Senin, 10 Maret 2014

Anemia, Hiperemesis Gravidarum dan gangguan jiwa pada kehaamilan dan persalinan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan kondisi fisik dan emosional yang kompleks memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri, dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan, hingga ketingkat gangguan jiwa yang berat.
Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, kasih sayang dan empati). Pada wa nitahamil dan dari aspek teknis dapat mengurangi aspek sumber daya. Telah diketahui bahwa wanita hamil mengalami perubahan jiwa dalam kehamilan yang biasanya tidak seberapa berat dan kemudian akan hilang dengan sendirinya. Adakalanya diperlukan perhatian khusus atau pernyataan, kadang-kadang terjadi penyakit jiwa (psikosis) dalam kehamilan. Hal ini tidak mengherankan karena ovulasi dan haid juga dapat menimbulkan psikosis.
Penderita sembuh setelah anaknya lahir, akan tetapi dalam kehamilan berikut biasanya penyakitnya timbul lagi, selain itu psikosis dapat menjadi lebih berat dalam kahamilan. Peran tenaga kesehatan disini sangatlah penting untuk melakukan pendekatan, memberikan dukungan, motivasi maupun pengobatan untuk mengatasi gangguan tersebut agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi ibu maupun kesehatan janinnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian tentang Anemia?
2.      Bagaimana pengertian tentang Hiperemesis Gravidarum?
3.      Bagaimana pengertian Gangguan jiwa pada kehamilan?
C.     Tujuan
1.      Mengerti dan memahami tentang anemia.
2.      Mengerti dan memahami tentang Hiperemesis gravidarum.
3.      Mengerti dan memahami tentang gangguan jiwa pada kehamilan.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Anemia dalam Kehamilan
1.      Definisi
Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemoglobin/Hb) dibawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga  kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (serum iron), dan jenuh transferin menurun, kapasitas besi total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorpsi diusus, perdarahan akut maupun kronis dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperi pada wanita hamil, masa pertumbuhan dan masa penyembuhan dari penyakit.
2.      Patofisilogis
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasa seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
3.      Etiologi Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Hipervoluemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma, kurangnya zat besi dalam makanan, kebutuhan zat besi meningkat.
4.      Tanda dan Gejala
Manifestasi Klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,lemah,lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Bila kadar HB <7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Nilai ambang batas yang digunakan untuki menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO thn 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu: normal >11 gr/dl, ringan 8-11 gr/dl, berat <8 gr/dl.
5.      Faktor Risiko
6.      Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wania yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immatur atau prematur), gangguan proses persalinan (inertia. Atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress, kurang produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, Kematian perinatal, dll.)

7.      Penatalaksanaan Bidan
a.       Memberikan konseling tentang makanan yang mengandung banyak zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai,kacang hijau), sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk ) dan buah-buahan (jeruk,jambu biji,pisang) dan perhatikan pula pola makan teratur 3x sehari. Agar kesehatan ibu dan janin baik.
b.      Menganjurkan untuk sering istirahat
c.       Memberikan ibu tablet Fe
8.      Penatalaksanaan Lanjutan
B.     Hiperemesis Gravidarum
1.      Definisi
Wiknjosastro (2005) mengatakan bahwa Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika seorang ibu memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan ibu sangat turun, turgor kulit kurang diurese kurang dan timbul aseton dalam air kencing.
Hiperemesis Gravidarum juga dapat diartikan keluhan mual muntah yang dikategorikan berat jika ibu hamil selalu muntah setiap kali minum ataupun makan. Akibatnya, tubuh sangat lemas, muka pucat, dan frekuensi buang air kecil menurun drastis, aktifitas sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menurun. Meski begitu, tidak sedikit ibu hamil yang masih mengalami mual muntah sampai trimester ketiga (Cunningham 2005).
Salah satu masalah yang terjadi pada masa kehamilan, yang bisa meningkatkan darajat kesakitan adalah terjadinya. Gestosis pada masa kehamilan atau penyakit yang khas terjadi masa kehamilan, dan salah satu gestosis dalam kehamilan adalah Hiperemesis Gravidarum (Sastrawinata,2004).
2.      Etiologi
Penyebab Hiperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan juga kelainan biokimia, perubahan-perubahan anatomik yang terjadi pada otak, jantung, hati, dan susunan syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat besi akibat kelemahan tubuh karena tidak makan dan minum.
3.      Patofisilogis
Ada yang menyebabkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sitem saraf pusat akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkolosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, terjadi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk kepeluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis engan tertimbunnua asam as hidroksibutirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan okseigen kejaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Kekurangan kalsium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya eksresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindrom Mallory-Weiss). Dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umunya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif (Wiknjosastro, 2005).
4.      Tanda dan Gejala
Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan hiperemesis gravidarum tidak jela, akan tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah memerlukan perawatan yang intensif.
Menurut Wiknjosastro (2005), hiperemesis gravidarum berdasarkan berat ringannya gejala dapat dibagi kedalam 3 tingkatan :
a.       Tingkatan 1.Ringan
Ditandai dengan muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
b.      Tingkat II sedang
Penderita terlihat lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris, berat badan turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalm kencing.
c.       Tingkat III Berat
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekuranga zat makanan termasuk vitamin B komplek. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati.
5.      Faktor Risiko
a.       Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan (Wiknjosastro, 2005).
b.      Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik (Wiknjosastro, 2005).
c.       Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik (Wiknjosastro, 2005).
d.      Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup (Wiknjosastro, 2005). Kurangnya penerimaan terhadap kehamilan dinilai memivu perasaan mual dan muntah ini. Pada wanita hamil muda, kehamilan dinilai tidak diharapkan, apakah karena kegagalan kontrasepsi ataupun karena hubungan diluar nikah. Hal ini bisa memicu penolakan ibu terhadap kehamilan tersebut (Cunningham, 2005).
e.       Faktor adaptasi dan hormonal, pada wanita hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi hiperemesis gravidarum dapat dimasukan dalam ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia. Wanita primigravida dan overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa, jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum (Manuaba,1998). Peningkatan Hormon Estrogen dan Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG). Pada kehamilan dinilai terjadi perubahan juga pada sistem endrokrinologi, terutama untuk hormon estrogen dan HCG yang dinilai mengalami peningkatan. Sejalan dengan yang diungkapkan pada poin pertama, bahwa pada kehamilan Mola hidatidosa dan kehamilan Ganda, memang terjadi pembentuksn hormon yang berlebihan (Cunningham,2005).
6.      Diagnosis
Umumnya tidak sukar menegakkan diagnosa Hiperemesis Gravidarum. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dengan mual dan muntah yang terus menerus, sehingga berpengaruh terhadap keadaan umum dan juga dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin sehingga pengobatan perlu segera diberikan. Juga bisa dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang menunjukkan adanya benda keton dalam urin (Wiknjosastro, 2005). Namun harus dipikirkan juga kemungkinan kehamilan muda dengan penyakit Pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang bisa memberikan gejal muntah (Cunningham,2005).
7.      Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin seperti ibu akan kekurangan nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat pula mengakibatkan gangguan asam basa, pneumini aspirasi, robekan mukosa pada hubungan gastroesofagi yang menyebabkan peredaran ruptur esofagus, kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan kehamilan yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang (Setiawan,2007).
Pada bayi, jika hiperemesis ini terjadi hanya diawal kehamilan tidak berdampak terlalu serius, tapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita hiperemesis gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR,IUGR,Prematur hingga terjadi abortus (Wiknjosastro, 2005).
Hal ini didukung oleh pernyataan Gross et al (1989) menyatakan bahwa ada peningkatan peluang retradasi pertumbuhan intrauterus jika ibu mangalami penurunan berat badan sebesar 5% dari berat badan sebelum kehamilan, karena pola pertumbuhan janin terganggu oleh metabolisme maternal (Tiran,2008). Terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebagai akibat kurangnya pemasokan oksigen dan makanan yang kurang adekuat dan hal ini mendorong terminasi kehamilan lebih dini (Wiknjosastro, 2005). Makanan ibu selama hamil dan keadaan gizi ibu pada waktu hamil berhubungan erat dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Apabila makanan yang dikonsumsi ibu kurang dan keadaan gizi ibu jelek maka besar kemungkinan BBLR, menurut Chase (1989) konsekuensinya adalah bayi yang lahir kemungkinan meninggal 17 kali lebih tinggi dibanding bayi lahir normal (Admin,2007).
8.      Penatalaksanaan Bidan
a.       Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan bulan, menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyognya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
b.      Diet
Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan gorengan-gorengan untuk menekan rasa mual dan muntah, sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum. Diet pada hiperemesis bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup (Dinar, 2008).
Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah karbohidrat tinggi yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total, protein sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total, makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari. Makanan mudah dicerna, tidak merangsang saluran pencernaan dan diberikan sering dalam porsi kecil, bila makan oagi dan sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam, makanan secara berangsur ditingkatkan dalm porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien (Dinar,2008).
Ada tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a.       Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahya. Makanan ini kurang akan zat-zat gizi kecuali vitamin C karena ibu hanya diberikan selama beberapa hari.
b.      Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan mubtah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Pemberian minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.
c.       Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
Makanan yang dianjrkan untuk diet hiperemesis I,II,III adalah roti panggang, biskuit, crakers, buah segar, dan sari buah, minuman botol ringan,sirup, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer. Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbum tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi dan yang mengandung zat tambahan (pengawet, pewarna dan penyedap rasa) juga tidak dianjurkan (Dinar,2008).
Diet pada ibu yang mengalami hiperemesis terkadang melihat si ibu dan tingkatan hiperemesisnya, konsep saat ini yang dianjurkan pada ibu adalah makanlah apa yang ibu suka, bukan makan sedikit-sedikit tapi sering juga jangan paksakan ibu memakan apa yang saat ini membuat mual karena diet tersebut tidak akan berhasil malah akan memperparah kondisinya.
9.      Penatalaksanaan Lanjutan
a.       Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan pengobatan. Sedativa yang sering diberikan adalah pohenobarbital, vitamin yang dianjurkan yaitu vitamin B1 dan B2 yang berfungsi untuk mempertahankan kesehatan syaraf, jantung, obat serta meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan sel (Admin 2007) dan B6 berfungsi menurunkan keluhan atau gangguan mual dan muntah bagi ibu hamil dn juga membantu dalam sintesa lemak untuk pembentukan sel darah merah (Admin,2007). Antihistaminika juga dianjurkan pada keadaan lebih berat diberikan antimimetik seperti disklomin hidrokhloride, avomin (Wiknjosastro, 2005).
b.      Isolasi
Isolasi dilakukan dalam kamar yang tenang cerah dan peredaran udara yang baik hany dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
c.       Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini (Wiknjosastro, 2005). Bantuan yang positif dalam mengatasi permasalahan psikologis dan sosial dinilai cukup signifikan memberikan kemajuan keadaan umum (Admin,2008).
d.      Cairan parenteral (jika ibu di rumah sakit dan atas instruksi dokter)
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat pula diberikan asam amino secara intravena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida, dan bilirubin, suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umunya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
e.       Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengatakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan menifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak  tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital (Wiknjosastro, 2005).
Pada beberapa keadaan hiperemesis gravidarum yang sudah cukup parah dan dinilai bisa mengancam kesejahteraan ibu dan janin maka dapat dipertimbangkan pengakhiran kehamilan (Fraser,2003. Henderson dan McDonald,2004. Cunningham,2005).
C.     Kehamilan dengan Gangguan Jiwa (Depresi, Psikosa, Psikonaurosa)
1.      Depresi
a.       Definisi
Kehamilan seharusnya adalah masa yang paling bahagia dalam kehidupan seorang wanita, tapi buat sebagian wanita masa ini adalah masa yang membingungkan, takut, sedih, stress, dan bahkan depresi. Sekitar 10 – 20% wanita akan mengalami gejala-gejala depresi saat hamil, dan seperempat sampai separuhnya akan menjadi depresi yang nyata (mayor depresi). Depresi atau biasa disebut sebagai gangguan afektif merupakan salah satu bentuk psikosis. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari depresi, diantaranya yaitu :
a.    Menurut National Institut of Mental Health, gangguan depresi dimengerti sebagai suatu penyakit “ tubuh yang menyeluruh “ (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan (mood), dan pikiran.
b.    Southwestern Psychological Services memiliki pendapat yang mirip dengan National Institut of Mental Health bahwa depresi adalah dipahami sebagai suatu penyakit, bukan sebagai suatu kelemahan karakter, suatu refleksi dari kemalasan atau suatu ketidakmauan “untuk menoba lebih keras“.
c.    Staab dan Feldman menyatakan bahwa depresi adalah suatu penyakit yang menyebabkan suatu gangguan dalam perasaan dan emosi yang dimiliki oleh individu yang ditunjuk sebagai suasana perasaan.
Secara umum, depresi sebagai suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal.
Depresi merupakan gangguan mood yang menyerang 1 dari 4 wanita pada suatu titik tertentu dalam kehidupannya, jadi tidak usah heran jika kelainan ini juga biasa mengenai wanita hamil. Tetapi sering kali depresi tidak di diagnosa dengan baik saat hamil karena sering dianggap hanya suatu bentuk gangguan keseimbangan hormon. Asumsi ini tentu saja bisa membahayakan ibu serta bayi yang dikandungnya.
Depresi bisa diobati dan dimanage selama kehamilan. Depresi saat kehamilan atau antepartum depresi, merupakan gangguan mood sama halnyadengan depresi klinis. Gangguan mood merupakan kelainan biologis yang melibatkan perubahan kimia pada otak. Saat kehamilan, perubahan hormone bisa mempengaruhi kimia otak yang berhubungan dengan depresi dan gelisah. Hal ini bisa disebabkan/dimunculkan oleh situasi yang sulit, yang akhirnya menimbulkan depresi.
b.      Etiologi
Penyebab kesedihan atau depresi sehabis melahirkan tidak jelas. Penurunan tingkat hormon yang tiba-tiba, terutama sekali estrogen dan progesteron dapat berperan. Depresi yang hadir sebelum kehamilan lebih mungkin berkembang ke dalam depresi postpartum. Wanita yang telah memiliki depresi sebelum kehamilan harus memberitahukan kepada dokter atau bidan mengenai hal tersebut selama kehamilan. Depresi juga merupakan sebuah penyakit yang berlangsung di dalam sebuh keluarga. Kadangkala tidak jelas penyebab dari depresi itu sendiri.
Faktor penyebab Depresi post partum disebabkan oleh 4 faktor yaitu sebagai berikut :
a.       Faktor Konstitusional : Gangguan post parum berkaitan dengan status pritas adalah riwayat obstetri paisen yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primapara. Wanita primipara lebih umum menderita bluues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b.      Faktor fisik : perubahan fisik setelah kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa fsktor fisik dihubungkan  dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan priode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.
c.       Faktor psikologis : peralihan yang cepat dari keadaan  “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan kenel mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d.      Faktor sosial : paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu-ibu selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. 
c.       Patofisilogis
d.      Klasifikasi
Ada 3 tipe depresi post partum diantaranya yitu :
1)      Depresi Ringan (Kemurungan)
Inilah tipe depresi yang paling umum. Biasanya singkat dan tidak terlalu mengganggu kegiatan-kegiatan normal. Peristiwa-peristiwa signifikan seperti hari liburan, ulang tahun pernikahan, pekerjaan baru, pindah, demikian juga kebosanan dan frustasi bisa menghasilkan suatu keadaan hati yang murung. Depresi postpartum (setelah melahirkan) merupakan tipe depresi ringan yang paling umum. Namun, hal ini bisa juga menjadi meningkat, dan dalam keadaanyang demikian seorang harus segera berbicara dengan dokter kalau setelah melahirkan mengalami depresi. Dari tipe ini, biasanya tidak dibutuhkan penanganan khusus. Perubahan situasi, dan langkah, biasanya segera bisa mengubah kemurungan itu.
2)      Depresi Sedang/moderat (perasaan tak berpengharapan)
Gejalanya hampir sama dengan depresi ringan, tetapi lebih kuat dan lebih lama berakhir. Suatu peristiwa yang tidak membahagiakan seperti meninggalnya seorang kekasih, hilangnya karier, kemunduran dan lain-lain biasanya merupakan penyebab. Orang memang sadar akan perasaan tidak bahagia itu, tetapi tidak bisa mencegahnya. Kegiatan sehari-hari memang lebih berat dirasakan (tetapi biasanya bisa diatasi) penanganannya. Di tipe ini bunuh diri merupakan bahaya, karena bunuh diri dilihat merupakan satu-satunya pemecahan ketika kepedihan itu menjadi lebih buruk. Dalam hal ini pertolongan yang profesional dibutuhkan.

e.       Tanda dan Gejala
Menurut Diagnostik dan statistikal manual IV – Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika, lima atau lebih gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang serta sekurangnya salah satu gejala harus emosi depresi atau kehilanga minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
a.    Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
b.    Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
c.    Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan).
d.    Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e.    Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat).
f.     Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari.
g.    Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari.
h.    Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
i.      Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.
Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan mengalami depresi tidak jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala di atas dan waktunya pun kurang lebih 2 minggu, yakni diantaranya sebagai berikut :
o   Ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan, menunjukan lebih banyak air mata dibandingkan senyum, tidak bisa atau sulit berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
o   Teganggu calon ibu dengan orang-orang sekitarnya, terganggu kondisi ibu mengancam keselamatan janin dan putus asa, terkadang beberapa ada yang merasa cemas.
o   Kadang-kadang tegang, kaku, dan menolak intervensi terapeutik. Selain itu, gejala di atas biasanya disertai perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah, hilangnya energi dan penurunan dorongan seksual.
o   Jarang mengontrol kehamilan.
o   Tidak pernah memberi stimulus terhadap janin yang dikandungnya.
o   Tidak melakukan persiapan utnuk menyambut bayi yang akan dilahirkan.

f.       Faktor Risiko
·         Kehamilan yang tidak diharapkan
·         Hamil di luar nikah
·         Faktor ekonomi
·         Faktor ketidakbahagiaan dalam rumah tangga
·         Perasaan cemas menghadapi persalinan.
·         Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga
·         Perasaan khawatir yang berlebihan pada kesehatan janin
·         Ada masalah pada kehamilan atau kelahiran anak sebelumnya
·         Sedang menghadapi masalah keuangan
·         Usia ibu hamil yang terlalu muda
·         Adanya komplikasi selama kehamilan
·         Terpisah dari keluarga
·         Rasa takut yang berlebihan.
·         Orang tua tunggal.
·         Riwayat keluarga yang memiliki penyakit kejiwaan.

g.      Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Permasalahan yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri sendiri bisa berimplikasi atau berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan janin yang ada di dalam kandungan. Kita semua pasti mengetahui bahwa perubahan fisik dan hormonal yang terjadi selama masa kehamilan sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita yang sedang hamil. Depresi yang tidak ditangani akan memiliki dampak yang buruk bagi ibu dan bayi yang dikandungnya.
Ada 2 hal penting yang mungkin berdampak pada bayi yang dikandungnya, yaitu :
a.    Pertama adalah timbulnya gangguan pada janin yang masih didalam kandungan.
b.    Munculnya gangguan kesehatan pada mental anak nantinya.
c.    Kelahiran premature
d.    Bayi lahir dengan berat badan yang rendah
e.    Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungan dan bahkan kesehatannya sendiri.
Depresi yang dialami, jika tidak disadari dan ditangani dengan sebaik – baiknya akan mengalihkan perilaku ibu kepada hal – hal yang negatif seperti minum-minuman keras, merokok dan tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh diri. Hal inilah yang akan memicu terjadinya kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang rendah, abortus dan gangguan perkembangan janin. Kelahiran bayi prematur juga akan menjauhkan dekapan seorang ibu terhadap bayi yang dilahirkan, karena si bayi akan ditempatkan di inkubator tersendiri. Apalagi jika sudah mengalami depresi mayor yang identik dengan keinginan bunuh diri, bisa saja langsung membuat janinnya meninggal. Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungannya dan bahkan kesehatannya sendiri.

h.      Penatalaksanaan Bidan
Strategi kesehatan yang bisa diterapkan pada saat masa kehamilan untuk mengantisipasi depresi yaitu menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang menyenangkan, selalu konsultasi dengan para ahli kandungan, makan makanan yang sehat, cukup minum air, mengupayakan selalu dapat tidur dengan baik dan melakukan senam bagi ibu hamil. Disamping itu juga melakukan terapi kejiwaan supaya terhindar dari depresi, lebih meningkatkan keimanan dan tentunya mendapat dukungan dari suami dan keluarga.
Sedangkan bagi yang telah terdiagnosis, perencanaan kehamilan sangat penting pada wanita hamil yang didiagnosis depresi, sebaiknya kehamilannya perlu direncanakan atau dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan, dan psikiater tentang masalah resiko serta keuntungan setiap pemakaian obat-obat psikofarmakologi. Rawat inap sebaiknya dipikirkan sebagai pilihan pengobatan psikofarmakologis pada trimester I untuk kasus kehamilan yang tidak direncanakan, dimana pengobatan harus dihentikan segera dan apabila terdapat riwayat gangguan afektif (depresi) rekuren.
Ada 2 fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam Panel Pedoman Depresi (Depression Guideline Panel) :
a. Fase Akut
Gejalanya ditangani, dosis obat disesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan dan klien diberi penyuluhan.
b. Fase Lanjut
Klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan, seorang klien yang beresiko kambuh sering kali tetap diberi obat. Untuk klien yang dianggap tidak beresiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan. Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang mengalami depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti menangis, insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri.
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) terbukti sudah sangat berguna untuk menangani depresi sehingga menjadi pilihan untuk ibu hamil, mencakup fluoksetin dan sertralint. Obat ini menjadi pilihan karena obat tersebut lebih sedikit memiliki efek antikolinergik yang merugikan, toksisitas jantung, dan bereaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin (MOA) serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan sedasi. Disamping itu, psikoterapi atau metode support group secara rutin harus dilakukan bila ada konflik intrapsikis yang berpengaruh pada kehamilan. Terapi perilaku kognitif sangat menolong pasien depresi dan disertai antidepresan. Terapi elektrokompulsif (ECT) digunakan pada pasien depresi psikotik untuk mendapatkan respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu dan anak terancam, misalnya pada depresi hebat dan klien ingin bunuh diri atau jika tidak berespon terhadap pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita depresi, harus dilakukan dengan sikap serius dan mengerti keadaan penderita. Kita harus memberi pengertian kepada mereka dan mensupport atau memberikan motivasi yang dapat menenangkan jiwanya. Hendaknya jangan menghibur, memberi harapan palsu, bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar rasa tidak mampu dan rendah diri.
Perubahan pola hidup dapat memperbaiki depresi pada sebagian orang:
o   Olahraga teratur
o   Berjemur pada sinar matahari
o   Penanganan stress
o   Konseling
o   Tidur teratur
o   Relaksasi
o   Meditasi


i.        Penatalaksanaan Lanjutan
2.      Psikosa
a.       Definisi
Psikosa adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality) atau dengan kata lain, psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas sehingga tidak mampu lagi menyesuikan diri dalam norma-norma yang wajar dan berlaku umum.
           Psikosa merupakan gangguan jiwa yang serius, timbul karena penyebab organic ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari hari sangat terganggu. Psikosa ditandai  oleh perilaku regresif, hidup perasaan tidak sesuai ,berkurangnya pengawasan terhadap impuls impuls serta waham dari halusinasi.
            Pada umunya pasien psikosa tidak mampu melakukan partisipasi sosial, sering ada gangguan bicara, kehilngan orientasi terhadap lingkungan, aspek sosialnya membahayakan orang lain maupun diri sendir serta memerlukan perawatan rumah sakit.
b.      Penyebab Psikosa
a.    Internal (perubahan tubuh dan hormonal ibu hamil)
b.    Ekstenal (kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan beresiko, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat, riwayat kegugura, riwayat obstetri buruk)
c.       Tanda dan gejala Psikosa
1)     Tanda tanda psikosa:
o   Halusinasi
o   Sejumlah kelainan peilaku, sepeti aktivitas yang meningkat, gelisah, dan retardasi psikomotor.
2)  Gejala psikosis adalah:
o   abnormal menampilkan emosi
o   kebingungan
o   depresi dan kadang kadang pikiran bunuh diri
o   kacau berpikir dan berbicara
o   kegembiraan
o   keyakinan palsu
o   melihat, mendengar, merasakan, atau memahami hal-hal yang tidak ada berdasarkan ketakutan/ kecurigaan
Proses kejiwaan dalam kehamilan
1)    Triwulan I
·         Cemas ,takut, panik, gusar
·         Benci pada suami
·         Menolak kehamilan
·         Mengidam
2)    Triwulan II
·         Kehamilan nyata
·         Adaptasi dengan kenyataan
·         Perut bertambah besar
·         Terasa gerakan janin
3)    Triwulan III
·         Timbul gejolak baru menghadapi persalinan
·         Perasaan bertanggung jawab
·         Golongan ibu yang mungkin merasa takut
·         Ibu yang mempunyai riwayat/ pengalaman buruk pada persalinan yang lalu
d.      Panatalaksanaan bidan
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit. Bagi mereka dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar 6 bulan (Sneddon, 1992). Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang menderita skizofrenia. Para wanita ini sebaiknya dirujuk ke psikiater. Keparahan psikosis postpartum mengharuskan diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan tindakan rawatinap. Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat bayinya.
       Proses penanganan pada penderita skizofrenia yang sedang hamil, yakni: Wanita yang datang dengan pskosis pada episode pertama saat hamil harus diperiksa dengan hati-hati untuk menyingkirkan sebab organic pada psikosisnya maupun perubahan status mentalnya. Pasien harus dirawat sakit bila rawat jalan tidak memungkinkan. Pada umumnya peneliti melaporkan bahwa pasien dengan menggunakan obat antipsikotik pada kehamilan tidak menunjukkan adanya kelainan pada kelahiran janin. Namun, antipsikotik hendaknya dihindarkan pada trimester I. Pada kasus yang akut dan membahayakan ibu dan janinnya, dapat dilakukan terapi elektrokompulsif. Terapik ini tidak menyebabkan persalinan, kecuali bila kehamilannya cukup bulan.

e.       Penatalaksanaan lanjut
Pengobatan tergantung pada penyebab psikosis. Perawatan dirumah sakit sering kali diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien.
a.    Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa (Kuller dkk.,1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang. Wanita lain yang memerlukan terapi adalah mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.
b.    Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi melebihi risikonya. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering digunakan untuk  gangguan-gangguan depresi. Efek samping pada ibu adalah hipotensi ortostatik dan konstipasi. Sedasi  juga sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitandengan depresi. Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yangsemakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin,menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi. Obat-obatini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
c.    Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif,atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan. Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui. Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dantioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
e.       Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan. Selain kekhawatiran tentangteratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit. Pernah dilaporkantoksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
e.    Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk. Diazepam mungkin menyebabkan depresineurologis berkepanjangan pada neonatus apabila pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
f.     Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis. Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali terapi dari umur kehamilan 23-31 minggu. Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan ventilasi bantuan setiap kali terapi. Merekamendapatkan bahwa kadar epinefrin, norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa menit kejutan listrik. Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung janinserta frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal.
Miller (1994) mengkaji 300 laporan kasus terapi kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa penyulit terjadi pada 10%. Penyulit-penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak pada bayi, perdarahan pervaginamringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus yang swasirna. Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko lebih besar mengalami aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis respiratorik. Langkah-langkah pengkajian penting adalah pengkajian servik, penghentian obat antikolinergik yang tidak esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan uterus, hidrasi intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri. Selama prosedur, hindari hiperventilasi berlebihan dan jalan napas harusdilindungi
Penatalaksannan yang dilakukan:
a.    Konsultasikan dengan dokter, psikiater, psikolog, dan dengan tenaga kesehatan lainnya.
b.    Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dengan tenaga medis harus dengan kesabaran meyakinkan calon ibu bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan wajar.
c.    Ajarkan dan berikan latihan latihan untuk dapat menguasai otot otot istirahat dan pernafasan
d.    Hindari kata-kata dan komentar yang dapat mematahkan semangat si ibu.
e.    Hindari komentar   suatu kasus dan gelak tawa
f.     Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
g.    Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia.
h.    Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa dan narkotika (barbiturat,  morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
i.      Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
j.      Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap, klien tidak tahan terlalu diisolasi.




3.      Psikonaurosa
a.       Definisi
Psikoneurosa yaitu ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi). Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam pelbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism).
Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam berbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism). Oleh pengkondisian yang buruk dari lingkungan sosial yang sangat tidak menguntungkan, muncul kemudian banyak ketegangan dan kecemasan, serta simptom-simptom mental yang pathologis atau gangguan mental yang disebut neurosa. Psikoneurosa atau disingkat dengan neurosa disebabkan oleh faktor-faktor psikologis dan kultural, khususnya oleh ketakutan dan kecemasan-kecemasan terus-menerus yang menimbulkan stress atau ketegangan batin yang kuat dan kronis; sehingga orang mengalami frustasi hebat, konflik-konflik emosional, kepatahan fisik dan kepatahan mental ( mental breakdown ). Ditambah pula oleh ketidak-imbangan pribadi dan kurangnya atau sedikitnya usaha serta kemauan, sehingga menambah banyaknya kecemasan, yang nantinya akan meledak menjadi gejala neurosa.
Psikoneurosa  yaitu ketegangan pribadi terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya, ketegangan tidak meresa akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperrti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar kurang tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi).
b.      Jenis Psikoneurosa
1.     Neurosis kuatir atau anxiety neurosis
Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan : keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik.
Psikoneurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian kepribadian. Karena gangguan hanya pada sebagian kepribadian, maka yang bersangkutan masih bisa melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-hari. Sebenarnya psikoneurosis bukanlah suatu penyakit, yang bersangkutan masih dapat kita sebut normal. Yang diderita yang bersangkutan adalah ketegangan pribadi yang terus sebagai akibat konflik yang berkepanjangan. Orang tersebut tidak dapat mengatasi konflik yang tidak kunjung reda yang pada taraf terakhir menjadi neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi)
a. Neurosis cemas (anxiety neurosis atau anxiety state)
1) Gejala-gejala neurosis cemas
Tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi bersifat mengambang bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecamasan yang dialami sangat hebat maka terjadi kepanika
a)     Gejala somatis dapat berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang, lekas lelah, keringat dingan,
b)    Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan tidak mampu,
2) Faktor penyebab neurosis cemas
Menurut Maramis (1980 : 261), faktor pencetus neurosis cemas sering jelas dan secara psikodinamik berhubungan dengan faktor-faktor yang menahun seperti kemarahan yang dipendam.
Sebab-sebab anxiety secara umum :
a)    Ketakutan dan kecemasan yang terus menerus, disebabkan oleh kesusahan-kesusahan dan kegagalan yang bertubu-tubi
b)    Repressi terhadap macam – macam masalah emosional, akan tetapi tidak bisa berlangsung secara sempurna
c)    Kecenderungan harga diri yang terhalang.
d)    Dorongan-dorongan seksual tidak mendapat kepuasan yang terhambat, sehingga menimbulkn banyak konflik batin.
3)  Terapi untuk penderita neurosis cemas
Terapi untuk penederita neurosis cemas dilakukan dengan menemukan sumber ketakutan atau kekuatiran dan mencari penyesuaian yang lebih baik terhadap permasalahan. Mudah tidaknya upaya ini pada umumnya dipengaruhi oleh kepribadian penderita.


























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemoglobin/Hb) dibawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Wiknjosastro (2005) mengatakan bahwa Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika seorang ibu memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan ibu sangat turun, turgor kulit kurang diurese kurang dan timbul aseton dalam air kencing.
Kehamilan seharusnya adalah masa yang paling bahagia dalam kehidupan seorang wanita, tapi buat sebagian wanita masa ini adalah masa yang membingungkan, takut, sedih, stress, dan bahkan depresi. Sekitar 10 – 20% wanita akan mengalami gejala-gejala depresi saat hamil, dan seperempat sampai separuhnya akan menjadi depresi yang nyata (mayor depresi).
Psikosa adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality) atau dengan kata lain, psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas sehingga tidak mampu lagi menyesuikan diri dalam norma-norma yang wajar dan berlaku umum.
Psikoneurosa yaitu ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi). Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam pelbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism).
Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Gunggingham,F.Gary.2012.Obstetri Williams edisi 23.Jakarta:EGC
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar