentingan bersama.
·
Kecakapan mengajar. Mengajar adalah jalan terbaik
untuk memajukan orang-orang ataupun menyadarakan orang atas pentingnya
tugas-tugas yang dibebankan dan sebagainya. Pemimipin harus mampu memberikan
petunjuk-petunjuk, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi, mengajukan
saran-saran, menerima saran-saran dan sebagainya.
·
Kecakapan sosial. Seorang pemimpin harus mengetahui
benar tentang manusia dan masyarakat, kemampuan-kemampuannya maupun
kelemahan-kelemahannya. Ia harus memiliki kemampuan bekerja sama dengan
orang-orang dengan berbagai ragam sifatnya.
·
Kemampuan teknis. Dengan memiliki kemampuan teknis
yang tinggi dari seorang pemimpin akan lebih mudah mengadakan
koreksi bila terjadi suatu kesalahan pelaksanaan tugas dari bawahannya.
Benar kiranya pendapat dari berbagai ahli yang
mengatakan bahwa seorang pemimpin dibandingkan dengan pemimpin lainnya tentulah
berbeda sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadiannya, sehingga tingkah
laku dan gayanya tentu tidak sama diantara mereka. Para ahlipun membedakan gaya
kepemimpinan yang berbeda pula sesuai sudut pandang mereka. Pendapat-pendapat
para ahli tersebut seperti :
1.
Studi Universitas Negeri
Ohio
Riset yang dilakukan oleh peneliti
dari Universitas Negeri Ohio berusaha mengidentifikasikan dimensi-dimensi
independen dan perilaku pemimpin. Seperti tercantum dalam buku Perilaku
Organisasi jilid 2 (1996: 41). Dari hasil riset tersebut mereka akhirnya
mendapatkan dua kategori yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku
kepemimpinan yang diberikan kepada bawahannya.
·
Struktur awal (initiating structure). Struktur awal
mengacu sejauhmana seorang pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menstruktur
pikirannya dan peran bawahannya dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Struktur
ini mencakup perilaku yang berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja dan
tujuan. Pemimpin yang dicirikan sebagai timggi dalam struktur awalnya dapat
diberikan dalam istilah seperti “menugasi anggota-angota kelompok dengan
tugas-tugas tertentu”, “mengharapkan para pekerja mempertahankanstandar kinerja
yang pasti”, dan menekankan dipenuhinya tenggat-tenggat (dead lines)”.
·
Pertimbangan (consideratioan). Diartikan sebagai
sejauhmana seorang berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan oleh saling
percaya, menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka. Ia
menunjukan kepedulian atas kenikmatan, kesejahteraan, status kepuasan
pengikut-pengikutnya. Seorang pemimpin yang tinggi dalam membantu bawahan dalam
menyelesaikan masalah pribadi, ramah dan dapat dihampiri, serta memperlakukan
semua bawahan sama. Riset yang didasarkan pada definisi-definisi ini, menemukan
bahwa para pemimpin yang tinggi dalam struktur awal dan pertimbangan cenderung
lebih sering mencapai kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi daripada mereka
yang rendah dalam struktur awal atau pertimbangan kedua-keduanya rendah. Gaya
yang tinggi-tinggi tidak selalu menghasilkan konsekunsi positif.
Misalnya perilaku pemimpin yang dicirikan sebagai
tinggi pada struktur awal mendorong tingginya tingkat keluhan, kemangkiran
serta keluahanya karyawan dan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah pada
pekerja yang mengerjakan tugas-tugas rutin. Studi lain menemukan bahwa
pertimbangan yang tinggi secara negative dihubungkan dengan penilaian kerja dari
pemimpin itu oleh atasannya.
Kesimpulannya telaah Ohio menyarankan bahwa “Gaya
tinggi-tinggi” umumnya memberikan arti yang positif tetapi cukup banyak
pengecualian yang dijumpai menunjukan bahwa faktor-faktor situasional perlu
dipadukan dalam teori ini.
2.
Telaah Universitas Michigen
Telaah Universitas Michigan
mempunyai sasaran riset yang serupa dengan di Ohio yaitu mengalokasi
karakteristik perilaku pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran
keefektifan kinerja. Seperti tercantum dalam buku Perilaku Organisasi jilid
(1996: 42).
·
Berorientasi Karyawan. Pemimpin yang berorietasi
karyawan diartikan sebagai menekankan hubungan antar pribadi, mereka berminst
secara pribadi pada kebutuhan bawahan mereka dan menerima baik beda individual
diantara anggota-anggota.
·
Berorientasi Produksi. Pemimpin yang berorientasi
produksi cenderung menekankan aspek teknis atau tugas yang dipekerjaannya;
perhatian mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan
anggota-anggota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir itu.
Kesimpulan
yang didapat dari para ahli Michigan sempat kuat mendukung pemimpin yang berorientasi karyawan dikaitkan
dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi. Pemimipin yang berorientasi
produksi cenderung dikaitkan dengan produktivitas kelompok rendah dan kepuasan
yang lebih rendah.
3.
Kisi Manajerial
Suatu gambar grafik dari pandangan
dua dimensi terhadap gaya kepemimpinan dua dimensi terhadap gaya kepemimpinan
dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Mereka mengemukakan kisi manajerial berdasarkan
pada gaya “kepedulian akan orang” dan “kepedulian akan produksi”, yang pada
hakikatnya mewakili dimensi pertimbangan dan struktur awal dar Ohio atau
dimensi berorientasi karyawan dan berorientasi produksi dari Michigan. Seperti
tercantum dalam buku Perilaku Organisasi (1996: 43).
Kisi itu mempunyai sembilan posisi
yang mungkin sepanjang tiap sumbu, menciptakan delapan satu posisi yang berbeda
dalam mana gaya pemimpin itu bias ditempatkan. Kisi itu tidak menunjukan hasil
yang diproduksi tetapi factor-faktor dominant dalam pemikiran seorang pemimpin
dalam rangka memperoleh hasil.Secara garis besar dalam kisi manajerial
orientasi gaya kepemimpinan dalam dua orientasi, yaitu :
1. Orientasi
Tugas
Seorang pemimpin harus memperhatikan
berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas. Misal: prosedur pelaksanaan
tugas, efesiensi kerja.
2. Orientasi
Orang.
Bagaimana sikap seorang pemimpin
terhadap bawahannya. Misal: Hubungan pribadi yang baik, suasana kerja yang
sehat, kekompakan antar pekerja dan semangat yang meningkat.
E. Macam-macam
Pemikiran Gaya Kepemimpinan
Ada
beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership,
mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan
situasional model Hersey dan Blancard.
1. Teori
Gaya Kepemimpinan Klasik
Teori
klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya
kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive
behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur
tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu
otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting),
dan kendali bebas (delegating).
Mengambil contoh pemimpin negara kita, presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
2.
Kontinum
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan
kontinum dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli
menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama
bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Gaya
kepemimpinan managerial grid dipelopori oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton.
Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni
produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid
menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta
memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan
pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus
berhubungan dengan bawahan. Model
Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam
Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya
melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang
disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi
ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis,
pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang
berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin,
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta
memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman
dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu,
orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis;
perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal
dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan
dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team
work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat
dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan
keputusan kelompok. amun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu
pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki
kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan
Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh
kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak
melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu
garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan
sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi
pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung
pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang
akan diterapkan.
Rahasia utama
kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya,
bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati
selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan
sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang
tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the
inside out).
B. Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan
pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan
dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja
Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa.
Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah
pengikut tidak mau lagi mengikuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar