BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masalah
kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang
harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa khusus yang
sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan kondisi fisik dan emosional
yang kompleks memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses
kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang
ditumbuhkan dari norma-norma sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu
sendiri, dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi
emosional ringan, hingga ketingkat gangguan jiwa yang berat.
Dukungan
psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola kehidupan sosial
(keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, kasih sayang dan empati). Pada wa
nitahamil dan dari aspek teknis dapat mengurangi aspek sumber daya. Telah
diketahui bahwa wanita hamil mengalami perubahan jiwa dalam kehamilan yang
biasanya tidak seberapa berat dan kemudian akan hilang dengan sendirinya.
Adakalanya diperlukan perhatian khusus atau pernyataan, kadang-kadang terjadi
penyakit jiwa (psikosis) dalam kehamilan. Hal ini tidak mengherankan karena
ovulasi dan haid juga dapat menimbulkan psikosis.
Penderita
sembuh setelah anaknya lahir, akan tetapi dalam kehamilan berikut biasanya
penyakitnya timbul lagi, selain itu psikosis dapat menjadi lebih berat dalam
kahamilan. Peran tenaga kesehatan disini sangatlah penting untuk melakukan
pendekatan, memberikan dukungan, motivasi maupun pengobatan untuk mengatasi
gangguan tersebut agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi ibu maupun
kesehatan janinnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertian tentang Anemia?
2.
Bagaimana
pengertian tentang Hiperemesis Gravidarum?
3.
Bagaimana
pengertian Gangguan jiwa pada kehamilan?
C. Tujuan
1.
Mengerti
dan memahami tentang anemia.
2.
Mengerti
dan memahami tentang Hiperemesis gravidarum.
3.
Mengerti
dan memahami tentang gangguan jiwa pada kehamilan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Anemia
dalam Kehamilan
1. Definisi
Anemia
merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering
disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemoglobin/Hb) dibawah nilai
normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah,
misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi
adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe)
untuk eritropoesis tidak cukup ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer,
kadar besi serum (serum iron), dan jenuh transferin menurun, kapasitas besi
total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain
sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorpsi
diusus, perdarahan akut maupun kronis dan meningkatnya kebutuhan zat besi
seperi pada wanita hamil, masa pertumbuhan dan masa penyembuhan dari penyakit.
2. Patofisilogis
Perubahan
hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume
plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum
terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasa seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron.
3. Etiologi
Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Hipervoluemia,
menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan darah tidak sebanding
dengan pertambahan plasma, kurangnya zat besi dalam makanan, kebutuhan zat besi
meningkat.
4. Tanda
dan Gejala
Manifestasi
Klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala,
bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan
gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala
dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan
epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,lemah,lelah, disphagia dan
pembesaran kelenjar limpa. Bila kadar HB <7 gr/dl maka gejala-gejala dan
tanda-tanda anemia akan jelas.
Nilai
ambang batas yang digunakan untuki menentukan status anemia ibu hamil,
didasarkan pada kriteria WHO thn 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu: normal
>11 gr/dl, ringan 8-11 gr/dl, berat <8 gr/dl.
5. Faktor
Risiko
6. Komplikasi
pada Ibu dan Bayi
Anemia
pada ibu hamil bukan tanpa risiko menurut penelitian, tingginya angka kematian
ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan
jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah,
dan angka kematian perinatal meningkat. Perdarahan antepartum dan postpartum
lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal,
sebab wania yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak
anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immatur atau
prematur), gangguan proses persalinan (inertia. Atonia, partus lama, perdarahan
atonis), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap
infeksi dan stress, kurang produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin
(abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, Kematian perinatal, dll.)
7. Penatalaksanaan
Bidan
a. Memberikan
konseling tentang makanan yang mengandung banyak zat besi seperti telur, susu,
hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai,kacang hijau),
sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk ) dan buah-buahan
(jeruk,jambu biji,pisang) dan perhatikan pula pola makan teratur 3x sehari.
Agar kesehatan ibu dan janin baik.
b. Menganjurkan
untuk sering istirahat
c. Memberikan
ibu tablet Fe
8. Penatalaksanaan
Lanjutan
B. Hiperemesis
Gravidarum
1. Definisi
Wiknjosastro
(2005) mengatakan bahwa Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang
berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika
seorang ibu memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan
ibu sangat turun, turgor kulit kurang diurese kurang dan timbul aseton dalam
air kencing.
Hiperemesis
Gravidarum juga dapat diartikan keluhan mual muntah yang dikategorikan berat
jika ibu hamil selalu muntah setiap kali minum ataupun makan. Akibatnya, tubuh
sangat lemas, muka pucat, dan frekuensi buang air kecil menurun drastis,
aktifitas sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menurun. Meski begitu,
tidak sedikit ibu hamil yang masih mengalami mual muntah sampai trimester
ketiga (Cunningham 2005).
Salah
satu masalah yang terjadi pada masa kehamilan, yang bisa meningkatkan darajat
kesakitan adalah terjadinya. Gestosis pada masa kehamilan atau penyakit yang
khas terjadi masa kehamilan, dan salah satu gestosis dalam kehamilan adalah
Hiperemesis Gravidarum (Sastrawinata,2004).
2. Etiologi
Penyebab
Hiperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini
disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan juga kelainan biokimia,
perubahan-perubahan anatomik yang terjadi pada otak, jantung, hati, dan susunan
syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat besi akibat kelemahan
tubuh karena tidak makan dan minum.
3. Patofisilogis
Ada
yang menyebabkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh
fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sitem saraf
pusat akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung
berbulan-bulan (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis
gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila
terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya
elektrolit dengan alkolosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini
hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, terjadi faktor psikologik merupakan
faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum
kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan
mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis
gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk kepeluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna,
terjadilah ketosis engan tertimbunnua asam as hidroksibutirik dan aseton dalam
darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu
dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan
berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan okseigen kejaringan
mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Kekurangan
kalsium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya eksresi lewat ginjal,
menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan
terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Disamping dehidrasi dan
terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esofagus dan lambung (sindrom Mallory-Weiss). Dengan akibat perdarahan
gastrointestinal. Pada umunya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti
sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif
(Wiknjosastro, 2005).
4. Tanda
dan Gejala
Batas
antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan hiperemesis
gravidarum tidak jela, akan tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan
sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah
memerlukan perawatan yang intensif.
Menurut
Wiknjosastro (2005), hiperemesis gravidarum berdasarkan berat ringannya gejala
dapat dibagi kedalam 3 tingkatan :
a. Tingkatan
1.Ringan
Ditandai
dengan muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu
merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan tidak ada, berat badan menurun
dan nyeri epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100/menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
b. Tingkat
II sedang
Penderita
terlihat lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering
dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata
sedikit ikteris, berat badan turun dan mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa
pernafasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalm
kencing.
c. Tingkat
III Berat
Keadaan
umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma,
nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal
terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan
gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat
sangat kekuranga zat makanan termasuk vitamin B komplek. Timbulnya ikterus
menunjukkan adanya payah hati.
5. Faktor
Risiko
a. Faktor
predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda
menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena pada kedua
keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan
(Wiknjosastro, 2005).
b. Masuknya
vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil
serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan
faktor organik (Wiknjosastro, 2005).
c. Alergi,
sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai
salah satu faktor organik (Wiknjosastro, 2005).
d. Faktor
psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang
dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup (Wiknjosastro,
2005). Kurangnya penerimaan terhadap kehamilan dinilai memivu perasaan mual dan
muntah ini. Pada wanita hamil muda, kehamilan dinilai tidak diharapkan, apakah
karena kegagalan kontrasepsi ataupun karena hubungan diluar nikah. Hal ini bisa
memicu penolakan ibu terhadap kehamilan tersebut (Cunningham, 2005).
e. Faktor
adaptasi dan hormonal, pada wanita hamil yang kekurangan darah lebih sering
terjadi hiperemesis gravidarum dapat dimasukan dalam ruang lingkup faktor
adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia. Wanita primigravida dan
overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa, jumlah hormon
yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadinya hiperemesis
gravidarum (Manuaba,1998). Peningkatan Hormon
Estrogen dan Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG). Pada kehamilan dinilai
terjadi perubahan juga pada sistem endrokrinologi, terutama untuk hormon
estrogen dan HCG yang dinilai mengalami peningkatan. Sejalan dengan yang
diungkapkan pada poin pertama, bahwa pada kehamilan Mola hidatidosa dan
kehamilan Ganda, memang terjadi pembentuksn hormon yang berlebihan
(Cunningham,2005).
6. Diagnosis
Umumnya
tidak sukar menegakkan diagnosa Hiperemesis Gravidarum. Harus ditentukan adanya
kehamilan muda dengan mual dan muntah yang terus menerus, sehingga berpengaruh
terhadap keadaan umum dan juga dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat
mempengaruhi perkembangan janin sehingga pengobatan perlu segera diberikan.
Juga bisa dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang menunjukkan adanya
benda keton dalam urin (Wiknjosastro, 2005). Namun harus dipikirkan juga
kemungkinan kehamilan muda dengan penyakit Pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli
dan tumor serebri yang bisa memberikan gejal muntah (Cunningham,2005).
7. Komplikasi
pada Ibu dan Bayi
Dampak
yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin seperti ibu akan kekurangan
nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat
pula mengakibatkan gangguan asam basa, pneumini aspirasi, robekan mukosa pada
hubungan gastroesofagi yang menyebabkan peredaran ruptur esofagus, kerusakan
hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan
kehamilan yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang (Setiawan,2007).
Pada
bayi, jika hiperemesis ini terjadi hanya diawal kehamilan tidak berdampak
terlalu serius, tapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita hiperemesis
gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR,IUGR,Prematur hingga
terjadi abortus (Wiknjosastro, 2005).
Hal
ini didukung oleh pernyataan Gross et al (1989) menyatakan bahwa ada
peningkatan peluang retradasi pertumbuhan intrauterus jika ibu mangalami
penurunan berat badan sebesar 5% dari berat badan sebelum kehamilan, karena
pola pertumbuhan janin terganggu oleh metabolisme maternal (Tiran,2008).
Terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebagai akibat kurangnya pemasokan
oksigen dan makanan yang kurang adekuat dan hal ini mendorong terminasi
kehamilan lebih dini (Wiknjosastro, 2005). Makanan ibu selama hamil dan keadaan
gizi ibu pada waktu hamil berhubungan erat dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Apabila makanan yang dikonsumsi ibu kurang dan keadaan gizi ibu jelek
maka besar kemungkinan BBLR, menurut Chase (1989) konsekuensinya adalah bayi
yang lahir kemungkinan meninggal 17 kali lebih tinggi dibanding bayi lahir
normal (Admin,2007).
8. Penatalaksanaan
Bidan
a. Pencegahan
Pencegahan
terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan
penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan
gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan
bulan, menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah
kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat
tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh
hangat.
Makanan
yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman
seyognya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang
teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan
faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung
gula.
b. Diet
Ciri
khas diet hiperemesis adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama pada pagi
hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan gorengan-gorengan untuk
menekan rasa mual dan muntah, sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan
minum. Diet pada hiperemesis bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen
tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan
zat gizi yang cukup (Dinar, 2008).
Diet
hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah karbohidrat
tinggi yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total, protein sedang, yaitu 10-15%
dari kebutuhan energi total, makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian
cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari. Makanan
mudah dicerna, tidak merangsang saluran pencernaan dan diberikan sering dalam
porsi kecil, bila makan oagi dan sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan
malam dan selingan malam, makanan secara berangsur ditingkatkan dalm porsi dan
nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien (Dinar,2008).
Ada
tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a. Diet
hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti
kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahya. Makanan ini kurang akan zat-zat gizi kecuali vitamin C karena ibu
hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet
hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan mubtah berkurang. Secara berangsur
mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Pemberian minuman
tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi
kecuali vitamin A dan D.
c. Diet
hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut
kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini
cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
Makanan yang dianjrkan untuk diet
hiperemesis I,II,III adalah roti panggang, biskuit, crakers, buah segar, dan
sari buah, minuman botol ringan,sirup, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer.
Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan makanan yang umumnya merangsang saluran
pencernaan dan berbumbum tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi dan
yang mengandung zat tambahan (pengawet, pewarna dan penyedap rasa) juga tidak
dianjurkan (Dinar,2008).
Diet pada ibu yang mengalami hiperemesis
terkadang melihat si ibu dan tingkatan hiperemesisnya, konsep saat ini yang
dianjurkan pada ibu adalah makanlah apa yang ibu suka, bukan makan
sedikit-sedikit tapi sering juga jangan paksakan ibu memakan apa yang saat ini
membuat mual karena diet tersebut tidak akan berhasil malah akan memperparah
kondisinya.
9. Penatalaksanaan
Lanjutan
a. Obat-obatan
Apabila
dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan
pengobatan. Sedativa yang sering diberikan adalah pohenobarbital, vitamin yang
dianjurkan yaitu vitamin B1 dan B2 yang berfungsi untuk mempertahankan
kesehatan syaraf, jantung, obat serta meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan
sel (Admin 2007) dan B6 berfungsi menurunkan keluhan atau gangguan mual dan
muntah bagi ibu hamil dn juga membantu dalam sintesa lemak untuk pembentukan
sel darah merah (Admin,2007). Antihistaminika juga dianjurkan pada keadaan
lebih berat diberikan antimimetik seperti disklomin hidrokhloride, avomin
(Wiknjosastro, 2005).
b. Isolasi
Isolasi
dilakukan dalam kamar yang tenang cerah dan peredaran udara yang baik hany
dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan
pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan
dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala
akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
c. Terapi
psikologik
Perlu
diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa
takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan
konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini (Wiknjosastro,
2005). Bantuan yang positif dalam mengatasi permasalahan psikologis dan sosial
dinilai cukup signifikan memberikan kemajuan keadaan umum (Admin,2008).
d. Cairan
parenteral (jika ibu di rumah sakit dan atas instruksi dokter)
Berikan
cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa
5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah
kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila ada
kekurangan protein, dapat pula diberikan asam amino secara intravena. Dibuat
daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu
diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida, dan bilirubin, suhu
dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan
pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila
selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat
dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan
makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umunya gejala-gejala
akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
e. Penghentian
kehamilan
Pada
sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan
mengatakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk. Delirium, kebutaan,
takikardi, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan menifestasi komplikasi
organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil,
oleh karena disatu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai
terjadi gejala irreversibel pada organ vital (Wiknjosastro, 2005).
Pada
beberapa keadaan hiperemesis gravidarum yang sudah cukup parah dan dinilai bisa
mengancam kesejahteraan ibu dan janin maka dapat dipertimbangkan pengakhiran
kehamilan (Fraser,2003. Henderson dan McDonald,2004. Cunningham,2005).
C. Kehamilan
dengan Gangguan Jiwa (Depresi, Psikosa, Psikonaurosa)
1. Depresi
a. Definisi
Kehamilan
seharusnya adalah masa yang paling bahagia dalam kehidupan seorang wanita, tapi
buat sebagian wanita masa ini adalah masa yang membingungkan, takut, sedih,
stress, dan bahkan depresi. Sekitar 10
– 20% wanita akan mengalami gejala-gejala depresi saat hamil, dan seperempat
sampai separuhnya akan menjadi depresi yang nyata (mayor depresi). Depresi atau biasa disebut
sebagai gangguan afektif merupakan salah satu bentuk psikosis. Ada beberapa
pendapat mengenai definisi dari depresi, diantaranya yaitu :
a. Menurut National Institut of Mental
Health, gangguan depresi dimengerti sebagai suatu penyakit “ tubuh yang
menyeluruh “ (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan (mood),
dan pikiran.
b. Southwestern Psychological Services memiliki
pendapat yang mirip dengan National Institut of Mental Health bahwa
depresi adalah dipahami sebagai suatu penyakit, bukan sebagai suatu kelemahan
karakter, suatu refleksi dari kemalasan atau suatu ketidakmauan “untuk menoba
lebih keras“.
c. Staab dan Feldman menyatakan bahwa depresi adalah
suatu penyakit yang menyebabkan suatu gangguan dalam perasaan dan emosi yang
dimiliki oleh individu yang ditunjuk sebagai suasana perasaan.
Secara umum, depresi sebagai
suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa
terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi
tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi
waktu yang normal.
Depresi merupakan gangguan
mood yang menyerang 1 dari 4 wanita pada suatu titik tertentu
dalam kehidupannya, jadi tidak usah heran jika kelainan ini juga biasa
mengenai wanita hamil. Tetapi sering kali depresi tidak di diagnosa dengan baik
saat hamil karena sering dianggap hanya suatu bentuk gangguan keseimbangan
hormon. Asumsi ini tentu saja bisa membahayakan ibu serta bayi yang
dikandungnya.
Depresi
bisa diobati dan dimanage selama kehamilan. Depresi saat kehamilan
atau antepartum depresi, merupakan gangguan mood sama halnyadengan
depresi klinis. Gangguan mood merupakan kelainan biologis yang
melibatkan perubahan kimia pada otak. Saat kehamilan, perubahan hormone bisa
mempengaruhi kimia otak yang berhubungan dengan depresi dan gelisah. Hal ini
bisa disebabkan/dimunculkan oleh situasi yang sulit, yang akhirnya menimbulkan
depresi.
b. Etiologi
Penyebab
kesedihan atau depresi sehabis melahirkan tidak jelas. Penurunan tingkat hormon
yang tiba-tiba, terutama sekali estrogen dan progesteron dapat berperan.
Depresi yang hadir sebelum kehamilan lebih mungkin berkembang ke dalam depresi
postpartum. Wanita yang telah memiliki depresi sebelum kehamilan harus
memberitahukan kepada dokter atau bidan mengenai hal tersebut selama kehamilan.
Depresi juga merupakan sebuah penyakit yang berlangsung di dalam sebuh
keluarga. Kadangkala tidak jelas penyebab dari depresi itu sendiri.
Faktor
penyebab Depresi post partum disebabkan oleh 4 faktor yaitu sebagai berikut :
a. Faktor
Konstitusional : Gangguan post parum berkaitan dengan status pritas adalah
riwayat obstetri paisen yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta
apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi
lebih banyak pada wanita primapara. Wanita primipara lebih umum menderita
bluues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi,
kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham
perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor
fisik : perubahan fisik setelah kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama
2 minggu pertama menunjukkan bahwa fsktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor
penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan priode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.
c. Faktor
psikologis : peralihan yang cepat dari keadaan
“dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan
anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan kenel
mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d. Faktor
sosial : paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu-ibu selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
c. Patofisilogis
d. Klasifikasi
Ada 3 tipe depresi post
partum diantaranya yitu :
1) Depresi
Ringan (Kemurungan)
Inilah
tipe depresi yang paling umum. Biasanya singkat dan tidak terlalu mengganggu
kegiatan-kegiatan normal. Peristiwa-peristiwa signifikan seperti hari liburan,
ulang tahun pernikahan, pekerjaan baru, pindah, demikian juga kebosanan dan
frustasi bisa menghasilkan suatu keadaan hati yang murung. Depresi postpartum
(setelah melahirkan) merupakan tipe depresi ringan yang paling umum. Namun, hal
ini bisa juga menjadi meningkat, dan dalam keadaanyang demikian seorang harus
segera berbicara dengan dokter kalau setelah melahirkan mengalami depresi. Dari
tipe ini, biasanya tidak dibutuhkan penanganan khusus. Perubahan situasi, dan
langkah, biasanya segera bisa mengubah kemurungan itu.
2) Depresi
Sedang/moderat (perasaan tak berpengharapan)
Gejalanya hampir sama dengan
depresi ringan, tetapi lebih kuat dan lebih lama berakhir. Suatu peristiwa yang
tidak membahagiakan seperti meninggalnya seorang kekasih, hilangnya karier,
kemunduran dan lain-lain biasanya merupakan penyebab. Orang memang sadar akan
perasaan tidak bahagia itu, tetapi tidak bisa mencegahnya. Kegiatan sehari-hari
memang lebih berat dirasakan (tetapi biasanya bisa diatasi) penanganannya. Di
tipe ini bunuh diri merupakan bahaya, karena bunuh diri dilihat merupakan
satu-satunya pemecahan ketika kepedihan itu menjadi lebih buruk. Dalam hal ini
pertolongan yang profesional dibutuhkan.
e. Tanda
dan Gejala
Menurut Diagnostik dan statistikal manual IV – Text
Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang
menderita gangguan depresi jika, lima atau lebih gejala di bawah telah ada
selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang
serta sekurangnya salah satu gejala harus emosi depresi atau kehilanga minat
atau kemampuan menikmati sesuatu.
a. Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar
waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif
(misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat
seperti ingin menangis).
b. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua,
atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap
hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
c. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak
melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal:
perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan).
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir
setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan
kegelisahan atau merasa lambat).
f. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan
hampir setiap hari.
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah
yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari.
h. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau
berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh
laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
i. Berulang-kali muncul pikiran akan
kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh
diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik
untuk mengakhiri nyawa sendiri.
Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang
menunjukkan mengalami depresi tidak jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala
di atas dan waktunya pun kurang lebih 2 minggu, yakni diantaranya sebagai
berikut :
o
Ditandai dengan perasaan muram, murung,
kesedihan, menunjukan lebih banyak air
mata dibandingkan senyum, tidak bisa atau sulit berkonsentrasi,
mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
o
Teganggu calon ibu dengan orang-orang sekitarnya,
terganggu kondisi ibu mengancam keselamatan janin dan putus asa, terkadang
beberapa ada yang merasa cemas.
o
Kadang-kadang tegang, kaku, dan menolak intervensi
terapeutik. Selain itu, gejala di atas biasanya disertai perubahan nafsu makan
dan pola tidur, harga diri yang rendah, hilangnya energi dan penurunan dorongan
seksual.
o
Jarang mengontrol kehamilan.
o
Tidak pernah memberi stimulus terhadap janin yang
dikandungnya.
o
Tidak melakukan persiapan utnuk menyambut bayi yang
akan dilahirkan.
f. Faktor
Risiko
·
Kehamilan yang tidak
diharapkan
·
Hamil di luar nikah
·
Faktor ekonomi
·
Faktor ketidakbahagiaan
dalam rumah tangga
·
Perasaan cemas
menghadapi persalinan.
·
Kurangnya dukungan
dari suami dan keluarga
·
Perasaan khawatir
yang berlebihan pada kesehatan janin
·
Ada masalah pada
kehamilan atau kelahiran anak sebelumnya
·
Sedang menghadapi
masalah keuangan
·
Usia ibu hamil yang
terlalu muda
·
Adanya komplikasi
selama kehamilan
·
Terpisah dari
keluarga
·
Rasa takut yang
berlebihan.
·
Orang tua tunggal.
·
Riwayat keluarga yang
memiliki penyakit kejiwaan.
g.
Komplikasi
pada Ibu dan Bayi
Permasalahan yang berkaitan dengan
kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri sendiri bisa
berimplikasi atau berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan janin yang
ada di dalam kandungan. Kita semua pasti mengetahui bahwa perubahan fisik dan
hormonal yang terjadi selama masa kehamilan sangat berpengaruh terhadap kondisi
wanita yang sedang hamil. Depresi yang tidak ditangani akan memiliki dampak
yang buruk bagi ibu dan bayi yang dikandungnya.
Ada 2 hal penting yang mungkin
berdampak pada bayi yang dikandungnya, yaitu :
a. Pertama adalah timbulnya gangguan pada janin yang
masih didalam kandungan.
b. Munculnya gangguan kesehatan pada mental anak
nantinya.
c. Kelahiran premature
d. Bayi lahir dengan berat badan yang rendah
e. Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai
keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungan dan bahkan kesehatannya
sendiri.
Depresi yang dialami, jika
tidak disadari dan ditangani dengan sebaik – baiknya akan mengalihkan perilaku
ibu kepada hal – hal yang negatif seperti minum-minuman keras, merokok dan
tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh diri. Hal inilah yang akan memicu
terjadinya kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang rendah,
abortus dan gangguan perkembangan janin. Kelahiran bayi prematur juga akan
menjauhkan dekapan seorang ibu terhadap bayi yang dilahirkan, karena si bayi
akan ditempatkan di inkubator tersendiri. Apalagi jika sudah mengalami depresi
mayor yang identik dengan keinginan bunuh diri, bisa saja langsung membuat
janinnya meninggal. Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai
keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungannya dan bahkan kesehatannya
sendiri.
h.
Penatalaksanaan
Bidan
Strategi kesehatan yang bisa
diterapkan pada saat masa kehamilan untuk mengantisipasi depresi yaitu
menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang menyenangkan, selalu konsultasi
dengan para ahli kandungan, makan makanan yang sehat, cukup minum air,
mengupayakan selalu dapat tidur dengan baik dan melakukan senam bagi ibu hamil.
Disamping itu juga melakukan terapi kejiwaan supaya terhindar dari depresi,
lebih meningkatkan keimanan dan tentunya mendapat dukungan dari suami dan
keluarga.
Sedangkan bagi yang telah
terdiagnosis, perencanaan kehamilan sangat penting pada wanita hamil yang
didiagnosis depresi, sebaiknya kehamilannya perlu direncanakan atau
dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan, dan psikiater tentang
masalah resiko serta keuntungan setiap pemakaian obat-obat psikofarmakologi.
Rawat inap sebaiknya dipikirkan sebagai pilihan pengobatan psikofarmakologis
pada trimester I untuk kasus kehamilan yang tidak direncanakan, dimana
pengobatan harus dihentikan segera dan apabila terdapat riwayat gangguan
afektif (depresi) rekuren.
Ada 2 fase penatalaksanaan
farmakologis yang digambarkan dalam Panel Pedoman Depresi (Depression Guideline
Panel) :
a. Fase Akut
Gejalanya ditangani, dosis
obat disesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan dan klien diberi
penyuluhan.
b. Fase Lanjut
Klien dimonitor pada dosis
efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan, seorang klien
yang beresiko kambuh sering kali tetap diberi obat. Untuk klien yang dianggap
tidak beresiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan. Penggunaan
antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang mengalami depresi
berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti menangis,
insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri.
Selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) terbukti sudah sangat berguna untuk menangani depresi sehingga
menjadi pilihan untuk ibu hamil, mencakup fluoksetin dan sertralint. Obat ini
menjadi pilihan karena obat tersebut lebih sedikit memiliki efek antikolinergik
yang merugikan, toksisitas jantung, dan bereaksi lebih cepat daripada
antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin (MOA)
serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan sedasi. Disamping
itu, psikoterapi atau metode support group secara rutin harus dilakukan bila
ada konflik intrapsikis yang berpengaruh pada kehamilan. Terapi perilaku
kognitif sangat menolong pasien depresi dan disertai antidepresan. Terapi
elektrokompulsif (ECT) digunakan pada pasien depresi psikotik untuk mendapatkan
respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu dan anak terancam, misalnya pada
depresi hebat dan klien ingin bunuh diri atau jika tidak berespon terhadap
pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita depresi, harus
dilakukan dengan sikap serius dan mengerti keadaan penderita. Kita harus
memberi pengertian kepada mereka dan mensupport atau memberikan motivasi yang
dapat menenangkan jiwanya. Hendaknya jangan menghibur, memberi harapan palsu,
bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar rasa tidak mampu dan
rendah diri.
Perubahan pola hidup dapat
memperbaiki depresi pada sebagian orang:
o
Olahraga teratur
o
Berjemur pada sinar matahari
o
Penanganan stress
o
Konseling
o
Tidur teratur
o
Relaksasi
o
Meditasi
i.
Penatalaksanaan
Lanjutan
2. Psikosa
a. Definisi
Psikosa
adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality)
atau dengan kata lain, psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam
kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas sehingga tidak
mampu lagi menyesuikan diri dalam norma-norma yang wajar dan berlaku umum.
Psikosa
merupakan gangguan jiwa yang serius, timbul karena penyebab organic ataupun
emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir,
bereaksi secara emosional, mengingat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan
bertindak sesuai dengan kenyataan, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk
memenuhi tuntutan hidup sehari hari sangat terganggu. Psikosa
ditandai oleh perilaku regresif, hidup perasaan tidak sesuai
,berkurangnya pengawasan terhadap impuls impuls serta waham dari halusinasi.
Pada
umunya pasien psikosa tidak mampu melakukan partisipasi sosial, sering ada
gangguan bicara, kehilngan orientasi terhadap lingkungan, aspek sosialnya
membahayakan orang lain maupun diri sendir serta memerlukan perawatan rumah
sakit.
b. Penyebab Psikosa
a. Internal (perubahan tubuh
dan hormonal ibu hamil)
b. Ekstenal (kehamilan yang
tidak diinginkan, kehamilan beresiko, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat,
riwayat kegugura, riwayat obstetri buruk)
c. Tanda dan gejala Psikosa
1) Tanda tanda psikosa:
o
Halusinasi
o
Sejumlah kelainan
peilaku, sepeti aktivitas yang meningkat, gelisah, dan retardasi psikomotor.
2) Gejala psikosis adalah:
o
abnormal menampilkan
emosi
o
kebingungan
o
depresi dan kadang
kadang pikiran bunuh diri
o
kacau berpikir dan
berbicara
o
kegembiraan
o
keyakinan palsu
o
melihat, mendengar,
merasakan, atau memahami hal-hal yang tidak ada berdasarkan ketakutan/
kecurigaan
Proses kejiwaan dalam kehamilan
1) Triwulan I
·
Cemas ,takut, panik,
gusar
·
Benci pada suami
·
Menolak kehamilan
·
Mengidam
2) Triwulan II
·
Kehamilan nyata
·
Adaptasi dengan
kenyataan
·
Perut bertambah besar
·
Terasa gerakan janin
3) Triwulan III
·
Timbul gejolak baru
menghadapi persalinan
·
Perasaan bertanggung
jawab
·
Golongan ibu yang
mungkin merasa takut
·
Ibu yang mempunyai
riwayat/ pengalaman buruk pada persalinan yang lalu
d. Panatalaksanaan bidan
Perjalanan
penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit. Bagi mereka
dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar
6 bulan (Sneddon, 1992). Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat
pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang menderita skizofrenia. Para wanita ini
sebaiknya dirujuk ke psikiater. Keparahan psikosis postpartum mengharuskan
diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan
tindakan rawatinap. Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan
merawat bayinya.
Proses
penanganan pada penderita skizofrenia yang sedang hamil, yakni: Wanita yang
datang dengan pskosis pada episode pertama saat hamil harus diperiksa dengan
hati-hati untuk menyingkirkan sebab organic pada psikosisnya maupun perubahan
status mentalnya. Pasien harus dirawat sakit bila rawat jalan tidak
memungkinkan. Pada umumnya peneliti melaporkan bahwa pasien dengan menggunakan
obat antipsikotik pada kehamilan tidak menunjukkan adanya kelainan pada
kelahiran janin. Namun, antipsikotik hendaknya dihindarkan pada trimester I.
Pada kasus yang akut dan membahayakan ibu dan janinnya, dapat dilakukan terapi
elektrokompulsif. Terapik ini tidak menyebabkan persalinan, kecuali bila
kehamilannya cukup bulan.
e. Penatalaksanaan lanjut
Pengobatan
tergantung pada penyebab psikosis. Perawatan dirumah sakit sering kali
diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien.
a. Terapi
Gangguan Jiwa
Saat
ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa
(Kuller dkk.,1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah
menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan
skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang. Wanita lain yang
memerlukan terapi adalah mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang
selama kehamilan.
b. Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian
besar kasus, manfaat terapi melebihi risikonya. Antidepresan trisiklik seperti
amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering digunakan
untuk gangguan-gangguan depresi. Efek samping pada ibu adalah
hipotensi ortostatik dan konstipasi. Sedasi juga sering terjadi,
sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang
berkaitandengan depresi. Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan
yang sangat efektif yangsemakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi
ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective
serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan
sertralin,menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian
besar penyakit depresi. Obat-obatini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik
atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
c. Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat
seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif,atau gangguan bipolar sangat mungkin
memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan. Antipsikotik tipikal adalah
golongan antagonis dopamine.Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal
yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.
Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang
berpotensi lebih rendah, klorpromazin dantioridazin, memiliki efek
antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
e. Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan.
Selain kekhawatiran tentangteratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks
terapetiknya yang sempit. Pernah dilaporkantoksisitas litium pada neonatus yang
mendapat ASI.
e. Benzidiazepin
Obat
golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan gangguan
cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk. Diazepam
mungkin menyebabkan depresineurologis berkepanjangan pada neonatus apabila
pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
f. Terapi
Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama
kehamilan kadang-kadang diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang
parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis. Hasil diperoleh dengan
menjalani 11 kali terapi dari umur kehamilan 23-31 minggu.
Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan ventilasi
bantuan setiap kali terapi. Merekamendapatkan bahwa kadar epinefrin,
norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa menit
kejutan listrik. Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung janinserta
frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal.
Miller (1994) mengkaji 300 laporan kasus terapi
kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa penyulit terjadi pada
10%. Penyulit-penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak
pada bayi, perdarahan pervaginamringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus
yang swasirna. Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko lebih besar
mengalami aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis respiratorik.
Langkah-langkah pengkajian penting adalah pengkajian servik, penghentian obat
antikolinergik yang tidak esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin
dan uterus, hidrasi intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan
miring kiri. Selama prosedur, hindari hiperventilasi berlebihan dan jalan napas
harusdilindungi
Penatalaksannan
yang dilakukan:
a. Konsultasikan dengan dokter,
psikiater, psikolog, dan dengan tenaga kesehatan lainnya.
b. Sejak pemeriksaan kehamilan
pertama kali dengan tenaga medis harus dengan kesabaran meyakinkan calon ibu
bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan wajar.
c. Ajarkan dan berikan latihan
latihan untuk dapat menguasai otot otot istirahat dan pernafasan
d. Hindari kata-kata dan
komentar yang dapat mematahkan semangat si ibu.
e. Hindari
komentar suatu kasus dan gelak tawa
f. Pengobatan etiologik
harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi
kerusakan otak yang menetap.
g. Peredaran darah harus
diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia.
h. Pemberian cairan harus
cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa dan
narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong,
tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang,
tetapi bertambah gelisah.
i. Klien harus
dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya
sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun
untuk orang lain.
j. Dicoba
menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan
kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang
yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap, klien tidak
tahan terlalu diisolasi.
3. Psikonaurosa
a. Definisi
Psikoneurosa
yaitu ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri
orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat
mengatasi konfliknya, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu
kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang
kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan
kurang memiliki energi). Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya
ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam
pelbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri
( defence mechanism).
Psikoneurosa
adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan
secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam berbagai bentuk tingkah laku dengan
jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism). Oleh
pengkondisian yang buruk dari lingkungan sosial yang sangat tidak
menguntungkan, muncul kemudian banyak ketegangan dan kecemasan, serta
simptom-simptom mental yang pathologis atau gangguan mental yang disebut
neurosa. Psikoneurosa atau disingkat dengan neurosa disebabkan oleh
faktor-faktor psikologis dan kultural, khususnya oleh ketakutan dan
kecemasan-kecemasan terus-menerus yang menimbulkan stress atau ketegangan batin
yang kuat dan kronis; sehingga orang mengalami frustasi hebat, konflik-konflik
emosional, kepatahan fisik dan kepatahan mental ( mental breakdown ). Ditambah
pula oleh ketidak-imbangan pribadi dan kurangnya atau sedikitnya usaha serta
kemauan, sehingga menambah banyaknya kecemasan, yang nantinya akan meledak
menjadi gejala neurosa.
Psikoneurosa
yaitu ketegangan pribadi terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang
bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi
konfliknya, ketegangan tidak meresa akhirnya neurosis (suatu kelainan mental
dengan kepribadian terganggu yang ringan seperrti cemas yang kronis, hambatan
emosi, sukar kurang tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang
memiliki energi).
b. Jenis Psikoneurosa
1. Neurosis
kuatir atau anxiety neurosis
Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis
adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian kepribadian,
lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan : keadaan cemas yang
kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang
perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik.
Psikoneurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada
sebagian kepribadian. Karena gangguan hanya pada sebagian kepribadian, maka
yang bersangkutan masih bisa melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-hari.
Sebenarnya psikoneurosis bukanlah suatu penyakit, yang bersangkutan masih dapat
kita sebut normal. Yang diderita yang bersangkutan adalah ketegangan pribadi
yang terus sebagai akibat konflik yang berkepanjangan. Orang tersebut tidak
dapat mengatasi konflik yang tidak kunjung reda yang pada taraf terakhir
menjadi neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang
ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian
terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi)
a. Neurosis cemas (anxiety
neurosis atau anxiety state)
1) Gejala-gejala neurosis
cemas
Tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi
bersifat mengambang bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila
kecamasan yang dialami sangat hebat maka terjadi kepanika
a) Gejala somatis dapat
berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang, lekas
lelah, keringat dingan,
b) Gejala psikologis berupa
kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan tidak mampu,
2) Faktor penyebab
neurosis cemas
Menurut Maramis (1980 : 261), faktor pencetus neurosis cemas sering jelas
dan secara psikodinamik berhubungan dengan faktor-faktor yang menahun seperti
kemarahan yang dipendam.
Sebab-sebab anxiety secara
umum :
a) Ketakutan dan kecemasan yang
terus menerus, disebabkan oleh kesusahan-kesusahan dan kegagalan yang
bertubu-tubi
b) Repressi terhadap macam –
macam masalah emosional, akan tetapi tidak bisa berlangsung secara sempurna
c) Kecenderungan harga diri yang
terhalang.
d) Dorongan-dorongan seksual
tidak mendapat kepuasan yang terhambat, sehingga menimbulkn banyak konflik
batin.
3) Terapi untuk
penderita neurosis cemas
Terapi untuk penederita neurosis cemas dilakukan dengan menemukan sumber
ketakutan atau kekuatiran dan mencari penyesuaian yang lebih baik terhadap
permasalahan. Mudah tidaknya upaya ini pada umumnya dipengaruhi oleh
kepribadian penderita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia
merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering
disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemoglobin/Hb) dibawah nilai
normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah,
misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi
adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Wiknjosastro
(2005) mengatakan bahwa Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang
berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika
seorang ibu memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan
ibu sangat turun, turgor kulit kurang diurese kurang dan timbul aseton dalam
air kencing.
Kehamilan seharusnya adalah masa yang paling bahagia
dalam kehidupan seorang wanita, tapi buat sebagian wanita masa ini adalah masa
yang membingungkan, takut, sedih, stress, dan bahkan depresi. Sekitar 10 – 20% wanita akan mengalami
gejala-gejala depresi saat hamil, dan seperempat sampai separuhnya
akan menjadi depresi yang nyata (mayor depresi).
Psikosa
adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality)
atau dengan kata lain, psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam
kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas sehingga tidak
mampu lagi menyesuikan diri dalam norma-norma yang wajar dan berlaku umum.
Psikoneurosa
yaitu ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri
orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat
mengatasi konfliknya, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu
kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang
kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan
kurang memiliki energi). Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan
adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar
dalam pelbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan
diri ( defence mechanism).
Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia
Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4
(Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Gunggingham,F.Gary.2012.Obstetri Williams edisi 23.Jakarta:EGC
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar